Peringatan Keras Rusia: Perang Dunia Ketiga Pakai Nuklir dan Jadi Bencana

Kamis, 03 Maret 2022 - 00:01 WIB
loading...
Peringatan Keras Rusia: Perang Dunia Ketiga Pakai Nuklir dan Jadi Bencana
Pesawat pembom strategis Rusia Tu-160 yang dapat membawa bom nuklir terbang saat Parade Hari Kemenangan di Moskow, Rusia, 24 Juni 2020. Foto/REUTERS
A A A
MOSKOW - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov memberikan peringatan keras bahwa jika dilepaskan, Perang Dunia Ketiga akan dilancarkan dengan memakai senjata nuklir dan itu akan jadi bencana.

Peringatan mengerikan itu diungkapkan saat diwawancarai Al Jazeera pada Rabu (2/3/2022).

Sebelumnya, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan delegasi Rusia akan menunggu rekan-rekan Ukraina di Belarusia untuk memulai putaran kedua pembicaraan bilateral.



Akhir pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berpendapat satu-satunya alternatif adalah menjatuhkan sanksi kepada Rusia karena "invasi" ke Ukraina akan jadi awal Perang Dunia Ketiga.



Klaim yang dilontarkan Washington dan sekutu Baratnya jadi alasan memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia, termasuk menutup wilayah udara mereka untuk semua penerbangan Rusia dan memberikan sanksi kepada sejumlah bank dan pejabat Rusia.



Menyinggung situasi di Ukraina, Lavrov mengatakan Moskow sedang mempersiapkan putaran kedua pembicaraan dengan Kiev, tetapi pihak Ukraina menyeret kakinya atas perintah Washington.

"Kami siap untuk putaran kedua negosiasi, tetapi pihak Ukraina bermain mengulur waktu atas perintah AS," ujar Lavrov.



Dia juga mengatakan, "Barat telah menolak memenuhi tuntutan kami untuk pembentukan arsitektur keamanan Eropa yang baru".

Diplomat top Rusia itu mengacu pada proposal Moskow tentang jaminan keamanan, yang dirilis Kementerian Luar Negeri Rusia pada Desember 2021.

Proposal itu membayangkan komitmen yang mengikat secara hukum oleh Moskow dan Washington untuk tidak mengerahkan senjata dan pasukan di daerah-daerah di mana mereka mungkin menjadi ancaman bagi keamanan nasional satu sama lain.

Sejalan dengan proposal itu, Moskow juga menuntut agar NATO menghentikan ekspansi ke timur menuju perbatasan Rusia dan menghindari mengundang negara-negara pasca-Soviet ke dalam aliansi Barat, atau membuat pangkalan militer di wilayah mereka.

Selain itu, Lavrov menjelaskan Rusia tidak akan mengizinkan Ukraina mendapatkan senjata nuklir, menyindir Presiden Ukraina Zelensky yang mengancam bulan lalu untuk merevisi status non-nuklir Ukraina dan memulai pembicaraan tentang Memorandum Budapest.

Memorandum Budapest tentang Jaminan Keamanan terdiri dari tiga perjanjian politik identik yang ditandatangani pada konferensi Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) di Budapest, Hongaria, pada 5 Desember 1994.

Memorandum tersebut menetapkan jaminan keamanan oleh para penandatangannya mengenai aksesi Belarusia, Kazakhstan, dan Ukraina untuk Non-Proliferasi Nuclear Weapons Treaty.

Memorandum itu awalnya ditandatangani tiga kekuatan nuklir, termasuk Rusia, Inggris, dan AS.



Secara terpisah dalam wawancara Al Jazeera, Lavrov menegaskan Krimea adalah bagian penting dari Rusia dan topik tersebut "tidak dapat didiskusikan".

Lavrov berbicara setelah juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan delegasi Rusia akan menunggu para negosiator Ukraina di lokasi pembicaraan pada Rabu malam.

Peskov sebelumnya menegaskan ajudan Presiden Rusia Vladimir Medinsky tetap menjadi negosiator utama Rusia dalam pembicaraan Rusia dengan Ukraina.

Pernyataan itu menyusul para pejabat Rusia dan Ukraina yang mengakhiri putaran pertama pembicaraan di wilayah Gomel, Belarusia pada Senin.

Pembicaraan tersebut bertujuan menemukan cara untuk mengakhiri konflik Ukraina.

Vladimir Medinsky mengatakan kepada wartawan bahwa selama negosiasi, kedua pihak berhasil menemukan "beberapa poin umum" di mana mereka "memprediksi posisi umum dapat ditemukan".

Dia mengatakan kedua belah pihak telah menyepakati putaran kedua negosiasi, yang dijadwalkan di Belarusia akhir pekan ini.

Pernyataan itu dikuatkan Leonid Slutsky, anggota delegasi Rusia dan kepala Komite Urusan Luar Negeri Duma, yang menekankan kedua belah pihak telah menemukan "sejumlah poin penting di mana kemajuan dapat dicapai".

"Delegasi Ukraina siap mendengarkan dan berpartisipasi dalam diskusi paling rinci tentang esensi masalah dalam agenda hari ini. Hasil utamanya adalah bahwa negosiasi itu sendiri terjadi, bahwa para pihak saling mendengar," ungkap Slutsky.

Pembicaraan itu dilakukan di tengah operasi militer khusus Rusia untuk demiliterisasi dan "de-Nazify" Ukraina, yang diumumkan Presiden Vladimir Putin pada 24 Februari 2022.

Langkah Putin itu setelah permintaan oleh Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (DPR dan LPR) untuk bantuan menyusul peningkatan serangan oleh tentara Ukraina.



Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia telah berulang kali menggarisbawahi angkatan bersenjata negara itu hanya menargetkan infrastruktur militer Ukraina dengan senjata presisi dan bahwa warga sipil Ukraina keluar dari bahaya.

Dalam perkembangan terakhir, juru bicara Kemhan Rusia Igor Konashenkov mengatakan angkatan bersenjata Rusia telah mengambil kendali penuh atas kota Kherson di Ukraina selatan saat DPR dan LPR melanjutkan serangan mereka terhadap Angkatan Darat Ukraina.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1313 seconds (0.1#10.140)