Dalam Perang Lawan Corona, Sepak Terjang Mossad Tak Lagi Rahasia
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Ketika Menteri Kesehatan Israel Yaakov Litzman terinfeksi virus corona baru, COVID-19, awal bulan ini, semua pejabat senior yang dekat dengannya dikarantina. Yang mengejutkan, para pejabat itu termasuk Direktur Mossad, Yossi Cohen.
Mossad merupakan salah satu badan intelijen Israel yang terkenal karena sepak terjangnya yang dianggap "rapi" atau rahasia.
Para agen Mossad—terutama yang terkait dengan operasi penyamaran di luar negeri atas nama perlindungan Israel—biasanya tidak berada dalam bisnis kesehatan masyarakat. Jadi, ketika badan intelijen itu diterjunkan dalam perang melawan COVID-19, semua pihak termasuk publik Israel menjadi tertarik untuk menyimaknya.
Mengapa Direktur Mossad Yossi Cohen, seorang tokoh yang dihormati di negara mayoritas Yahudi itu, berada di ruangan yang sama dengan Menteri Kesehatan Yaakov Litzman?
Jawabannya tak lain karena bos Mossad itu sedang terlibat dalam perang Israel melawan pandemi COVID-19. Badan intelijen yang sejatinya untuk operasi kontra-teroris itu menjadi salah satu aset Israel yang paling berharga dalam memperoleh peralatan medis dan teknologi manufaktur di luar negeri. Demikian diungkap para pejabat medis dan keamanan negara tersebut.
Ketika negara-negara di seluruh dunia bersaing ketat untuk memperoleh pasokan medis yang langka selama pandemi COVID-19, mereka dengan segala cara berupaya memperolehnya.
Menurut beberapa sumber yang mengetahui operasi Mossad, badan intelijen andalan Israel ini menetapkan bahwa Iran—yang sedang berjuang dengan krisis COVID-19-nya sendiri, tidak lagi menjadi ancaman keamanan langsung—badan intelijen tersebut leluasa terjun ke dalam darurat kesehatan.
Prediksi awal untuk jumlah korban virus corona baru di Israel sangat mengerikan, meskipun sejauh ini belum terbukti. Data dari worldometers, Senin (13/4/2020), Israel memiliki 11.235 kasus COVID-19 dengan 110 kematian. Sejauh ini 1.689 pasien berhasil disembuhkan.
"Tingkat ekspansi maksimum telah di belakang kami selama sekitar dua minggu dan mungkin akan menurun hampir seluruhnya dalam dua minggu," bunyi sebuah artikel yang diterbitkan hari Minggu oleh Profesor Isaac Ben Israel dari Universitas Tel Aviv.
Namun pada awal Februari, para pejabat di Sheba Medical Center, rumah sakit terbesar Israel, menyadari bahwa mereka membutuhkan lebih banyak ventilator dan peralatan lainnya. Sekitar waktu itulah, Profesor Yitshak Kreiss, direktur jenderal rumah sakit tersebut, bertemu dengan Cohen dalam sebuah acara pribadi yang melibatkan "teman bersama", yang tidak biasa di negara kecil di mana tokoh-tokoh berpangkat tinggi sering kali mereka bergerak di lingkaran sosial yang sama.
Pada saat itu, Cohen sudah mulai mengevaluasi bagaimana Mossad dapat membantu sistem kesehatan Israel. Profesor Kreiss mengatakan dia mendaftar kebutuhan peralatan paling mendesak yang disodorkan kepada Cohen. Sejak itu, Mossad mulai mengaktifkan jaringan internasionalnya untuk menemukan barang-barang yang diperlukan.
Pada awal Maret, pusat komando dan kontrol didirikan untuk menangani distribusi peralatan medis di seluruh negeri, dengan Cohen di pucuk pimpinan dan berbasis di Sheba. Ada perwakilan Mossad, divisi pembelian Kementerian Pertahanan dan Unit 81 intelijen militer yang sangat rahasia, yang berurusan dengan pengembangan tim spionase tingkat lanjut.
Profesor Kreiss, mantan Brigadir Jenderal Angkatan Darat dan mantan Ahli Bedah Jenderal Angkatan Bersenjata, mengatakan Mossad telah berperan penting dalam membantu lembaganya mendapatkan peralatan medis yang penting dan pengalaman dari luar negeri.
