PBB Minta Irak Tutup Penjara Rahasia
A
A
A
JENEWA - Organisasi Hak Asasi Manusia PBB menyerukan Irak untuk menutup penjara rahasia dimana para tersangka anggota kelompok militan, termasuk anak-anak, mengalami penyiksaan.
Tim panel yang terdiri dari 18 orang independen, yang mengkaji dokuman milik Irak terkait pencegahan penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap tahanan pada bulan lalu, meminta pejabat Irak untuk membebaskan seseorang yang telah dipenjara lewat persidangan sesat.
Dalam temuannya, tim pengawas menyuarakan keprihatinannya karena informasi menunjukan pola dimana anggota kelompok militan dan para tersangka yang masuk dalam kategori penjahat tingkat tinggi, termasuk anak-anak, telah ditangkap tanpa surat perintah. Mereka ditahan di sebuah fasilitas yang dijalankan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pertahanan.
"Mereka ditahan tanpa boleh melakukan komunikasi dan ditahan di penjara rahasia untuk waktu yang lama, dimana mereka mengalami penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan," begitu pernyataan lembaga tersebut seperti dikutip dari Arab News, Sabtu (15/8/2015).
Komite PBB yang menentang penyiksaan meminta pemerintahan Perdana Menteri Haider Al-Abadi untuk memastikan bahwa tidak ada tersangka yang ditahan di dalam penjara rahasia. "Fasilitas ini telah melanggar Konvensi Jenewa (tentang penyiksaan), dan harus ditutup," tegas pernyataan Komite PBB yang menentang penyiksaan terhadap tahanan.
"Fasilitas di pangkalan militer lama milik Irak, Al-Muthenna, yang berada di bagian barat Baghdad yang ditemukan pada tahun 2011 masih berjalan dan diam-diam masih beroperasi dibawah kendali Brigade Tentara ke-54 dan ke-56," demikian bunyi pernyataan itu.
Komite PBB juga menemukan adanya pemerkosaan terhadap tahanan wanita dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh para sipir penjara. Periode penahanan dalam masa pra sidang juga memungkinkan terjadinya penyiksaan.
Pernyataan terakhir ini mengutip laporan yang dirilis oleh misi bantuan PBB di Irak (UNAMI) yang mengatakan para tahanan dapat dipenjara selama 10 tahun sebelum dibawa ke pengadilan.
Terkait hal ini, para pejabat Irak belum memberikan komentar. Meski begitu, bulan lalu, delegasi Irak menolak segala bentuk penyiksaan, terlepas dari siapa yang melakukannya dan memberikan jaminan bahwa penyiksaan sistematis tidak boleh terjadi di negara itu.
Tim panel yang terdiri dari 18 orang independen, yang mengkaji dokuman milik Irak terkait pencegahan penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap tahanan pada bulan lalu, meminta pejabat Irak untuk membebaskan seseorang yang telah dipenjara lewat persidangan sesat.
Dalam temuannya, tim pengawas menyuarakan keprihatinannya karena informasi menunjukan pola dimana anggota kelompok militan dan para tersangka yang masuk dalam kategori penjahat tingkat tinggi, termasuk anak-anak, telah ditangkap tanpa surat perintah. Mereka ditahan di sebuah fasilitas yang dijalankan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pertahanan.
"Mereka ditahan tanpa boleh melakukan komunikasi dan ditahan di penjara rahasia untuk waktu yang lama, dimana mereka mengalami penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan," begitu pernyataan lembaga tersebut seperti dikutip dari Arab News, Sabtu (15/8/2015).
Komite PBB yang menentang penyiksaan meminta pemerintahan Perdana Menteri Haider Al-Abadi untuk memastikan bahwa tidak ada tersangka yang ditahan di dalam penjara rahasia. "Fasilitas ini telah melanggar Konvensi Jenewa (tentang penyiksaan), dan harus ditutup," tegas pernyataan Komite PBB yang menentang penyiksaan terhadap tahanan.
"Fasilitas di pangkalan militer lama milik Irak, Al-Muthenna, yang berada di bagian barat Baghdad yang ditemukan pada tahun 2011 masih berjalan dan diam-diam masih beroperasi dibawah kendali Brigade Tentara ke-54 dan ke-56," demikian bunyi pernyataan itu.
Komite PBB juga menemukan adanya pemerkosaan terhadap tahanan wanita dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh para sipir penjara. Periode penahanan dalam masa pra sidang juga memungkinkan terjadinya penyiksaan.
Pernyataan terakhir ini mengutip laporan yang dirilis oleh misi bantuan PBB di Irak (UNAMI) yang mengatakan para tahanan dapat dipenjara selama 10 tahun sebelum dibawa ke pengadilan.
Terkait hal ini, para pejabat Irak belum memberikan komentar. Meski begitu, bulan lalu, delegasi Irak menolak segala bentuk penyiksaan, terlepas dari siapa yang melakukannya dan memberikan jaminan bahwa penyiksaan sistematis tidak boleh terjadi di negara itu.
()