Kisah Seram Suku Kanibal Papua Nugini: Makan Jasad Musuh, Gunakan Tengkoraknya sebagai Bantal
loading...
A
A
A
PORT MORESBY - Sebuah suku kanibal di hutan pedalaman Papua Nugini pernah menjalankan praktik barbar yang menyeramkan. Mereka berburu dan memakan jasad musuh, serta menggunakan tengkorak para korbannya sebagai bantal tidur.
Menurut laporan Daily Mirror, Jumat (15/7/2022), praktik kanibal ini dilakukan suku Asmat di Papua Nugini.
Setiap musuh yang dibunuh, kepalanya dijadikan pesta makan beramai-ramai. Untuk menyiapkan kepala musuh untuk dikonsumsi, para laki-laki suku Asmat akan mengikis kulitnya meninggalkan tengkorak berdaging yang kemudian dipanggang dalam peralatan semacam oven.
Ritual mengerikan itu dipamerkan sebagai pertunjukan dominasi dan menakuti suku lain.
Bagian tubuh yang dimutilasi juga digunakan selama upacara kedewasaan suku tersebut, di mana itu akan ditempatkan di antara paha seorang anak laki-laki karena dianggap kekuatan orang yang sudah meninggal itu dapat diteruskan.
Setelah dimodifikasi dan didekorasi sesuai dengan tradisi, tengkorak-tengkorak musuh menjadi ornamen dan akan dibanggakan sebagai pajangan di rumah-rumah panjang suku Asmat.
Mereka juga akan menempatkan tengkorak di bawah kepala mereka seperti bantal atau membelahnya menjadi dua dan menggunakannya sebagai mangkuk untuk diet rutin mereka dari otak hewan dan cacing sagu.
Namun, praktik barbar dihentikan selama tahun 1980-an.
Selama praktik barbar itu berlangsung, suku Asmat--yang membangun pemukimannya di dekat sungai untuk posisi serangan utama--juga mengambil rahang bawah musuh mereka bersama dengan bagian lain dari tulang belakang dan menghiasi diri mereka dengan liontin suram seperti piala.
Setelah kematian anggota suku lain, pelayat akan memotong kepala mendiang sebelum mengeluarkan otak dan mata.
Mereka percaya dengan menyumbat lubang hidung dan area hidung, mereka bisa mencegah roh jahat masuk ke dalam tubuh.
Anehnya, ada insiden di mana orang luar pernah berinteraksi dengan suku tersebut, namun nasibnya tak diketahui.
Michael Rockefeller--anak kelima dari mantan Wakil Presiden AS Nelson Rockefeller-- menghilang di sebuah kawasan hutan di mana masyarakat Asmat diketahui masih mempraktikkan kanibalisme pada November 1961.
Sebuah teori mengeklaim dia menjadi korban siklus balas dendam setelah beberapa anggota suku dibunuh oleh patroli Belanda pada tahun 1958. Beberapa orang berpendapat bahwa penduduk desa mungkin melihatnya sebagai bagian dari "suku kulit putih".
Dalam buku tahun 1979 yang banyak diperdebatkan--Rocky Goes West yang ditulis oleh Paul Toohey--ibu Rockefeller diduga menyewa seorang detektif swasta untuk menemukan apa yang terjadi di hutan.
Toohey mengeklaim mesin perahu ditukar dengan tiga tengkorak--yang menurut suku itu adalah para pria kulit putih yang pernah mereka bunuh.
Detektif diduga kembali ke New York dengan tengkorak dan yakin salah satu dari mereka milik ahli waris keuangan yang hilang.
Menurut laporan Daily Mirror, Jumat (15/7/2022), praktik kanibal ini dilakukan suku Asmat di Papua Nugini.
Setiap musuh yang dibunuh, kepalanya dijadikan pesta makan beramai-ramai. Untuk menyiapkan kepala musuh untuk dikonsumsi, para laki-laki suku Asmat akan mengikis kulitnya meninggalkan tengkorak berdaging yang kemudian dipanggang dalam peralatan semacam oven.
Ritual mengerikan itu dipamerkan sebagai pertunjukan dominasi dan menakuti suku lain.
Bagian tubuh yang dimutilasi juga digunakan selama upacara kedewasaan suku tersebut, di mana itu akan ditempatkan di antara paha seorang anak laki-laki karena dianggap kekuatan orang yang sudah meninggal itu dapat diteruskan.
Setelah dimodifikasi dan didekorasi sesuai dengan tradisi, tengkorak-tengkorak musuh menjadi ornamen dan akan dibanggakan sebagai pajangan di rumah-rumah panjang suku Asmat.
Mereka juga akan menempatkan tengkorak di bawah kepala mereka seperti bantal atau membelahnya menjadi dua dan menggunakannya sebagai mangkuk untuk diet rutin mereka dari otak hewan dan cacing sagu.
Namun, praktik barbar dihentikan selama tahun 1980-an.
Selama praktik barbar itu berlangsung, suku Asmat--yang membangun pemukimannya di dekat sungai untuk posisi serangan utama--juga mengambil rahang bawah musuh mereka bersama dengan bagian lain dari tulang belakang dan menghiasi diri mereka dengan liontin suram seperti piala.
Setelah kematian anggota suku lain, pelayat akan memotong kepala mendiang sebelum mengeluarkan otak dan mata.
Mereka percaya dengan menyumbat lubang hidung dan area hidung, mereka bisa mencegah roh jahat masuk ke dalam tubuh.
Anehnya, ada insiden di mana orang luar pernah berinteraksi dengan suku tersebut, namun nasibnya tak diketahui.
Michael Rockefeller--anak kelima dari mantan Wakil Presiden AS Nelson Rockefeller-- menghilang di sebuah kawasan hutan di mana masyarakat Asmat diketahui masih mempraktikkan kanibalisme pada November 1961.
Sebuah teori mengeklaim dia menjadi korban siklus balas dendam setelah beberapa anggota suku dibunuh oleh patroli Belanda pada tahun 1958. Beberapa orang berpendapat bahwa penduduk desa mungkin melihatnya sebagai bagian dari "suku kulit putih".
Dalam buku tahun 1979 yang banyak diperdebatkan--Rocky Goes West yang ditulis oleh Paul Toohey--ibu Rockefeller diduga menyewa seorang detektif swasta untuk menemukan apa yang terjadi di hutan.
Toohey mengeklaim mesin perahu ditukar dengan tiga tengkorak--yang menurut suku itu adalah para pria kulit putih yang pernah mereka bunuh.
Detektif diduga kembali ke New York dengan tengkorak dan yakin salah satu dari mereka milik ahli waris keuangan yang hilang.
(min)