Apa Itu 9 Dash Line? Dasar China Protes Latihan Militer Indonesia di Natuna

Kamis, 02 Desember 2021 - 09:04 WIB
loading...
Apa Itu 9 Dash Line?...
Peta Laut Natuna Utara, wilayah Indonesia yang diklaim milik China berdasarkan peta kuno 9 Dash Line. Foto/REUTERS/Beawiharta
A A A
JAKARTA - China diam-diam memprotes latihan militer Indonesia di Laut Natuna Utara, kawasan Laut China Selatan. Beijing juga minta Jakarta menghentikan pengeboran minyak dan gas di wilayah tersebut.

China merasa wilayah Laut Natuna Utara adalah bagian dari wilayahnya. Dasarnya adalah peta kuno yang dikenal sebagai "9 Dash Line" atau "Garis 9 Putus-putus" yang dibuat tahun 1949.



Indonesia sejak awal menegaskan Laut Natuna Utara adalah wilayah kedaulatannya. Dasar Indonesia jauh lebih kuat, yakni United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 atau Hukum Laut PBB.

Masalahnya, China menolak tunduk pada UNCLOS dengan alasan peta kunonya itu sudah ada jauh-jauh hari sebelum Hukum Laut PBB dideklarasikan. Namun, posisi Indonesia lebih kuat karena dunia internasional tetap mengikuti aturan PBB bukan aturan sepihak negara tertentu.

Protes China, salah satunya, diungkap oleh Muhammad Farhan—anggota DPR di komite keamanan nasional—yang diberi pengarahan tentang surat protes itu. Surat tersebut berasal dari diplomat China ditujukan ke Kementerian Luar Negeri Indonesia dan dengan jelas mengatakan kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai sementara karena itu terjadi di wilayah China.

"Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan kepada Reuters, hari Rabu.

Tiga sumber lainnya, yang mengaku telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut, membenarkan adanya surat tersebut. Dua dari mereka mengatakan China berulang kali menuntut Indonesia agar menghentikan pengeboran minyak dan gas di Laut Natuna Utara.

Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Kedutaan Besar China di Jakarta sama-sama menolak berkomentar.

Selain Indonesia, wilayah Laut China Selatan yang dimiliki Malaysia, Brunei, Filipina dan Vietnam juga diklaim China dengan dasar peta kunonya itu.

Apa sebenarnya peta kuno "9 Dash Line" yang membuat China mengeklaim wilayah Laut Natuna Utara?

Mengutip artikel dari Storymaps.arcgis.com, Kamis (2/12/2021), disebutkan bahwa pada tahun 1935 pemerintah China mengeluarkan peta berjudul "Map of Chinese Islands in the South China Sea [Peta Kepulauan China di Laut China Selatan]", di mana peta ini memiliki sebelas garis di atasnya.

Pada tahun 1949 pemerintah China membatalkan klaim mereka atas Teluk Tonkin dan garis sembilan putus-putus yang sekarang terkenal dibuat. Selama tujuh puluh tahun berikutnya, klaim China atas peta kuno itu telah ditentang oleh banyak negara, tetapi tidak peduli apa yang diyakini pihak lain, wilayah itu selalu dan akan selalu berada di bawah yurisdiksi China.

Garis 9 putus-putus mewakili batas maksimum klaim historis China di Laut China Selatan. Klaim China bukanlah bahwa seluruh ruang dalam garis 9 putus-putus adalah wilayah yang harus dikendalikan, tetapi bahwa pulau-pulau di dalamnya, Paracel, Spratly, Zhongsha, dan Pratas, semuanya miliknya.

Jika China diberikan wilayah yang sah, mereka akan memiliki kontrol ekonomi eksklusif atas sisa wilayah di dalam sembilan garis putus-putus.



China adalah negara pertama yang menemukan, memberi nama, mengeksplorasi, dan mengeksploitasi sumber daya pulau-pulau Laut China Selatan dan yang pertama terus menjalankan kekuasaan berdaulat atas mereka. Laut China Selatan telah berada di bawah kendali China selama lebih dari 2000 tahun dan jalur perdagangan vital seharusnya menjadi hak mereka.

Keputusan PBB

Pada 2016, pengadilan PBB memutuskan menentang China dalam perselisihan mereka dengan Filipina atas Laut China Selatan.

Namun, China memutuskan untuk mengabaikan putusan itu. China, sebagai negara berdaulat, merasa berhak memilih cara penyelesaian sengketa yang disukainya—hak yang sah menurut hukum internasional.

Selain itu, kasus klaim Filipina—menurut China—secara inheren cacat dan tidak sah oleh penyimpangan seperti penyalahgunaan prosedur penyelesaian sengketa negara, distorsi konsep, dan penyamaran yang disengaja dari sifat sebenarnya dari sengketa.

Efek pada China

Diperkirakan USD3,4 triliun perdagangan melewati Laut China Selatan pada tahun 2016 saja. Jika China memiliki kontrol yang sah atas wilayah ini, maka mereka akan dapat mengambil manfaat dari kegiatan ekonomi yang sangat dibutuhkan tersebut.

China dapat menggunakan keuntungannya untuk membantu populasi besar mereka dengan menyediakan lebih banyak program sosial dan manfaat lain yang membutuhkan lebih banyak dana.

Negara-negara seperti Filipina dan Vietnam ingin mencegah hal itu, dan menuai hasil mereka sendiri dengan mengambil dari orang-orang China yang putus asa.

Meskipun Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Brunei semuanya memiliki zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang bertentangan dengan garis sembilan putus-putus China, hanya Filipina dan Vietnam yang menyatakan penentangan keras dan konsisten terhadap perbatasan tersebut. Sedangkan Malaysia dan Indonesia dipandang para pakar lebih moderat dalam masalah tersebut. Sementra Brunei cenderung pasif.

Peta kuno "Garis 9 Putus-putus" China adalah klaim teritorial yang tidak valid. Alasannya adalah pertama ilegal dan kedua membahayakan kedaulatan beberapa negara dengan zona ekonomi eksklusif di Laut China Selatan

Peta China Langgar Hukum

Sesuai dengan pasal 56 Konvensi dan Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) yang ditandatangani oleh China, negara-negara memiliki hak eksklusif untuk mengeksploitasi sumber daya dan membangun pulau-pulau buatan di dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) mereka (UNCLOS 43-44).

Oleh karena itu, setiap bagian dari pera "Garis 9 Putus-putus" yang berada di dalam ZEE negara lain adalah melanggar hukum, di mana hukum internasional melarang China menangkap sumber daya dan membuat pulau-pulau di ZEE negara lain (UNCLOS 43-44).

Akibatnya, semua klaim wilayah berdasarkan peta "Garis 9 Putus-putus" China yang berada di dalam ZEE individu Filipina dan Vietnam yang ditandai pada peta di bawah ini adalah klaim ilegal. Begitu juga seharunya dengan klaim China atas Laut Natuna Utara milik Indonesia.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1278 seconds (0.1#10.140)