Eks Bos CIA Ramalkan Suriah Bakal Terpecah
A
A
A
WASHINGTON - Mantan kepala badan intelijen Amerika Serikat (AS), CIA, David Petraeus meramalkan Suriah tidak akan kembali menjadi sebuah negara yang utuh. Konflik bersenjata berkepanjangan membuat pihak-pihak yang bertikai sulit untuk disatukan kembali.
"Semakin muncul kemungkinan bahwa Suriah tidak akan dapat dipersatukan kembali. Humpty Dumpty telah jatuh dan saya tidak yakin Anda dapat menyatukan potongan untuk kembali bersama-sama," katanya merujuk pada sebuah acara televisi seperti dikutip dari laman Sky News, Kamis (6/10/2016).
Sebaliknya, ia membayangkan Suriah akan dibagi menjadi daerah otonom yang dipimpin oleh Presiden Bashar al Assad dan minoritas Alawit Syiah, Kurdi Suriah dan Arab Sunni.
"Saya pikir ada kemungkinan, dengan perjanjian atau tanpa perjanjian, Anda hanya akan melihat situasi berkembang di mana ada Kurdistan, dengan otonomi yang cukup, sebuah wilayah Alawit yang dikendalikan oleh Bashar (al Assad) dan rezimnya serta kemudian daerah di bawah kontrol berbagai elemen Sunni. Pertanyaannya adalah berapa banyak mereka dapat dibuat kohesif setelah ISIS dan afiliasi Al-Qaeda dikalahkan," katanyanya.
Lebih jauh, Petraeus memberikan prospek suram atas peluang untuk menghentikan perang sipil berdarah di Suriah. Ia pun pesimis jika konflik di Suriah bisa dihentikan meski hanya sementara.
"Kebanyakan orang akan menganggapnya sebagai upaya Hercules jika kita bisa mengurangi kekerasan dan pertumpahan darah serta mencapai gencatan senjata, walaupun kita masih harus memerangi afiliasi ISIS dan Al-Qaeda. Tapi sekali lagi, tanpa konteks militer yang memberikan insentif kepada Bashar al-Assad dan Rusia sebagai pendukungnya setuju dengan ini, saya pikir prospek untuk perdamaian tidak akan mungkin," tukasnya.
"Semakin muncul kemungkinan bahwa Suriah tidak akan dapat dipersatukan kembali. Humpty Dumpty telah jatuh dan saya tidak yakin Anda dapat menyatukan potongan untuk kembali bersama-sama," katanya merujuk pada sebuah acara televisi seperti dikutip dari laman Sky News, Kamis (6/10/2016).
Sebaliknya, ia membayangkan Suriah akan dibagi menjadi daerah otonom yang dipimpin oleh Presiden Bashar al Assad dan minoritas Alawit Syiah, Kurdi Suriah dan Arab Sunni.
"Saya pikir ada kemungkinan, dengan perjanjian atau tanpa perjanjian, Anda hanya akan melihat situasi berkembang di mana ada Kurdistan, dengan otonomi yang cukup, sebuah wilayah Alawit yang dikendalikan oleh Bashar (al Assad) dan rezimnya serta kemudian daerah di bawah kontrol berbagai elemen Sunni. Pertanyaannya adalah berapa banyak mereka dapat dibuat kohesif setelah ISIS dan afiliasi Al-Qaeda dikalahkan," katanyanya.
Lebih jauh, Petraeus memberikan prospek suram atas peluang untuk menghentikan perang sipil berdarah di Suriah. Ia pun pesimis jika konflik di Suriah bisa dihentikan meski hanya sementara.
"Kebanyakan orang akan menganggapnya sebagai upaya Hercules jika kita bisa mengurangi kekerasan dan pertumpahan darah serta mencapai gencatan senjata, walaupun kita masih harus memerangi afiliasi ISIS dan Al-Qaeda. Tapi sekali lagi, tanpa konteks militer yang memberikan insentif kepada Bashar al-Assad dan Rusia sebagai pendukungnya setuju dengan ini, saya pikir prospek untuk perdamaian tidak akan mungkin," tukasnya.
(ian)