Picu Ketegangan, Korsel Akan Tuntut Pembelot Korut
loading...
A
A
A
SEOUL - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) akan mengajukan tuntutan terhadap dua kelompok aktivis yang telah menyebarkan selebaran anti-Pyongyang.
Pengumuman oleh Kementerian Unifikasi Korsel ini datang sehari setelah Korea Utara (Korut) mengatakan mereka memutuskan semua saluran komunikasi dengan negara itu karena ketidakmampuannya mencegah para pembelot dan aktivis menerbangkan selebaran di seberang perbatasan. (Baca: Nyatakan Musuh, Korut Putus Seluruh Jalur Komunikasi dengan Korsel )
Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel, Yoh Sang-key mengatakan, dua organisasi yang menghadapi tuntutan telah menciptakan ketegangan antara Korsel dan Korut serta menciptakan bahaya bagi kehidupan dan keselamatan warga Korsel di daerah perbatasan seperti dikutip dari AP, Rabu (10/6/2020).
Kementerian Unifikasi Korsel pekan lalu mengatakan pemerintah akan mendorong undang-undang baru untuk melarang aktivis menerbangkan selebaran melintasi perbatasan. Itu dilakukan setelah Korut mengancam akan mengakhiri perjanjian militer antar-Korea yang dicapai pada 2018 untuk mengurangi ketegangan jika Seoul gagal mencegah aksi protes. (Baca: Diancam Adik Kim Jong-un, Korsel Bersumpah Hentikan Selebaran Anti Korut )
Selain memutuskan saluran komunikasi pemerintah dan militer, Korut juga mengatakan akan secara permanen menutup kantor penghubung dan taman pabrik di kota perbatasan Kaesong, yang telah menjadi simbol utama rekonsiliasi. (Baca: Adik Kim Jong-un Kirim Ancaman ke Korsel )
Selama bertahun-tahun, para aktivis melayangkan balon besar ke Korut membawa selebaran mengkritik pemimpin Kim Jong-un atas ambisi nuklirnya dan catatan hak asasi manusia yang menyedihkan. Aksi itu terkadang memicu tanggapan keras dari Korut.
Pada tahun 2014, tentara dari dua negara itu terlibat baku tembak setelah aktivis Korsel melepas balon propaganda di Zona Demiliterisasi, tetapi tidak ada korban yang dilaporkan.
Meskipun Seoul kadang-kadang mengirim petugas polisi untuk menggagalkan aksi para aktivis selama masa-masa sensitif, Seoul sebelumnya menolak seruan Korut untuk sepenuhnya melarang mereka, dengan mengatakan mereka menjalankan kebebasan mereka.
Pengumuman oleh Kementerian Unifikasi Korsel ini datang sehari setelah Korea Utara (Korut) mengatakan mereka memutuskan semua saluran komunikasi dengan negara itu karena ketidakmampuannya mencegah para pembelot dan aktivis menerbangkan selebaran di seberang perbatasan. (Baca: Nyatakan Musuh, Korut Putus Seluruh Jalur Komunikasi dengan Korsel )
Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel, Yoh Sang-key mengatakan, dua organisasi yang menghadapi tuntutan telah menciptakan ketegangan antara Korsel dan Korut serta menciptakan bahaya bagi kehidupan dan keselamatan warga Korsel di daerah perbatasan seperti dikutip dari AP, Rabu (10/6/2020).
Kementerian Unifikasi Korsel pekan lalu mengatakan pemerintah akan mendorong undang-undang baru untuk melarang aktivis menerbangkan selebaran melintasi perbatasan. Itu dilakukan setelah Korut mengancam akan mengakhiri perjanjian militer antar-Korea yang dicapai pada 2018 untuk mengurangi ketegangan jika Seoul gagal mencegah aksi protes. (Baca: Diancam Adik Kim Jong-un, Korsel Bersumpah Hentikan Selebaran Anti Korut )
Selain memutuskan saluran komunikasi pemerintah dan militer, Korut juga mengatakan akan secara permanen menutup kantor penghubung dan taman pabrik di kota perbatasan Kaesong, yang telah menjadi simbol utama rekonsiliasi. (Baca: Adik Kim Jong-un Kirim Ancaman ke Korsel )
Selama bertahun-tahun, para aktivis melayangkan balon besar ke Korut membawa selebaran mengkritik pemimpin Kim Jong-un atas ambisi nuklirnya dan catatan hak asasi manusia yang menyedihkan. Aksi itu terkadang memicu tanggapan keras dari Korut.
Pada tahun 2014, tentara dari dua negara itu terlibat baku tembak setelah aktivis Korsel melepas balon propaganda di Zona Demiliterisasi, tetapi tidak ada korban yang dilaporkan.
Meskipun Seoul kadang-kadang mengirim petugas polisi untuk menggagalkan aksi para aktivis selama masa-masa sensitif, Seoul sebelumnya menolak seruan Korut untuk sepenuhnya melarang mereka, dengan mengatakan mereka menjalankan kebebasan mereka.
(ber)