Mencuri karena Lapar, Wanita dan Anak Diikat ke Tiang Lampu di Ukraina
loading...
A
A
A
KIEV - Foto orang-orang di Ukraina yang diikat di tiang lampu dan disemprot dengan pewarna antiseptik hijau muncul di media sosial pada Senin (21/3/2022).
Menurut laporan, foto-foto itu diambil di kota Lviv, Ukraina. Para korban dilaporkan adalah orang Roma atau juga dikenal sebagai Gipsi.
Beberapa orang, termasuk remaja dan keluarga dengan wanita dan anak-anak, dilaporkan diikat ke tiang lampu dengan lakban.
Wajah mereka disemprot dengan pewarna antiseptik yang dikenal sebagai “zelyonka” di negara-negara bekas Soviet.
Zat berwarna hijau itu sangat sulit untuk dibersihkan dan dapat menyebabkan luka bakar kimia pada mata.
Menurut media lokal, para korban dihukum karena mencoba mencuri dari penumpang di bus. Namun, ada klaim di media sosial bahwa mereka hanya mencoba mencuri makanan, karena mereka kelaparan setelah melarikan diri dari Kiev.
Beberapa pengguna media sosial mengatakan hukuman berat itu karena kewarganegaraan korban.
Tindakan keji itu dituduhkan pada anggota Pasukan Pertahanan Teritorial, cabang sukarelawan militer Ukraina yang baru-baru ini didirikan. Pria berseragam dan bertopeng terlihat dalam gambar dari lokasi itu.
Lviv yang terletak di Ukraina barat dekat perbatasan Polandia, sejauh ini sebagian besar terhindar dari konflik yang sedang berlangsung di negara itu.
Pada pertengahan Maret, Rusia mengebom pangkalan tentara bayaran di Yavoriv di luar kota.
Moskow mengatakan hingga 180 orang asing yang pergi berperang untuk Kiev tewas di sana. Ukraina menyebutkan jumlah korban tewas 35 orang.
Laporan penganiayaan terhadap warga asing dan minoritas oleh kelompok radikal juga terjadi di bagian lain Ukraina sejak serangan Rusia dimulai pada akhir Februari.
Ada insiden siswa Afrika ditolak masuk ke kereta api dan bus yang membawa pengungsi ke luar negeri.
Keturunan Afrika yang berhasil mencapai perbatasan dengan Polandia dilarang oleh penjaga perbatasan untuk berdiri di barisan yang sama dengan warga negara Ukraina. Mereka disebut N-word, dan bahkan ada yang dipukuli.
Uni Afrika telah mengecam insiden ini sebagai "sangat rasis dan melanggar hukum internasional."
Warga India yang belajar di Ukraina mengatakan kepada media Rusia tentang perlakuan serupa yang diskriminatif.
Mereka juga mengeluh karena diusir dari tempat perlindungan bom, dengan penduduk setempat mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak akan membantu mereka karena India tidak membantu Ukraina dalam konflik.
Moskow mengirim pasukan ke negara tetangga bulan lalu menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Kiev menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk mengatur status wilayah di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Tujuan lain dari operasi militer adalah untuk "mendenazifikasi" negara itu, menurut Moskow.
Kiev bersikeras bahwa serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya merencanakan untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Menurut laporan, foto-foto itu diambil di kota Lviv, Ukraina. Para korban dilaporkan adalah orang Roma atau juga dikenal sebagai Gipsi.
Beberapa orang, termasuk remaja dan keluarga dengan wanita dan anak-anak, dilaporkan diikat ke tiang lampu dengan lakban.
Wajah mereka disemprot dengan pewarna antiseptik yang dikenal sebagai “zelyonka” di negara-negara bekas Soviet.
Zat berwarna hijau itu sangat sulit untuk dibersihkan dan dapat menyebabkan luka bakar kimia pada mata.
Menurut media lokal, para korban dihukum karena mencoba mencuri dari penumpang di bus. Namun, ada klaim di media sosial bahwa mereka hanya mencoba mencuri makanan, karena mereka kelaparan setelah melarikan diri dari Kiev.
Beberapa pengguna media sosial mengatakan hukuman berat itu karena kewarganegaraan korban.
Tindakan keji itu dituduhkan pada anggota Pasukan Pertahanan Teritorial, cabang sukarelawan militer Ukraina yang baru-baru ini didirikan. Pria berseragam dan bertopeng terlihat dalam gambar dari lokasi itu.
Lviv yang terletak di Ukraina barat dekat perbatasan Polandia, sejauh ini sebagian besar terhindar dari konflik yang sedang berlangsung di negara itu.
Pada pertengahan Maret, Rusia mengebom pangkalan tentara bayaran di Yavoriv di luar kota.
Moskow mengatakan hingga 180 orang asing yang pergi berperang untuk Kiev tewas di sana. Ukraina menyebutkan jumlah korban tewas 35 orang.
Laporan penganiayaan terhadap warga asing dan minoritas oleh kelompok radikal juga terjadi di bagian lain Ukraina sejak serangan Rusia dimulai pada akhir Februari.
Ada insiden siswa Afrika ditolak masuk ke kereta api dan bus yang membawa pengungsi ke luar negeri.
Keturunan Afrika yang berhasil mencapai perbatasan dengan Polandia dilarang oleh penjaga perbatasan untuk berdiri di barisan yang sama dengan warga negara Ukraina. Mereka disebut N-word, dan bahkan ada yang dipukuli.
Uni Afrika telah mengecam insiden ini sebagai "sangat rasis dan melanggar hukum internasional."
Warga India yang belajar di Ukraina mengatakan kepada media Rusia tentang perlakuan serupa yang diskriminatif.
Mereka juga mengeluh karena diusir dari tempat perlindungan bom, dengan penduduk setempat mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak akan membantu mereka karena India tidak membantu Ukraina dalam konflik.
Moskow mengirim pasukan ke negara tetangga bulan lalu menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Kiev menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk mengatur status wilayah di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Tujuan lain dari operasi militer adalah untuk "mendenazifikasi" negara itu, menurut Moskow.
Kiev bersikeras bahwa serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya merencanakan untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)