AS, UE, dan 20 Negara Kutuk Taliban Atas Pembunuhan Tentara Afghanistan
loading...
A
A
A
KABUL - Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan 20 negara mengutuk Taliban atas tuduhan pembunuhan terhadap mantan polisi dan perwira intelijen di Afghanistan .
Pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu itu datang setelah Human Rights Watch (HRW) menerbitkan sebuah laporan yang mendokumentasikan pembunuhan atau hilangnya setidaknya 47 anggota Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan.
Negara-negara tersebut mengatakan mereka sangat prihatin dengan tuduhan tersebut.
"Tindakan yang dituduhkan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan bertentangan dengan amnesti yang diumumkan Taliban untuk mantan pejabat Afghanistan," mereka menggarisbawahi seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (5/12/2021).
Mereka pun meminta Taliban untuk secara efektif menegakkan amnesti bagi mantan anggota pasukan keamanan Afghanistan dan mantan pejabat Pemerintah untuk memastikan bahwa itu ditegakkan di seluruh negeri dan di seluruh jajaran mereka. Mereka juga mendesak penyelidikan yang cepat serta transparan atas pembunuhan yang dilaporkan.
Negara-negara tersebut termasuk Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Inggris, dan Ukraina.
Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada Agustus lalu ketika pemerintah yang didukung AS di Kabul runtuh setelah pasukan Amerika meninggalkan negara itu.
Kelompok bersenjata, yang ingin mendapatkan pengakuan internasional, telah berjanji aturannya akan berbeda dengan waktu sebelumnya saat mereka berkuasa pada 1990-an, yang mencakup hukum rajam di depan umum, amputasi anggota badan tersangka penjahat dan larangan pendidikan bagi kaum perempuan.
Tetapi pemerintah baru terus melakukan hukuman kekerasan, dan PBB telah menyatakan keprihatinan tentang "tuduhan yang kredibel" bahwa Taliban telah melakukan pembunuhan balasan sejak kemenangan mereka.
Dalam laporannya, HRW mengatakan para pemimpin Taliban telah mengarahkan pasukan keamanan yang menyerah untuk mendaftar diri ke pihak berwenang guna diperiksa terkait hubungan dengan unit militer atau pasukan khusus tertentu, dan untuk menerima surat yang menjamin keselamatan mereka.
Pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu itu datang setelah Human Rights Watch (HRW) menerbitkan sebuah laporan yang mendokumentasikan pembunuhan atau hilangnya setidaknya 47 anggota Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan.
Negara-negara tersebut mengatakan mereka sangat prihatin dengan tuduhan tersebut.
"Tindakan yang dituduhkan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan bertentangan dengan amnesti yang diumumkan Taliban untuk mantan pejabat Afghanistan," mereka menggarisbawahi seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (5/12/2021).
Mereka pun meminta Taliban untuk secara efektif menegakkan amnesti bagi mantan anggota pasukan keamanan Afghanistan dan mantan pejabat Pemerintah untuk memastikan bahwa itu ditegakkan di seluruh negeri dan di seluruh jajaran mereka. Mereka juga mendesak penyelidikan yang cepat serta transparan atas pembunuhan yang dilaporkan.
Negara-negara tersebut termasuk Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Inggris, dan Ukraina.
Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada Agustus lalu ketika pemerintah yang didukung AS di Kabul runtuh setelah pasukan Amerika meninggalkan negara itu.
Kelompok bersenjata, yang ingin mendapatkan pengakuan internasional, telah berjanji aturannya akan berbeda dengan waktu sebelumnya saat mereka berkuasa pada 1990-an, yang mencakup hukum rajam di depan umum, amputasi anggota badan tersangka penjahat dan larangan pendidikan bagi kaum perempuan.
Tetapi pemerintah baru terus melakukan hukuman kekerasan, dan PBB telah menyatakan keprihatinan tentang "tuduhan yang kredibel" bahwa Taliban telah melakukan pembunuhan balasan sejak kemenangan mereka.
Dalam laporannya, HRW mengatakan para pemimpin Taliban telah mengarahkan pasukan keamanan yang menyerah untuk mendaftar diri ke pihak berwenang guna diperiksa terkait hubungan dengan unit militer atau pasukan khusus tertentu, dan untuk menerima surat yang menjamin keselamatan mereka.