Pandangan Mohammed bin Salman soal Islam, Nabi Muhammad, dan Kerajaan Arab Saudi
loading...
A
A
A
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah memaparkan pandangannya tentang Islam, cara hidup Nabi Muhammad, dan nasib Kerajaan Arab Saudi sebagai negaranya.
Calon raja yang saat ini menjabat sebagai wakil perdana menteri dan menteri pertahanan itu menekankan bahwa jiwa Arab Saudi terletak pada seperangkat pandangan dan keyakinan yang didasarkan pada Islam serta pada budaya, suku, dan kerajaan.
"Negara kami didirikan di atas ini dan jika kami menyingkirkannya, itu berarti negara ini akan runtuh," katanya dalam wawancara dengan majalah The Atlantic.
Putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ini mengatakan bahwa Arab Saudi tidak meremehkan keyakinannya karena itu merupakan jiwanya.
“Masjid Suci ada di Arab Saudi dan tidak ada yang bisa menghapusnya, dan kami memiliki tanggung jawab terhadap Masjidil Haram selamanya dan kami ingin menempatkan negara kami di jalan yang benar demi rakyat Saudi kami, demi wilayah ini, dan demi seluruh dunia berdasarkan keyakinan kita pada perdamaian dan koeksistensi dan kebutuhan kita untuk menambah nilai bagi seluruh dunia,” paparnya.
Putra Mahkota menegaskan kembali bahwa Kerajaan Arab Saudi akan kembali ke ajaran Islam yang sebenarnya, cara hidup Nabi dan empat Khalifah yang Dibimbing, yang merupakan masyarakat yang terbuka dan damai.
"Mereka memiliki orang-orang Kristen dan Yahudi yang hidup di bawah kekuasaan mereka. Mereka mengajari kami untuk menghormati semua budaya, semua agama, apapun itu," ujarnya.
"Ajaran Nabi dan keempat Khalifah ini–mereka sempurna. Kami akan kembali ke akarnya, ke hal yang sebenarnya," lanjut dia.
"Yang terjadi adalah para ekstrimis membajak dan mengubah agama kita menjadi sesuatu yang baru untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka mencoba membuat orang memandang Islam dengan cara mereka. Dan masalahnya adalah tidak ada yang berdebat dengan mereka, dan tidak ada yang melawan mereka dengan serius. Jadi mereka memiliki kesempatan untuk menyebarkan semua pandangan ekstremis ini, yang mengarah pada pembentukan kelompok teroris paling ekstrem, baik di dunia Sunni maupun Syiah," paparnya.
Menjawab pertanyaan tentang Arab Saudi yang mempromosikan Islam moderat, Putra Mahkota mengatakan bahwa dia tidak menggunakan istilah "Islam moderat", karena istilah ini akan membuat para ekstremis dan teroris bahagia.
"Ini adalah kabar baik bagi mereka jika kita menggunakan istilah ini. Jika kita mengatakan 'Islam moderat', ekspektasinya adalah bahwa kita di Arab Saudi dan negara-negara Muslim lainnya mengubah Islam menjadi sesuatu yang baru, yang tidak benar," katanya.
Pangeran Mohammed bin Salman mencatat bahwa Ikhwanul Muslimin memainkan peran besar dalam menciptakan semua ekstremisme karena mereka adalah jembatan yang membawa orang lain ke ekstremisme.
“Ketika Anda berbicara dengan mereka, mereka tidak akan menjadi ekstremis, tetapi mereka membawa Anda ke ekstremisme. Osama bin Laden, adalah anggota Ikhwanul Muslimin; al-Zawahiri, pernah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin; pemimpin ISIS, dulunya adalah anggota Ikhwanul Muslimin. Jadi Ikhwanul adalah sebuah jalan. Ini telah menjadi elemen kuat dalam pembentukan kelompok-kelompok ekstremis dalam beberapa dekade terakhir," sambung dia.
"Tapi itu tidak semua Ikhwanul Muslimin. Perpaduan, banyak hal dan banyak peristiwa, tidak hanya dari dunia Muslim, bahkan dari Amerika, misalnya invasi ke Irak, yang memberi kesempatan bagi para ekstremis untuk menyebarkan massa dan menggalang pengikutnya. Juga benar bahwa beberapa ekstremis di Arab Saudi, bukan ekstremis Ikhwanul Muslimin, memainkan peran di area ini, terutama setelah revolusi 1979 di Iran, dan pembajakan Masjidil Haram di Makkah," imbuh dia.
