Rincian Asal dan Kemampuan 16.000 Relawan Asing yang Bantu Rusia di Ukraina

Jum'at, 11 Maret 2022 - 19:17 WIB
loading...
Rincian Asal dan Kemampuan 16.000 Relawan Asing yang Bantu Rusia di Ukraina
Pejuang dari Brigade Perlawanan Populer mengikuti parade militer di Idlib, Suriah. Foto/tass
A A A
MOSKOW - Lebih dari 16.000 relawan asing menunggu untuk dikerahkan ke wilayah konflik di Ukraina. Mereka bersedia membantu Rusia dalam perang tersebut.

Lantas siapakah para relawan asing itu dan apa saja kemampuan mereka?

Terungkap dalam keterangan pemerintah Rusia bahwa banyak dari mereka berasal dari Timur Tengah.



Para relawan asing itu juga berpengalaman dalam memerangi kelompok Negara Islam (ISIS). Tak hanya itu, para relawan itu juga memiliki pengalaman dalam perang kota.



Keahlian dalam perang kota saat ini sangat dibutuhkan Rusia yang hendak merebut Kiev dan kota-kota besar lainnya di Ukraina.



Para relawan asing itu ingin pergi ke Ukraina dan bergabung dengan pasukan Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (DPR dan LPR) yang didukung Rusia, menurut Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu pada Jumat (11/3/2022).

Selama pertemuan Dewan Keamanan Nasional, Sergey Shoigu menyarankan untuk memberi mereka lampu hijau datang ke Ukraina.

“Kami percaya akan tepat untuk menanggapi permintaan tersebut secara positif, terutama karena mereka melakukannya bukan untuk uang, tetapi karena itu adalah keinginan mereka. Kami mengenal banyak dari orang-orang itu, mereka membantu kami melawan ISIS pada saat yang paling sulit dalam 10 tahun terakhir,” ungkap Sergey Shoigu, dilansir RT.com.



Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dia mendukung gagasan itu. Dia menunjukkan bahwa lawan Rusia di Ukraina merekrut sukarelawan asing.

“Sponsor Barat Ukraina, rezim Ukraina, jangan menyembunyikannya, melakukannya di tempat terbuka, melanggar hukum internasional,” tegas Putin, setelah menyebut pejuang asing yang bepergian untuk memperjuangkan Ukraina sebagai “tentara bayaran.”

Kiev telah mengizinkan sukarelawan asing datang ke Ukraina dan berperang melawan pasukan Rusia di sana.

Beberapa negara Barat memperingatkan anggota dinas militer aktif mereka agar tidak menanggapi panggilan tersebut.

Meskipun demikian, Kiev mengklaim sekitar 20.000 warga asing dari 52 negara telah setuju membantu perjuangannya melawan Rusia.

Kemudian pada Jumat, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengkonfirmasi bahwa para sukarelawan yang dibahas pada pertemuan Dewan Keamanan akan datang dari Timur Tengah, dan khususnya dari Suriah.

Dia menekankan belum ada diskusi tentang mengizinkan warga Rusia untuk pergi ke garis depan dalam kapasitas sukarela.

Selama pertemuan di Moskow, Shoigu juga menyarankan mempersenjatai dengan senjata yang lebih canggih di wilayah Ukraina yang memisahkan diri, yang telah diakui Moskow sebagai negara berdaulat.

Dia mengatakan pasukan Rusia telah menangkap banyak perangkat keras militer dari Ukraina, termasuk rudal anti-pesawat dan rudal portabel anti-tank yang dipasok Barat, yang, katanya, dapat dimanfaatkan pejuang di Donbass.

Presiden Rusia juga menyetujui proposal ini, dengan mengatakan dia akan menandatangani perintah yang relevan jika diperlukan.

Menteri Pertahanan Rusia juga mengangkat isu penumpukan NATO di Eropa Timur, yang telah dilakukan di tengah permusuhan di Ukraina.

Militer Rusia memiliki rencana melawannya, Shoigu melaporkan. Putin mengatakan masalah ini membutuhkan pertimbangan lebih lanjut.

Moskow menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Ukraina menerapkan ketentuan perjanjian Minsk.

Rusia kemudian mengakui kemerdekaan Republik Donbass di Donetsk dan Lugansk. Protokol yang ditengahi Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.

Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1216 seconds (0.1#10.140)