40.000 Warga Suriah Dilaporkan Mendaftar untuk Berperang di Ukraina

Selasa, 15 Maret 2022 - 14:59 WIB
loading...
40.000 Warga Suriah...
40 ribu warga Suriah dilaporkan mendaftar untuk berperang di Ukraina. Foto/Ilustrasi
A A A
DAMASKUS - Rusia telah mendaftarkan lebih dari 40.000 personel militer Suriah untuk berperang melawan Ukraina. Begitu laporan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), sebuah kelompok non-pemerintah Suriah.

Setelah Kedutaan Besar Ukraina melaporkan hampir 3.000 orang Amerika mendaftar untuk bergabung dengan Legiun Internasional Pertahanan Teritorial, sebuah koalisi yang bertujuan untuk membantu memperkuat militer Ukraina melawan invasi Moskow, Rusia juga telah menjangkau negara-negara tetangga untuk meminta bala bantuan.

"Sejauh ini, lebih dari 40.000 pejuang telah mendaftar untuk mendaftar," kata SOHR, mencatat bahwa ini bukan "sukarelawan" tetapi telah mendaftar dengan janji untuk menerima "gaji dan hak istimewa," seperti dilansir dari Newsweek, Selasa (15/3/2022).



Menurut sebuah publikasi yang berbasis di Deir Ezzor, Suriah, Rusia telah menawarkan gaji bulanan personel militer dari USD200 (Rp2,8 juta) hingga USD300 (Rp4,2 juta) selama enam bulan, termasuk "hak istimewa" lainnya.

Pekan lalu, Departemen Pertahanan (Dephan) Amerika Serikat (AS) memperingatkan bahwa Rusia merekrut tentara bayaran Suriah untuk bergabung dalam pertempuran di Ukraina.

“Kami merasa perlu dicatat bahwa (Presiden Rusia Vladimir Putin) percaya bahwa dia perlu mengandalkan pejuang asing untuk melengkapi komitmen kekuatan tempur yang sangat signifikan di Ukraina seperti sekarang ini,” kata juru bicara Dephan AS, menambahkan bahwa Rusia "frustrasi oleh perlawanan keras Ukraina," dan mencatat bahwa Rusia belum membuat banyak kemajuan dalam beberapa hari terakhir.



“Pasukan tambahan ini akan ditempatkan untuk menanggapi lingkungan keamanan saat ini sehubungan dengan agresi baru Rusia terhadap Ukraina dan untuk memperkuat kemampuan pencegahan dan pertahanan NATO, khususnya sayap timur, dan kami akan menyesuaikan postur saat kondisi berkembang," kata pejabat itu.

Pada 2015, menurut Britannica, otoritas Presiden Suriah Bashar al-Assad menghadapi tantangan dari pengunjuk rasa pro-demokrasi yang menuntut diakhirinya praktik otoriter. Assad dilaporkan menggunakan kekerasan untuk menekan aksi demonstrasi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1296 seconds (0.1#10.140)