Calon raja yang saat ini menjabat sebagai wakil perdana menteri dan menteri pertahanan itu menekankan bahwa jiwa Arab Saudi terletak pada seperangkat pandangan dan keyakinan yang didasarkan pada Islam serta pada budaya, suku, dan kerajaan.
"Negara kami didirikan di atas ini dan jika kami menyingkirkannya, itu berarti negara ini akan runtuh," katanya dalam wawancara dengan majalah The Atlantic.
Putra Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ini mengatakan bahwa Arab Saudi tidak meremehkan keyakinannya karena itu merupakan jiwanya.
“Masjid Suci ada di Arab Saudi dan tidak ada yang bisa menghapusnya, dan kami memiliki tanggung jawab terhadap Masjidil Haram selamanya dan kami ingin menempatkan negara kami di jalan yang benar demi rakyat Saudi kami, demi wilayah ini, dan demi seluruh dunia berdasarkan keyakinan kita pada perdamaian dan koeksistensi dan kebutuhan kita untuk menambah nilai bagi seluruh dunia,” paparnya.
Putra Mahkota menegaskan kembali bahwa Kerajaan Arab Saudi akan kembali ke ajaran Islam yang sebenarnya, cara hidup Nabi dan empat Khalifah yang Dibimbing, yang merupakan masyarakat yang terbuka dan damai.
"Mereka memiliki orang-orang Kristen dan Yahudi yang hidup di bawah kekuasaan mereka. Mereka mengajari kami untuk menghormati semua budaya, semua agama, apapun itu," ujarnya.
"Ajaran Nabi dan keempat Khalifah ini–mereka sempurna. Kami akan kembali ke akarnya, ke hal yang sebenarnya," lanjut dia.
"Yang terjadi adalah para ekstrimis membajak dan mengubah agama kita menjadi sesuatu yang baru untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka mencoba membuat orang memandang Islam dengan cara mereka. Dan masalahnya adalah tidak ada yang berdebat dengan mereka, dan tidak ada yang melawan mereka dengan serius. Jadi mereka memiliki kesempatan untuk menyebarkan semua pandangan ekstremis ini, yang mengarah pada pembentukan kelompok teroris paling ekstrem, baik di dunia Sunni maupun Syiah," paparnya.
Menjawab pertanyaan tentang Arab Saudi yang mempromosikan Islam moderat, Putra Mahkota mengatakan bahwa dia tidak menggunakan istilah "Islam moderat", karena istilah ini akan membuat para ekstremis dan teroris bahagia.
"Ini adalah kabar baik bagi mereka jika kita menggunakan istilah ini. Jika kita mengatakan 'Islam moderat', ekspektasinya adalah bahwa kita di Arab Saudi dan negara-negara Muslim lainnya mengubah Islam menjadi sesuatu yang baru, yang tidak benar," katanya.
Pangeran Mohammed bin Salman mencatat bahwa Ikhwanul Muslimin memainkan peran besar dalam menciptakan semua ekstremisme karena mereka adalah jembatan yang membawa orang lain ke ekstremisme.
“Ketika Anda berbicara dengan mereka, mereka tidak akan menjadi ekstremis, tetapi mereka membawa Anda ke ekstremisme. Osama bin Laden, adalah anggota Ikhwanul Muslimin; al-Zawahiri, pernah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin; pemimpin ISIS, dulunya adalah anggota Ikhwanul Muslimin. Jadi Ikhwanul adalah sebuah jalan. Ini telah menjadi elemen kuat dalam pembentukan kelompok-kelompok ekstremis dalam beberapa dekade terakhir," sambung dia.
"Tapi itu tidak semua Ikhwanul Muslimin. Perpaduan, banyak hal dan banyak peristiwa, tidak hanya dari dunia Muslim, bahkan dari Amerika, misalnya invasi ke Irak, yang memberi kesempatan bagi para ekstremis untuk menyebarkan massa dan menggalang pengikutnya. Juga benar bahwa beberapa ekstremis di Arab Saudi, bukan ekstremis Ikhwanul Muslimin, memainkan peran di area ini, terutama setelah revolusi 1979 di Iran, dan pembajakan Masjidil Haram di Makkah," imbuh dia.
(min)