"Hanya di Israel rumah sakit Sheba bisa meminta bantuan Mossad," katanya dalam sebuah wawancara. "Bisakah Anda bayangkan Rumah Sakit Mount Sinai pergi ke CIA untuk minta bantuan?," tanya dia, merujuk pada Pusat Medis New York.
Profesor Kreiss menolak untuk mengatakan dengan tepat bagaimana para pejabat Mossad telah membantu lembaga medis Israel atau dari mana peralatan impor itu berasal. Tetapi menurut enam pejabat Israel saat ini atau mantan yang memiliki pengetahuan tentang operasi Mossad, badan tersebut menggunakan kontak internasional untuk menghindari kekurangan pasokan yang bisa merusak sistem kesehatan Israel.
Keenam orang, yang berbicara dengan syarat anonim karena kegiatan Mossad diklasifikasikan, mengatakan kontak agen spionase telah terbukti sangat berharga dalam memungkinkan Israel untuk mendapatkan ventilator dan material tes COVID-19. Namun, terlepas dari upaya-upaya itu, masih ada kekurangan kapasitas di negara mayoritas Yahudi tersebut.
Enam orang itu menolak mengonfirmasi laporan media non-Israel bahwa beberapa barang diperoleh dari negara-negara Arab yang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel.
Tetapi setidaknya seorang pejabat senior Mossad mengakui dalam sebuah wawancara dengan Ilana Dayan, pembawa acara "Uvda" di Channel 12, bahwa dalam beberapa kasus, agen-agen intelijen itu telah membeli pasokan yang sebenarnya sudah dipesan oleh negara-negara lain.
Pada akhir minggu pertama bulan April, orang-orang yang mengetahui operasi Mossad mengatakan Cohen yakin bahwa operasi badan intelijen tersebut telah memastikan bahwa Israel memiliki cukup ventilator untuk menghadapi prediksi terburuk.
Jika Litzman—yang awalnya bersikap arogan terhadap wabah virus telah dikritik dengan keras, mengindikasikan beberapa kelemahan dalam respons pemerintah—bagi banyak orang Israel, Mossad mewakili yang sebaliknya. Berita bantuan badan intelijen itu dalam perang melawan pandemi corona telah memperkuat citra Mossad sebagai salah satu lembaga pemerintah yang paling dikagumi di negera itu.
"Tidak ada waktu untuk kalah," kata Profesor Kreiss memuji apa yang dia gambarkan sebagai tekad bulat dari para agen Mossad. "Bagian dari semangatnya adalah melaksanakan tugasnya dengan cara apa pun," katanya lagi seperti dikutip New York Times.
Etos itu telah membantu membangun reputasi Mossad. Badan mata-mata tersebut terkenal karena penangkapan buron Nazi Adolph Eichmann pada 1960, respons mematikannya setelah pembantaian atlet-atlet Israel di Olimpiade Munich 1972, dan pencurian dokumen rahasia nuklir Iran pada 2018, yang dianggap Israel sebagai musuh paling berbahaya mereka.
Namun, badan itu juga memiliki beberapa kelemahan besar, termasuk upaya pembunuhan yang gagal pada 1997 terhadap Khaled Meshal, seorang tokoh terkemuka Hamas.
Hingga taraf tertentu, keterlibatan Mossad dalam perang melawan pandemi COVID-19 ini sangat memalukan bagi pejabat Kementerian Kesehatan, yang biasanya berbicara secara bebas kepada media, tetapi menolak mengomentari aspek apa pun dari peran layanan mata-mata itu.
Fakta bahwa sistem kesehatan negara itu harus merekrut Mossad adalah bukti bahwa rezim Zionis tidak siap untuk menanggapi jenis ancaman yang ditimbulkan oleh virus corona. Demikian disampaikan seorang tokoh tingkat tinggi dalam sistem kesehatan Israel, yang meminta ditulis anonim karena ia mengkritik ranah pelayanan.
Pasokan medis pertama yang dibeli dari luar negeri oleh Mossad tiba di Israel dengan penerbangan khusus 19 Maret lalu. Pasokan itu berupa 100.000 alat tes COVID-19.
Pasokan berikutnya mencakup lebih banyak alat tes, 1,5 juta masker bedah, puluhan ribu masker N-95, baju pelindung untuk kotak P3K, kacamata, dan berbagai obat.
Mossad juga membantu memperoleh teknologi dari luar Israel yang memungkinkan banyak laboratorium Israel untuk menguji virus corona. Sepak terjang Mossad juga mendapatkan pengetahuan untuk menghasilkan ventilator di Israel.
