19 Orang Tewas dalam Serangan Bersenjata di Kantor Polisi Iran
loading...
A
A
A
TEHERAN - Serangan separatis bersenjata menewaskan 19 orang, termasuk beberapa anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), di kantor polisi di Zahedan, Iran tenggara pada Jumat (30/9/2022).
Sebanyak 32 anggota IRGC juga terluka dalam serangan itu, termasuk anggota pasukan sukarelawan Basij.
“Kolonel IRGC Hamidreza Hashimi, tentara IRGC Mohammad Amin Azarshokr, dan tentara Basij Mohamad Amin Arefi dan Saeed Borhan Rigi termasuk di antara mereka yang tewas di tempat kejadian,” ungkap kantor berita IRNA.
Kepala intelijen Seyyed Ali Mousavi juga dilaporkan tertembak dalam serangan itu, kemudian meninggal karena luka-lukanya.
“Orang-orang bersenjata itu diduga bersembunyi di antara jamaah di dalam masjid di dekat kantor polisi sebelum menyerang,” papar laporan IRNA.
Unggahan media sosial menyebutkan beberapa kantor polisi di Zahedan dikuasai “pengunjuk rasa” Baluchi pada Jumat, meskipun laporan media pemerintah tidak menyebutkan nama kelompok separatis yang terlibat dalam serangan mematikan itu.
Kantor berita Tasnim melaporkan pasukan keamanan Iran telah menggagalkan serangan "teroris" lainnya di kantor polisi Zahedan pada Jumat.
Tidak jelas apakah serangan itu terkait dengan protes yang sedang berlangsung di negara itu atas kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi.
Mahsa Amini adalah seorang wanita muda yang dituduh mengenakan jilbab secara tidak pantas.
Sementara polisi bersikeras Amini meninggal karena serangan jantung, yang lain mengklaim dia dipukuli sampai mati.
Kelompok oposisi di Iran telah memanfaatkan kerusuhan yang dipicu masalah itu untuk menyerukan perubahan rezim.
Latar belakang Kurdi Amini telah membuat kematiannya menjadi pendorong utama gerakan separatis etnis, dan pemicu serangan Jumat di provinsi Sistan dan Baluchistan, saat separatis etnis Baluchi sebelumnya menyerang pasukan keamanan Iran.
Sebanyak 41 pengunjuk rasa dan polisi telah tewas sejak protes atas kematian Amini dimulai bulan lalu, menurut TV pemerintah Iran.
Kementerian intelijen Iran telah menangkap sembilan warga asing yang terkait dengan protes, termasuk warga negara Prancis, Jerman, Belanda, Italia, Swedia, dan Polandia.
Pemerintah menyalahkan “entitas asing yang bermusuhan” atas kerusuhan tersebut. Media dan influencer yang didukung Amerika Serikat (AS) termasuk di antara yang pertama mengklaim Amini telah dipukuli, meskipun rekaman CCTV dari kantor polisi di mana pemukulan itu diduga terjadi hanya menunjukkan wanita berusia 22 tahun itu berdebat dengan seorang petugas dan kemudian berjalan pergi sebelum jatuh ke lantai.
Amerika Serikat telah secara terbuka mendorong perubahan rezim di Teheran sejak Revolusi Islam 1979.
Lihat Juga: 3 Negara yang Kelabakan dengan Keruntuhan Rezim Assad di Suriah, Nomor 2 Pemilik Senjata Nuklir
Sebanyak 32 anggota IRGC juga terluka dalam serangan itu, termasuk anggota pasukan sukarelawan Basij.
“Kolonel IRGC Hamidreza Hashimi, tentara IRGC Mohammad Amin Azarshokr, dan tentara Basij Mohamad Amin Arefi dan Saeed Borhan Rigi termasuk di antara mereka yang tewas di tempat kejadian,” ungkap kantor berita IRNA.
Kepala intelijen Seyyed Ali Mousavi juga dilaporkan tertembak dalam serangan itu, kemudian meninggal karena luka-lukanya.
“Orang-orang bersenjata itu diduga bersembunyi di antara jamaah di dalam masjid di dekat kantor polisi sebelum menyerang,” papar laporan IRNA.
Unggahan media sosial menyebutkan beberapa kantor polisi di Zahedan dikuasai “pengunjuk rasa” Baluchi pada Jumat, meskipun laporan media pemerintah tidak menyebutkan nama kelompok separatis yang terlibat dalam serangan mematikan itu.
Kantor berita Tasnim melaporkan pasukan keamanan Iran telah menggagalkan serangan "teroris" lainnya di kantor polisi Zahedan pada Jumat.
Tidak jelas apakah serangan itu terkait dengan protes yang sedang berlangsung di negara itu atas kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi.
Mahsa Amini adalah seorang wanita muda yang dituduh mengenakan jilbab secara tidak pantas.
Sementara polisi bersikeras Amini meninggal karena serangan jantung, yang lain mengklaim dia dipukuli sampai mati.
Kelompok oposisi di Iran telah memanfaatkan kerusuhan yang dipicu masalah itu untuk menyerukan perubahan rezim.
Latar belakang Kurdi Amini telah membuat kematiannya menjadi pendorong utama gerakan separatis etnis, dan pemicu serangan Jumat di provinsi Sistan dan Baluchistan, saat separatis etnis Baluchi sebelumnya menyerang pasukan keamanan Iran.
Sebanyak 41 pengunjuk rasa dan polisi telah tewas sejak protes atas kematian Amini dimulai bulan lalu, menurut TV pemerintah Iran.
Kementerian intelijen Iran telah menangkap sembilan warga asing yang terkait dengan protes, termasuk warga negara Prancis, Jerman, Belanda, Italia, Swedia, dan Polandia.
Pemerintah menyalahkan “entitas asing yang bermusuhan” atas kerusuhan tersebut. Media dan influencer yang didukung Amerika Serikat (AS) termasuk di antara yang pertama mengklaim Amini telah dipukuli, meskipun rekaman CCTV dari kantor polisi di mana pemukulan itu diduga terjadi hanya menunjukkan wanita berusia 22 tahun itu berdebat dengan seorang petugas dan kemudian berjalan pergi sebelum jatuh ke lantai.
Amerika Serikat telah secara terbuka mendorong perubahan rezim di Teheran sejak Revolusi Islam 1979.
Lihat Juga: 3 Negara yang Kelabakan dengan Keruntuhan Rezim Assad di Suriah, Nomor 2 Pemilik Senjata Nuklir
(sya)