Tuntut Keadilan untuk Floyd, Eropa Gabung Unjuk Rasa Anti-Rasisme

Selasa, 09 Juni 2020 - 12:07 WIB
loading...
Tuntut Keadilan untuk Floyd, Eropa Gabung Unjuk Rasa Anti-Rasisme
Polisi bentrok dengan demonstran di luar Gedung Parlemen Inggris, Minneapolis, London, kemarin. Foto/Reuters
A A A
MADRID - Eropa telah bergabung dalam aksi unjuk rasa yang menentang segala bentuk diskriminasi dan rasisme. Masyarakat Spanyol telah turun ke jalan untuk menyuarakan keadilan atas George Floyd yang tewas tidak wajar ditangan polisi Amerika Serikat (AS).

Insiden kematian Floyd telah memantik kemarahan orang kulit hitam dan para aktivis HAM, tidak hanya AS, tapi juga Eropa. Para pendemo di Spanyol berkumpul di jalan raya, sekalipun pembatasan sosial untuk mencegah wabah Covid-19 masih berlaku.

Seperti dilansir Reuters, ribuan orang mendatangi Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Madrid untuk menuntut keadilan. Mereka juga berteriak, "Saya tak dapat bernapas," untuk meniru pernyataan terakhir Floyd yang tewas digencet lutut polisi. (Baca: Arab Saudi Tetap Membuka Pintu Bagi Jamaah Haji Tahun Ini?)

"Rasisme tak mengenal perbatasan," kata Leinisa Seemdo, 26, seorang ahli penerjemah bahasa Spanyol dari Cape Verde. "Di semua negara yang pernah saya singgahi, saya telah mengalami berbagai bentuk diskriminasi yang didasarkan pada warna kulit," katanya.

Wilayah Rome's Piazza del Popolo telah sunyi selama delapan menit untuk mengenang Floyd yang juga digencet selama delapan menit. Sebagian besar dari pendemo berlutut dan mengangkat tinju ke langit.

"Kami tak bisa bernapas," teriak orang-orang di tengah kerumunan pendemo setelah selesai mengheningkan cipta. "Sangat sulit hidup di sini," kata Morikeba Samate, 32, satu dari ribuan imigran asal Senegal yang datang ke Italia melalui perjalanan yang sangat berbahaya.

Kematian Floyd bulan lalu memicu kerusuhan paling besar, luas, dan serius di AS sejak pembunuhan Martin Luther King pada 1968. Pelaku, Derek Chauvin, dipecat dari kepolisian dan didakwa pembunuhan tingkat. Adapun tiga rekannya didakwa lebih ringan.

Ribuan orang juga berkumpul dan berdemo di depan Kedubes AS di Budapest, Hungaria. Mereka melakukan demonstrasi di Szabadsag Square dan menuntut adanya keadilan bagi seluruh masyarakat AS tanpa memandang ras. (Baca juga: Korsel Kerahkan Robot untuk Bantu Cegah Penyebaran Covid-19)

"Jika kita ingin hidup di dunia yang lebih baik, kita harus mengubah cara kita hidup secara radikal," kata G Ras, penyanyi reggae Hungaria. Ribuan pendemo juga berkumpul dan melakukan protes serupa di Belanda.

Masyarakat Inggris juga memberikan tekanan pada AS. Warga kulit hitam setempat telah melakukan demonstrasi di berbagai kota untuk menunjukkan persaudaraan dengan warga kulit hitam di AS, terutama untuk menentang diskriminasi dan rasisme.

Artis hip hop Stormzy juga bergabung dalam tumpukan pendemo di London, meski larangan pembatasan sosial masih berlaku. Pada hari kedua demonstrasi, sebagian pengunjuk rasa baku hantam dengan polisi di Downing Street.

Di Bristol, kota yang dikenal sebagai pusat perdagangan perbudakan, patung Edward Colston telah dirobohkan dan dilempar menuju laut. Di Edinburgh, penyanyi Lewis Capaldi juga turut mendukung perjuangan melawan anti-rasisme. (Baca juga: Rusia: Masalah Rasisme di AS Sudah Terlalu Besar, Sulit Disembunyikan)

Di Lausanne, Swiss, para pengunjuk rasa kulit hitam membawa spanduk bertuliskan "Warga kulit kami bukan sebuah ancaman". "Pembunuhan Floyd membangunkan banyak orang terkait ketidakadilan," kata Ange Kaze.

Sejumlah lokasi di Brussels juga ramai dengan bentrokan, sedangkan demonstrasi di Kopenhagen berjalan dengan damai. Kerusuhan juga terjadi di Goteborg, Swedia. Sebanyak 2.000 orang dari 50 orang yang diperbolehkan telah berkunpul.

Pemerintahan Eropa berupaya mengendalikan situasi agar demonstrasi tersebut tidak menyebabkan wabah Covid-19 kembali menyebar luas. Di Prancis, puluhan ribu warga turun ke jalan raya. Para pemain Jerman juga berlutut untuk mengenang Floyd.

Resesi ekonomi dan marginalisasi selama Covid-19 membuat warga marah. Ketegangan sosial dan sikap Presiden AS Donald Trump juga membuat masyarakat semakin gerah. Perpecahan ras dalam skala besar tidak pernah terjadi di AS sejak 1960-an.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, demonstrasi di London telah diikuti dengan anarkisme. Dia mengatakan, setiap warga berhak melakukan protes, tapi tindak kekerasan tidak bisa dibenarkan dan berlawanan dengan tuntutan protes. (Baca juga: Pemerintah Diingatkan Hati-Hati Buka Sekolah di Zona Hijau)

Ribuan pendemo di seluruh Inggris melakukan demonstrasi secara damai. Namun, kerusuhan pecah di London hingga menyebabkan delapan petugas kepolisian terluka dan 12 pendemo ditangkap.

"Awalnya demo berjalan damai, tapi lambat laun pendemo melanggar protokol dan melakukan tindak kekerasan. Hal itu tidak bisa dibenarkan," kata Jo Edwards dari Metropolitan Police. Johnson juga mengutuk kekerasan terhadap aparat keamanan.

Seorang polisi dilaporkan mengalami luka di kepala. Pada malam hari, keamanan diserahkan kepada polisi anti-huru hara untuk menjaga ketertiban umum mengingat beberapa orang masih melakukan demo di Westminster. Para pendemo telah melemparkan botol kepada polisi sehingga polisi melakukan perintah pembubaran.

Patung juragan perbudakan di Bristol pada abad ke-17 Edward Colston juga dirobohkan. Para pendemo menggencet leher patung itu saat difoto untuk menunjukkan perlawanan. Pemerintah lokal mengutuk keras aksi tersebut. Polisi akan menyelidikinya secara lebih mendalam. (Lihat Videonya: Serbuk Emas Ditemukan, Warga Ramai-ramai Dulang di Sungai Landaka)

Di Kompleks Parlemen Inggris, patung Winston Churchill juga dicorat-coret. Sebagian pejabat Inggris mendukung aksi perlawanan terhadap rasisme dan diskriminasi. Sebab, Inggris juga menghadapi permasalahan serupa. (Muh Shamil)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1585 seconds (0.1#10.140)