Viral, Mahasiswi Berhijab Dicemooh Massa Hindu di Kampus India
loading...
A
A
A
MANDYA - Seorang mahasiswi muslim berhijab dicemooh massa saya kanan Hindu di kompleks perguruan tinggi di negara bagian Karnataka, India . Serangan verbal itu direkam seseorang dan videonya viral di media sosial sejak Selasa kemarin.
Kejadian itu memicu kemarahanpara kritikus di tengah meningkatnya protes atas larangan jilbab atau hijab di negara bagian selatan India tersebut.
Mahasiswi bernama Muskan Khan tiba-tiba dikelilingi massa pria yang mengenakan syal warna kunyit ketika dia tiba di kampusnya di Mandya. Menurut mahasiswi tersebut, massa yang mengepungnya sebagian besar adalah orang luar kampus.
Larangan jilbab telah membuat para pelajar dan mahasiswi Muslim di wilayah itu marah. Mereka mengatakan itu adalah serangan terhadap keyakinan mereka yang diabadikan dalam konstitusi sekuler India.
Sementara kelompok sayap kanan Hindu telah mencoba untuk mencegah para wanita Muslim memasuki lembaga pendidikan yang menyebabkan ketegangan komunal.
“Saya ke sana hanya untuk menyerahkan tugas; makanya saya masuk kuliah. Mereka tidak mengizinkan saya masuk ke dalam hanya karena saya [mengenakan] hijab,” kata Khan kepada saluran berita NDTV India, yang dilansir Rabu (9/2/2022).
“Setelah itu, mereka mulai meneriakkan slogan ‘Jai Shri Ram [SalamDewa Rama]. Kemudian saya mulai berteriak 'Allahu Akbar [Tuhan Maha Besar]',” katanya, seraya menambahkan bahwa dia akan terus memperjuangkan haknya untuk berhijab.
“Sepuluh persen [dari pengunjuk rasa] berasal dari kampus tetapi [sisanya] adalah orang luar,” kata Khan.
Pemerintah Karnataka yang dijalankan oleh Partai Bharatiya Janata (BJP), partai nasionalis Hindu, pada hari Selasa mengumumkan penutupan lembaga pendidikan selama tiga hari.
Kebuntuan di negara bagian Karnataka—rumah bagi pusat IT India di Bengaluru, telah membangkitkan ketakutan di antara komunitas minoritas tentang apa yang mereka katakan sebagai peningkatan penganiayaan di bawah pemerintahan nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi.
Demonstrasi pecah di salah satu kampus di wilayah tersebut pada hari Selasa. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan di kampus yang dikelola pemerintah. Pasukan polisi juga bermunculan di berbagai sekolah.
Ketua Menteri Basavaraj Bommai dari BJP meminta ketenangan setelah mengumumkan semua sekolah menengah di negara bagian itu akan ditutup selama tiga hari.
“Saya mengimbau kepada seluruh siswa, guru dan manajemen sekolah dan perguruan tinggi untuk menjaga perdamaian dan kerukunan,” katanya.
Para pelajar di sekolah menengah yang dikelola pemerintah diberitahu untuk tidak mengenakan jilbab bulan lalu. Sejak itu kelompok sayap kanan Hindu telah mencoba untuk mencegah para pelajar Muslim berhijab memasuki lembaga pendidikan.
Pemerintah Karnataka, di mana 12 persen dari populasi adalah Muslim, mengatakan dalam perintah pada 5 Februari bahwa semua sekolah harus mengikuti aturan berpakaian yang ditetapkan oleh manajemen.
Media lokal melaporkan pada pekan lalu bahwa beberapa sekolah di kota pesisir Udupi telah menolak masuknya gadis-gadis Muslim yang mengenakan jilbab dengan alasan perintah Kementerian Pendidikan, yang memicu protes dari orang tua dan siswa.
"Tiba-tiba, mereka mengatakan Anda tidak seharusnya memakai jilbab...mengapa mereka mulai sekarang?" kata Ayesha, seorang pelajar remaja di Mahatma Gandhi Memorial College di Udupi.
Ayesha mengatakan seorang guru telah menolaknya dari ujian kimia karena mengenakan pakaian itu.
“Kami tidak menentang agama apapun. Kami tidak memprotes siapa pun. Itu hanya untuk hak kami sendiri,” katanya kepada AFP.
Ketegangan telah mereda lebih lanjut dalam beberapa hari terakhir di Udupi dan di tempat lain di Karnataka yang mayoritas Hindu ketika para siswa dengan selendang safron—biasanya dikenakan oleh kelompok sayap kanan Hindu—memadati ruang kelas untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap larangan jilbab sekolah mereka.
Ikon hak pendidikan Pakistan Malala Yousafzai menyebut larangan jilbab bagi pelajar di wilayah India itu "mengerikan".
"Menolak untuk membiarkan anak perempuan pergi ke sekolah dengan jilbab mereka sangat mengerikan. Objektifikasi wanita tetap ada—untuk memakai lebih sedikit atau lebih. Para pemimpin India harus menghentikan marginalisasi perempuan Muslim," tulis Malala.
Para kritikus mengatakan kemenangan Modi pada pemilu 2014 telah memberanikan supremasi Hindu yang melihat India sebagai negara Hindu dan berusaha untuk melemahkan fondasi sekulernya dengan mengorbankan 200 juta komunitas minoritas Muslim.
Partai oposisi dan kritikus menuduh pemerintah BJP di tingkat federal dan negara bagian mendiskriminasi minoritas agama dan berisiko memicu kekerasan.