Lihat Juga: IDF Terbitkan 1.100 Surat Perintah Penangkapan bagi Penghindar Wajib Militer Yahudi Ultra-Ortodoks
Mossad merupakan salah satu badan intelijen Israel yang terkenal karena sepak terjangnya yang dianggap "rapi" atau rahasia.
Para agen Mossad—terutama yang terkait dengan operasi penyamaran di luar negeri atas nama perlindungan Israel—biasanya tidak berada dalam bisnis kesehatan masyarakat. Jadi, ketika badan intelijen itu diterjunkan dalam perang melawan COVID-19, semua pihak termasuk publik Israel menjadi tertarik untuk menyimaknya.
Mengapa Direktur Mossad Yossi Cohen, seorang tokoh yang dihormati di negara mayoritas Yahudi itu, berada di ruangan yang sama dengan Menteri Kesehatan Yaakov Litzman?
Jawabannya tak lain karena bos Mossad itu sedang terlibat dalam perang Israel melawan pandemi COVID-19. Badan intelijen yang sejatinya untuk operasi kontra-teroris itu menjadi salah satu aset Israel yang paling berharga dalam memperoleh peralatan medis dan teknologi manufaktur di luar negeri. Demikian diungkap para pejabat medis dan keamanan negara tersebut.
Ketika negara-negara di seluruh dunia bersaing ketat untuk memperoleh pasokan medis yang langka selama pandemi COVID-19, mereka dengan segala cara berupaya memperolehnya.
Menurut beberapa sumber yang mengetahui operasi Mossad, badan intelijen andalan Israel ini menetapkan bahwa Iran—yang sedang berjuang dengan krisis COVID-19-nya sendiri, tidak lagi menjadi ancaman keamanan langsung—badan intelijen tersebut leluasa terjun ke dalam darurat kesehatan.
Prediksi awal untuk jumlah korban virus corona baru di Israel sangat mengerikan, meskipun sejauh ini belum terbukti. Data dari worldometers, Senin (13/4/2020), Israel memiliki 11.235 kasus COVID-19 dengan 110 kematian. Sejauh ini 1.689 pasien berhasil disembuhkan.
"Tingkat ekspansi maksimum telah di belakang kami selama sekitar dua minggu dan mungkin akan menurun hampir seluruhnya dalam dua minggu," bunyi sebuah artikel yang diterbitkan hari Minggu oleh Profesor Isaac Ben Israel dari Universitas Tel Aviv.
Namun pada awal Februari, para pejabat di Sheba Medical Center, rumah sakit terbesar Israel, menyadari bahwa mereka membutuhkan lebih banyak ventilator dan peralatan lainnya. Sekitar waktu itulah, Profesor Yitshak Kreiss, direktur jenderal rumah sakit tersebut, bertemu dengan Cohen dalam sebuah acara pribadi yang melibatkan "teman bersama", yang tidak biasa di negara kecil di mana tokoh-tokoh berpangkat tinggi sering kali mereka bergerak di lingkaran sosial yang sama.
Pada saat itu, Cohen sudah mulai mengevaluasi bagaimana Mossad dapat membantu sistem kesehatan Israel. Profesor Kreiss mengatakan dia mendaftar kebutuhan peralatan paling mendesak yang disodorkan kepada Cohen. Sejak itu, Mossad mulai mengaktifkan jaringan internasionalnya untuk menemukan barang-barang yang diperlukan.
Pada awal Maret, pusat komando dan kontrol didirikan untuk menangani distribusi peralatan medis di seluruh negeri, dengan Cohen di pucuk pimpinan dan berbasis di Sheba. Ada perwakilan Mossad, divisi pembelian Kementerian Pertahanan dan Unit 81 intelijen militer yang sangat rahasia, yang berurusan dengan pengembangan tim spionase tingkat lanjut.
Profesor Kreiss, mantan Brigadir Jenderal Angkatan Darat dan mantan Ahli Bedah Jenderal Angkatan Bersenjata, mengatakan Mossad telah berperan penting dalam membantu lembaganya mendapatkan peralatan medis yang penting dan pengalaman dari luar negeri.
"Hanya di Israel rumah sakit Sheba bisa meminta bantuan Mossad," katanya dalam sebuah wawancara. "Bisakah Anda bayangkan Rumah Sakit Mount Sinai pergi ke CIA untuk minta bantuan?," tanya dia, merujuk pada Pusat Medis New York.
