PBB: 30 Ribu Orang Melarikan Diri dari Kekerasan Etnis di Sudan Selatan

Sabtu, 31 Desember 2022 - 03:30 WIB
loading...
PBB: 30 Ribu Orang Melarikan...
PBB: 30 Ribu Orang Melarikan Diri dari Kekerasan Etnis di Sudan Selatan. FOTO/Reuters
A A A
JUBA - Penggerebekan bersenjata di wilayah Sudan Selatan yang dilanda bentrokan etnis telah memaksa sekitar 30.000 warga sipil meninggalkan rumah mereka, kata badan tanggap darurat PBB , Kamis (29/12/2022).

“Pada 24 Desember, orang-orang bersenjata dari negara bagian Jonglei, wilayah timur yang dilanda kekerasan senjata, menyerang masyarakat di sekitar Wilayah Administratif Pibor Besar,” Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan dalam sebuah pernyataan.



Kekerasan itu menyusul bentrokan bulan lalu di ujung utara Sudan Selatan yang menumbangkan ribuan orang di negara bagian Upper Nile.

“Rakyat sudah cukup menderita. Warga sipil, terutama yang paling rentan — wanita, anak-anak, orang tua dan orang cacat — menanggung beban krisis yang berkepanjangan ini,” kata Sara Beysolow Nyanti, koordinator kemanusiaan PBB di Sudan Selatan, seperti dikutip dari AFP.

Menurut OCHA, sekitar 5.000 orang mencari perlindungan di kota Pibor. Bentrokan di negara bagian Upper Nile juga membuat penduduk desa mencari perlindungan di rawa-rawa untuk menghindari pertumpahan darah, di tengah laporan tentang warga sipil yang diperkosa, diculik atau dibunuh.

Mitra internasional termasuk Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan Selatan (UNMISS) dan blok IGAD regional, mengatakan dalam pernyataan bersama Kamis bahwa mereka "sangat prihatin" dengan meningkatnya kekerasan.



Mereka meminta para pemimpin Sudan Selatan untuk turun tangan, menekankan “kebutuhan untuk menyelidiki dan meminta pertanggungjawaban semua pelaku konflik, termasuk mereka yang menghasut dan menghasut kekerasan.”

Sejak mencapai kemerdekaan dari Sudan pada tahun 2011, negara terbaru di dunia itu telah terhuyung-huyung dari satu krisis ke krisis lainnya, termasuk perang saudara selama lima tahun yang brutal antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan wakilnya Riek Machar yang menewaskan hampir 400.000 orang.

Kesepakatan damai ditandatangani pada tahun 2018, tetapi ledakan kekerasan sporadis antara pemerintah dan pasukan oposisi terus terjadi, sementara konflik antara kelompok etnis yang bersaing di bagian negara yang melanggar hukum menimbulkan korban yang sangat besar pada warga sipil.
(esn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1579 seconds (0.1#10.140)