Terdesak Kalah, Pasukan Ukraina Ledakkan Jembatan untuk Cegah Tentara Mundur

Selasa, 07 Juni 2022 - 10:40 WIB
loading...
Terdesak Kalah, Pasukan...
Juru bicara Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov. Foto/Russian Defense Ministry
A A A
KIEV - Militer Ukraina menggunakan pasukan penghalang untuk mencegah unit lain mundur dalam pertempuran melawan Rusia.

Pasukan penghalang adalah unit penjaga disiplin yang terdiri dari nasionalis garis keras. Klaim itu diungkapkan militer Rusia di tengah perang yang masih berlangsung.

“Pada Senin (6/6/2022), pasukan penghalang Ukraina meledakkan satu jembatan jalan di kota Svaytogorsk di bagian utara Republik Rakyat Donetsk (DPR),” papar juru bicara Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov dalam jumpa pers, dilansir RT.com.



Langkah itu membuat unit militer Ukraina, yaitu sisa-sisa batalyon Brigade Serangan Lintas Udara ke-95 dan Brigade Lintas Udara Terpisah ke-81 terperangkap di dalam kota.



“Terputus dari pasukan utama dan jalur pasokan karena penghancuran jembatan, (pasukan) meninggalkan peralatan militer dan persenjataan mereka yang berserakan di sepanjang tepi sungai Seversky Donets,” ungkap Konashenkov.



Hingga 80 prajurit Ukraina menyeberangi sungai dengan berenang. Tentara Rusia secara sadar tidak menembaki mereka yang mundur dari pertempuran itu.

Konashenkov memuji mundurnya tentara Ukraina. Dia menyatakan itu adalah hal yang benar untuk dilakukan dan menyelamatkan hidup mereka lebih baik, “Daripada membela rezim Kiev yang tidak berguna.”

“Kami meminta semua personel militer dan anggota unit pertahanan teritorial Ukraina untuk mengikuti contoh ini dan menghentikan perlawanan tanpa berpikir untuk menyelamatkan nyawa mereka,” ungkap pejabat itu.

Ukraina, sejauh ini, tidak memberikan komentar apa pun tentang perkembangan di Svyatogorsk seperti yang diklaim militer Rusia.

Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.

Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.

Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1702 seconds (0.1#10.140)