AS, Rusia dan China di Ambang Perang Dunia di Luar Angkasa
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS), Rusia dan China di ambang perang dunia. Namun, perang itu tidak akan terjadi di bumi, melainkan di luar angksa.
Tiga negara adidaya terkemuka itu dilaporkan telah mengembangkan, menguji dan menggunakan senjata canggih di luar angkasa sebelum nantinya dikhawatirkan terjadi serangan militer. Jika perang dunia di luar angkasa itu benar-benar pecah, maka itu akan jadi konflik besar pertama di antara negara adidaya yang sudah jadi perdebatan dalam 70 tahun terakhir.
Laman Popular Science menggambarkan potensi perang dunia di luar angkasa itu sebagai “Perang Dingin Baru di Luar Angkasa”. Parahnya, persaingan untuk menguasai semua wilayah luar angkasa itu selama ini tidak ada aturannya.
Jika perang dunia di luar angkasa itu terjadi, penduduk di Bumi akan disuguhi manuver-manuver senjata canggih. Kendati demikian, dampak kerusakan terhadap Bumi diyakini tetap ada meski dalam skala kecil.
China diketahui sudah mengorbitkan modul stasiun ruang angkasa Tiangong 1 dengan kendaraan Shenzhou 8 pada bulan November 2011. Itu menjadi langkah cepat China untuk siaga di ruang angkasanya sendiri dan dapat juga digunakan untuk melakukan serangan.
Menurut Reuters, satelit yang mengorbit Bumi bisa berpotensi memicu perang dunia di luar angkasa. ”Karena bisa jadi senjata prima untuk perang,” tulis media AS itu.
Sedangkan menurut Scientic American, setidaknya ada 1.200 satelit yang mengorbit Bumi untuk berbagai keperluan. Di antaranya, untuk navigasi dan komunikasi. Tapi, kini sedang dipikirkan satelit-satelit itu digunakan untuk mengawasi planet.
Pihak AS tetap bertekad menjadi "raja” kekuatan bersenjata di ruang angkasa. Namun, China dan Rusia tertarik untuk mengklaim wilayah mereka sendiri, dan bekerja untuk menghancurkan satelit AS dan menggantinya dengan satelit mereka sendiri.
Gejala persaingan itu sudah muncul lebih dari setahun silam, setelah Sekretaris Angkatan Udara AS Deborah Lee James, mengakui kesiapan AS dalam persaingan itu.”Kami harus siap,” katanya, seperti dikutip news.com.au, Sabtu (15/8/2015).
”Kita harus mempersiapkan potensi konflik yang mungkin perpanjangan (konflik) dari Bumi ke ruang angkasa,” lanjut James. ”Kita perlu untuk mendapatkan kepala kita di sekitar fakta bahwa ruang angkasa tidak mungkin selalu menjadi tempat yang damai.”
Tiga negara adidaya terkemuka itu dilaporkan telah mengembangkan, menguji dan menggunakan senjata canggih di luar angkasa sebelum nantinya dikhawatirkan terjadi serangan militer. Jika perang dunia di luar angkasa itu benar-benar pecah, maka itu akan jadi konflik besar pertama di antara negara adidaya yang sudah jadi perdebatan dalam 70 tahun terakhir.
Laman Popular Science menggambarkan potensi perang dunia di luar angkasa itu sebagai “Perang Dingin Baru di Luar Angkasa”. Parahnya, persaingan untuk menguasai semua wilayah luar angkasa itu selama ini tidak ada aturannya.
Jika perang dunia di luar angkasa itu terjadi, penduduk di Bumi akan disuguhi manuver-manuver senjata canggih. Kendati demikian, dampak kerusakan terhadap Bumi diyakini tetap ada meski dalam skala kecil.
China diketahui sudah mengorbitkan modul stasiun ruang angkasa Tiangong 1 dengan kendaraan Shenzhou 8 pada bulan November 2011. Itu menjadi langkah cepat China untuk siaga di ruang angkasanya sendiri dan dapat juga digunakan untuk melakukan serangan.
Menurut Reuters, satelit yang mengorbit Bumi bisa berpotensi memicu perang dunia di luar angkasa. ”Karena bisa jadi senjata prima untuk perang,” tulis media AS itu.
Sedangkan menurut Scientic American, setidaknya ada 1.200 satelit yang mengorbit Bumi untuk berbagai keperluan. Di antaranya, untuk navigasi dan komunikasi. Tapi, kini sedang dipikirkan satelit-satelit itu digunakan untuk mengawasi planet.
Pihak AS tetap bertekad menjadi "raja” kekuatan bersenjata di ruang angkasa. Namun, China dan Rusia tertarik untuk mengklaim wilayah mereka sendiri, dan bekerja untuk menghancurkan satelit AS dan menggantinya dengan satelit mereka sendiri.
Gejala persaingan itu sudah muncul lebih dari setahun silam, setelah Sekretaris Angkatan Udara AS Deborah Lee James, mengakui kesiapan AS dalam persaingan itu.”Kami harus siap,” katanya, seperti dikutip news.com.au, Sabtu (15/8/2015).
”Kita harus mempersiapkan potensi konflik yang mungkin perpanjangan (konflik) dari Bumi ke ruang angkasa,” lanjut James. ”Kita perlu untuk mendapatkan kepala kita di sekitar fakta bahwa ruang angkasa tidak mungkin selalu menjadi tempat yang damai.”
(mas)