Lihat Juga: Pakar Terorisme Bingung, Taleb Abdulmohsen Murtad dan Ateis tapi Serang Pasar Natal Jerman
Kejadian itu memicu kemarahanpara kritikus di tengah meningkatnya protes atas larangan jilbab atau hijab di negara bagian selatan India tersebut.
Mahasiswi bernama Muskan Khan tiba-tiba dikelilingi massa pria yang mengenakan syal warna kunyit ketika dia tiba di kampusnya di Mandya. Menurut mahasiswi tersebut, massa yang mengepungnya sebagian besar adalah orang luar kampus.
Larangan jilbab telah membuat para pelajar dan mahasiswi Muslim di wilayah itu marah. Mereka mengatakan itu adalah serangan terhadap keyakinan mereka yang diabadikan dalam konstitusi sekuler India.
Sementara kelompok sayap kanan Hindu telah mencoba untuk mencegah para wanita Muslim memasuki lembaga pendidikan yang menyebabkan ketegangan komunal.
“Saya ke sana hanya untuk menyerahkan tugas; makanya saya masuk kuliah. Mereka tidak mengizinkan saya masuk ke dalam hanya karena saya [mengenakan] hijab,” kata Khan kepada saluran berita NDTV India, yang dilansir Rabu (9/2/2022).
“Setelah itu, mereka mulai meneriakkan slogan ‘Jai Shri Ram [SalamDewa Rama]. Kemudian saya mulai berteriak 'Allahu Akbar [Tuhan Maha Besar]',” katanya, seraya menambahkan bahwa dia akan terus memperjuangkan haknya untuk berhijab.
“Sepuluh persen [dari pengunjuk rasa] berasal dari kampus tetapi [sisanya] adalah orang luar,” kata Khan.
Pemerintah Karnataka yang dijalankan oleh Partai Bharatiya Janata (BJP), partai nasionalis Hindu, pada hari Selasa mengumumkan penutupan lembaga pendidikan selama tiga hari.
Kebuntuan di negara bagian Karnataka—rumah bagi pusat IT India di Bengaluru, telah membangkitkan ketakutan di antara komunitas minoritas tentang apa yang mereka katakan sebagai peningkatan penganiayaan di bawah pemerintahan nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi.
Demonstrasi pecah di salah satu kampus di wilayah tersebut pada hari Selasa. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan di kampus yang dikelola pemerintah. Pasukan polisi juga bermunculan di berbagai sekolah.
Ketua Menteri Basavaraj Bommai dari BJP meminta ketenangan setelah mengumumkan semua sekolah menengah di negara bagian itu akan ditutup selama tiga hari.
“Saya mengimbau kepada seluruh siswa, guru dan manajemen sekolah dan perguruan tinggi untuk menjaga perdamaian dan kerukunan,” katanya.
Para pelajar di sekolah menengah yang dikelola pemerintah diberitahu untuk tidak mengenakan jilbab bulan lalu. Sejak itu kelompok sayap kanan Hindu telah mencoba untuk mencegah para pelajar Muslim berhijab memasuki lembaga pendidikan.
Pemerintah Karnataka, di mana 12 persen dari populasi adalah Muslim, mengatakan dalam perintah pada 5 Februari bahwa semua sekolah harus mengikuti aturan berpakaian yang ditetapkan oleh manajemen.
Media lokal melaporkan pada pekan lalu bahwa beberapa sekolah di kota pesisir Udupi telah menolak masuknya gadis-gadis Muslim yang mengenakan jilbab dengan alasan perintah Kementerian Pendidikan, yang memicu protes dari orang tua dan siswa.
"Tiba-tiba, mereka mengatakan Anda tidak seharusnya memakai jilbab...mengapa mereka mulai sekarang?" kata Ayesha, seorang pelajar remaja di Mahatma Gandhi Memorial College di Udupi.
Ayesha mengatakan seorang guru telah menolaknya dari ujian kimia karena mengenakan pakaian itu.
“Kami tidak menentang agama apapun. Kami tidak memprotes siapa pun. Itu hanya untuk hak kami sendiri,” katanya kepada AFP.
Ketegangan telah mereda lebih lanjut dalam beberapa hari terakhir di Udupi dan di tempat lain di Karnataka yang mayoritas Hindu ketika para siswa dengan selendang safron—biasanya dikenakan oleh kelompok sayap kanan Hindu—memadati ruang kelas untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap larangan jilbab sekolah mereka.
Ikon hak pendidikan Pakistan Malala Yousafzai menyebut larangan jilbab bagi pelajar di wilayah India itu "mengerikan".
"Menolak untuk membiarkan anak perempuan pergi ke sekolah dengan jilbab mereka sangat mengerikan. Objektifikasi wanita tetap ada—untuk memakai lebih sedikit atau lebih. Para pemimpin India harus menghentikan marginalisasi perempuan Muslim," tulis Malala.
Para kritikus mengatakan kemenangan Modi pada pemilu 2014 telah memberanikan supremasi Hindu yang melihat India sebagai negara Hindu dan berusaha untuk melemahkan fondasi sekulernya dengan mengorbankan 200 juta komunitas minoritas Muslim.
Partai oposisi dan kritikus menuduh pemerintah BJP di tingkat federal dan negara bagian mendiskriminasi minoritas agama dan berisiko memicu kekerasan.
Lihat Juga: Pakar Terorisme Bingung, Taleb Abdulmohsen Murtad dan Ateis tapi Serang Pasar Natal Jerman
(min)