Profesor Kreiss menolak untuk mengatakan dengan tepat bagaimana para pejabat Mossad telah membantu lembaga medis Israel atau dari mana peralatan impor itu berasal. Tetapi menurut enam pejabat Israel saat ini atau mantan yang memiliki pengetahuan tentang operasi Mossad, badan tersebut menggunakan kontak internasional untuk menghindari kekurangan pasokan yang bisa merusak sistem kesehatan Israel.
Keenam orang, yang berbicara dengan syarat anonim karena kegiatan Mossad diklasifikasikan, mengatakan kontak agen spionase telah terbukti sangat berharga dalam memungkinkan Israel untuk mendapatkan ventilator dan material tes COVID-19. Namun, terlepas dari upaya-upaya itu, masih ada kekurangan kapasitas di negara mayoritas Yahudi tersebut.
Enam orang itu menolak mengonfirmasi laporan media non-Israel bahwa beberapa barang diperoleh dari negara-negara Arab yang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel.
Tetapi setidaknya seorang pejabat senior Mossad mengakui dalam sebuah wawancara dengan Ilana Dayan, pembawa acara "Uvda" di Channel 12, bahwa dalam beberapa kasus, agen-agen intelijen itu telah membeli pasokan yang sebenarnya sudah dipesan oleh negara-negara lain.
Pada akhir minggu pertama bulan April, orang-orang yang mengetahui operasi Mossad mengatakan Cohen yakin bahwa operasi badan intelijen tersebut telah memastikan bahwa Israel memiliki cukup ventilator untuk menghadapi prediksi terburuk.
Jika Litzman—yang awalnya bersikap arogan terhadap wabah virus telah dikritik dengan keras, mengindikasikan beberapa kelemahan dalam respons pemerintah—bagi banyak orang Israel, Mossad mewakili yang sebaliknya. Berita bantuan badan intelijen itu dalam perang melawan pandemi corona telah memperkuat citra Mossad sebagai salah satu lembaga pemerintah yang paling dikagumi di negera itu.
"Tidak ada waktu untuk kalah," kata Profesor Kreiss memuji apa yang dia gambarkan sebagai tekad bulat dari para agen Mossad. "Bagian dari semangatnya adalah melaksanakan tugasnya dengan cara apa pun," katanya lagi seperti dikutip New York Times.
Etos itu telah membantu membangun reputasi Mossad. Badan mata-mata tersebut terkenal karena penangkapan buron Nazi Adolph Eichmann pada 1960, respons mematikannya setelah pembantaian atlet-atlet Israel di Olimpiade Munich 1972, dan pencurian dokumen rahasia nuklir Iran pada 2018, yang dianggap Israel sebagai musuh paling berbahaya mereka.
Namun, badan itu juga memiliki beberapa kelemahan besar, termasuk upaya pembunuhan yang gagal pada 1997 terhadap Khaled Meshal, seorang tokoh terkemuka Hamas.
Hingga taraf tertentu, keterlibatan Mossad dalam perang melawan pandemi COVID-19 ini sangat memalukan bagi pejabat Kementerian Kesehatan, yang biasanya berbicara secara bebas kepada media, tetapi menolak mengomentari aspek apa pun dari peran layanan mata-mata itu.
Fakta bahwa sistem kesehatan negara itu harus merekrut Mossad adalah bukti bahwa rezim Zionis tidak siap untuk menanggapi jenis ancaman yang ditimbulkan oleh virus corona. Demikian disampaikan seorang tokoh tingkat tinggi dalam sistem kesehatan Israel, yang meminta ditulis anonim karena ia mengkritik ranah pelayanan.
Pasokan medis pertama yang dibeli dari luar negeri oleh Mossad tiba di Israel dengan penerbangan khusus 19 Maret lalu. Pasokan itu berupa 100.000 alat tes COVID-19.
Pasokan berikutnya mencakup lebih banyak alat tes, 1,5 juta masker bedah, puluhan ribu masker N-95, baju pelindung untuk kotak P3K, kacamata, dan berbagai obat.
Mossad juga membantu memperoleh teknologi dari luar Israel yang memungkinkan banyak laboratorium Israel untuk menguji virus corona. Sepak terjang Mossad juga mendapatkan pengetahuan untuk menghasilkan ventilator di Israel.
Lihat Juga: IDF Terbitkan 1.100 Surat Perintah Penangkapan bagi Penghindar Wajib Militer Yahudi Ultra-Ortodoks
(min)