Sekjen NATO Peringatkan Ukraina Bisa Runtuh Jika Tak Lakukan Ini
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg memperingatkan Ukraina sedang menuju musim dingin yang sulit.
Dalam pernyataan Kamis (8/9/2022), dia mendesak Kiev terus berperang melawan Rusia. “Jika tidak, negara itu mungkin tidak ada lagi sebagai negara merdeka,” papar dia.
“Jika Presiden (Vladimir) Putin dan Rusia berhenti berperang, maka kita akan memiliki perdamaian. Jika Ukraina berhenti berperang, maka Ukraina akan tidak ada lagi sebagai negara merdeka,” ujar Stoltenberg kepada AP di sela-sela pertemuan pimpinan Amerika Serikat (AS) di Ramstein, Jerman yang mempertemukan para pendukung asing Ukraina.
“Kita perlu setidaknya bersiap untuk musim dingin ini,” papar Stoltenberg, menambahkan Barat harus “terus memberikan dukungan,” termasuk seragam musim dingin yang sesuai, serta generator dan tenda.
“Musim dingin akan datang, dan musim dingin akan sulit di medan perang di Ukraina. Kita tahu ukuran tentara Ukraina sekarang kira-kira tiga kali lebih besar dari musim dingin lalu,” ujar Stoltenberg.
Namun, bos NATO mengklaim, “Perang di Ukraina mendekati momen penting.”
Dia menegaskan serangan Rusia yang sedang berlangsung telah “berhenti” di Donbass dan di tempat lain. “Kami melihat Ukraina telah mampu melawan, menyerang balik dan mendapatkan kembali beberapa wilayah,” ungkap dia.
Moskow telah berulang kali mendesak AS dan negara-negara Barat lainnya untuk berhenti "memompa" Ukraina dengan senjata dan perangkat keras militer lainnya.
Pejabat tinggi Rusia bersikeras dukungan terus menerus pada Kiev hanya akan memperpanjang pertumpahan darah tanpa mengubah hasil akhir dari konflik.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Dalam pernyataan Kamis (8/9/2022), dia mendesak Kiev terus berperang melawan Rusia. “Jika tidak, negara itu mungkin tidak ada lagi sebagai negara merdeka,” papar dia.
“Jika Presiden (Vladimir) Putin dan Rusia berhenti berperang, maka kita akan memiliki perdamaian. Jika Ukraina berhenti berperang, maka Ukraina akan tidak ada lagi sebagai negara merdeka,” ujar Stoltenberg kepada AP di sela-sela pertemuan pimpinan Amerika Serikat (AS) di Ramstein, Jerman yang mempertemukan para pendukung asing Ukraina.
“Kita perlu setidaknya bersiap untuk musim dingin ini,” papar Stoltenberg, menambahkan Barat harus “terus memberikan dukungan,” termasuk seragam musim dingin yang sesuai, serta generator dan tenda.
“Musim dingin akan datang, dan musim dingin akan sulit di medan perang di Ukraina. Kita tahu ukuran tentara Ukraina sekarang kira-kira tiga kali lebih besar dari musim dingin lalu,” ujar Stoltenberg.
Namun, bos NATO mengklaim, “Perang di Ukraina mendekati momen penting.”
Dia menegaskan serangan Rusia yang sedang berlangsung telah “berhenti” di Donbass dan di tempat lain. “Kami melihat Ukraina telah mampu melawan, menyerang balik dan mendapatkan kembali beberapa wilayah,” ungkap dia.
Moskow telah berulang kali mendesak AS dan negara-negara Barat lainnya untuk berhenti "memompa" Ukraina dengan senjata dan perangkat keras militer lainnya.
Pejabat tinggi Rusia bersikeras dukungan terus menerus pada Kiev hanya akan memperpanjang pertumpahan darah tanpa mengubah hasil akhir dari konflik.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)