Pakar Takut Seruan Genosida Muslim India Akan Benar-benar Terjadi
loading...
A
A
A
NEW DELHI - Seorang pakar takut seruan genosida Muslim oleh para pemimpin agama Hindu di India akan benar-benar terjadi. Pakar itu pernah meramalkan pembantaian Tutsi di Rwanda beberapa tahun sebelum benar-benar terjadi pada tahun 1994.
Gregory Stanton, pendiri dan direktur Genocide Watch, mengatakan selama briefing Kongres Amerika Serikat (AS) ada “tanda dan proses” awal genosida di negara bagian Assam, India, dan wilayah Kashmir yang dikelola India.
“Kami memperingatkan bahwa genosida bisa saja terjadi di India,” kata Stanton, seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (17/1/2022).
Dia berbicara atas nama organisasi non-pemerintah yang dia luncurkan pada 1999 untuk memprediksi, mencegah, menghentikan, dan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan tersebut.
Stanton mengatakan genosida bukanlah sebuah peristiwa tetapi sebuah proses dan menarik kesejajaran antara kebijakan yang ditempuh oleh Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi dan kebijakan diskriminatif pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya pada tahun 2017.
Di antara kebijakan yang dia kutip adalah pencabutan status otonomi khusus Kashmir yang dikelola India pada 2019–mencabut otonomi khusus Kashmir yang sudah dimiliki selama tujuh dekade–dan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan pada tahun yang sama, yang memberikan kewarganegaraan kepada minoritas agama tetapi mengecualikan umat Islam.
Stanton, mantan dosen studi genosida dan pencegahan di Universitas George Mason di Virginia, mengatakan dia mengkhawatirkan skenario serupa dengan Myanmar, di mana Rohingya pertama kali secara hukum dinyatakan bukan warga negara dan kemudian diusir melalui kekerasan dan genosida.
"Apa yang kita hadapi sekarang adalah jenis plot yang sangat mirip," katanya.
Stanton mengatakan ideologi Hindutva bertentangan dengan sejarah India dan konstitusi India dan menyebut Modi sebagai ekstremis yang telah mengambil alih pemerintahan.
Pada tahun 1989, Stanton mengatakan dia telah memperingatkan presiden Rwanda saat itu Juvénal Habyarimana: "Jika Anda tidak melakukan sesuatu untuk mencegah genosida di negara Anda, akan ada genosida di sini dalam waktu lima tahun".
Gregory Stanton, pendiri dan direktur Genocide Watch, mengatakan selama briefing Kongres Amerika Serikat (AS) ada “tanda dan proses” awal genosida di negara bagian Assam, India, dan wilayah Kashmir yang dikelola India.
“Kami memperingatkan bahwa genosida bisa saja terjadi di India,” kata Stanton, seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (17/1/2022).
Dia berbicara atas nama organisasi non-pemerintah yang dia luncurkan pada 1999 untuk memprediksi, mencegah, menghentikan, dan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan tersebut.
Stanton mengatakan genosida bukanlah sebuah peristiwa tetapi sebuah proses dan menarik kesejajaran antara kebijakan yang ditempuh oleh Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi dan kebijakan diskriminatif pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya pada tahun 2017.
Di antara kebijakan yang dia kutip adalah pencabutan status otonomi khusus Kashmir yang dikelola India pada 2019–mencabut otonomi khusus Kashmir yang sudah dimiliki selama tujuh dekade–dan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan pada tahun yang sama, yang memberikan kewarganegaraan kepada minoritas agama tetapi mengecualikan umat Islam.
Stanton, mantan dosen studi genosida dan pencegahan di Universitas George Mason di Virginia, mengatakan dia mengkhawatirkan skenario serupa dengan Myanmar, di mana Rohingya pertama kali secara hukum dinyatakan bukan warga negara dan kemudian diusir melalui kekerasan dan genosida.
"Apa yang kita hadapi sekarang adalah jenis plot yang sangat mirip," katanya.
Stanton mengatakan ideologi Hindutva bertentangan dengan sejarah India dan konstitusi India dan menyebut Modi sebagai ekstremis yang telah mengambil alih pemerintahan.
Pada tahun 1989, Stanton mengatakan dia telah memperingatkan presiden Rwanda saat itu Juvénal Habyarimana: "Jika Anda tidak melakukan sesuatu untuk mencegah genosida di negara Anda, akan ada genosida di sini dalam waktu lima tahun".