Pemenang Asal Rusia Disuruh Kremlin Tolak Nobel Perdamaian

Minggu, 11 Desember 2022 - 10:58 WIB
loading...
Pemenang Asal Rusia Disuruh Kremlin Tolak Nobel Perdamaian
Pemenang Nobel Perdamaian asal Rusia Yan Rachinsky mengaku disuruh Kremlin untuk menolah penghargaan prestisius itu. Foto/Canada Today
A A A
OSLO - Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian asal Rusia tahun ini mengatakan otoritas Kremlin menyuruhnya untuk menolak penghargaan tersebut.

Yan Rachinsky, yang mengepalai Memorial, mengatakan dia diberitahu untuk tidak menerima hadiah itu. Alasannya, dua pemenang lainnya - sebuah organisasi hak asasi manusia Ukraina dan pembela hak asasi Belarusia yang dipenjara - dianggap "tidak pantas".

Memorial adalah salah satu kelompok hak sipil tertua di Rusia, dan ditutup oleh pemerintah tahun lalu.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan program HARDtalk BBC, Rachinsky mengatakan organisasinya telah disarankan untuk menolak penghargaan tersebut.

"Tentu saja, kami tidak memperhatikan saran ini," tegasnya seperti dikutip dari BBC, Minggu (11/12/2022).

Meskipun keselamatannya terancam, Rachinsky mengatakan pekerjaan Memorial tetap penting.

"Di Rusia saat ini, keselamatan pribadi tidak ada yang dapat dijamin," katanya.

"Ya, banyak yang terbunuh. Tapi kita tahu apa yang menyebabkan impunitas negara. Kita harus keluar dari lubang ini entah bagaimana," ia menambahkan.

Memorial telah mendokumentasikan represi Soviet yang bersejarah.

Ketua pertamanya - Arseny Roginsky - dikirim ke kamp kerja paksa Soviet untuk apa yang disebut studi sejarah "anti-komunis".



Mengumumkan pemenang hadiah, Komite Nobel mengatakan bahwa Memorial didirikan atas gagasan bahwa menghadapi kejahatan masa lalu sangat penting untuk mencegah kejahatan baru.

Rachinsky menyebut keputusan panitia untuk memberikan hadiah kepada pemenang di tiga negara berbeda "luar biasa".

Dia mengatakan itu adalah bukti bahwa masyarakat sipil tidak dipisahkan oleh batas negara, bahwa itu adalah satu badan yang bekerja untuk memecahkan masalah bersama.

Meski begitu, keputusan untuk memasukkan penerima hadiah prestisius itu dari Rusia telah menjadi kontroversi.

Wanita yang menjalankan Pusat Kebebasan Sipil Ukraina - pemenang hadiah lainnya - menolak untuk diwawancarai bersama Rachinsky. BBC pun berbicara kepada mereka secara terpisah di Oslo.

Ketika ditanya mengapa dia ingin melakukan wawancara secara terpisah, Oleksandra Matviichuk mengatakan kepada HARDtalk: "Sekarang kami berada dalam perang dan kami ingin membuat suara pembela hak asasi manusia Ukraina menjadi nyata."

"Jadi saya yakin bahwa meskipun kami melakukan wawancara terpisah, kami mengirim dan menyampaikan pesan yang sama," imbuhnya.

Pusat Kebebasan Sipil diakui atas pekerjaannya mempromosikan demokrasi di Ukraina dan menyelidiki dugaan kejahatan perang Rusia di negara tersebut.

Meskipun menolak untuk berbicara di samping pemenang asal Rusia, Matviichuk memuji karya Rachinsky dan menggambarkan Memorial sebagai "mitra kami".



Memorial telah membantu kelompok Ukraina selama bertahun-tahun, katanya, seraya menambahkan bahwa dia sangat menghormati semua rekan aktivis hak asasi manusia Rusia yang bekerja dalam kondisi sulit.

Dia juga memperingatkan bahwa tanpa perhitungan yang tepat atas kejahatan Rusia, perdamaian tidak akan datang ke Eropa Timur.

Matviichuk menyerukan pengadilan internasional baru untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Vladimir Putin dan pejabat Rusia lainnya atas tindakan mereka di Ukraina, menggambarkan bahwa sistem saat ini tidak cukup.

"Pertanyaannya adalah, siapa yang akan memberikan keadilan bagi ratusan ribu korban kejahatan perang?" tanyanya.

Dia juga menuduh Rusia menggunakan perang sebagai alat untuk mencapai tujuan geopolitiknya dan melakukan kejahatan perang untuk memenangkan konflik.

Pemenang Nobel ketiga, pembela hak asasi manusia Belarusia Ales Bialiatski, telah dipenjara tanpa diadili di negara asalnya sejak Juli tahun lalu.

Dia adalah pendiri Pusat Hak Asasi Manusia Viasna (Musim Semi), yang didirikan pada tahun 1996 sebagai tanggapan atas penumpasan brutal terhadap protes jalanan oleh pemimpin otoriter Belarusia Alexander Lukashenko.

Bialiatski sebelumnya menghabiskan tiga tahun di penjara dan dibebaskan pada tahun 2014.

Matviichuk menggambarkan Bialiatski sebagai orang yang sangat berani. "Jadi dia akan melanjutkan pertempuran ini bahkan di penjara," ujarnya.



(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1253 seconds (0.1#10.140)