Tolak Kesepakatan dengan Pemukim Yahudi, Warga Sheikh Jarrah Terancam Diusir
loading...
A
A
A
YERUSALEM - Warga Palestina yang menghadapi penggusuran dari lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, menolak kesepakatan dengan pemukim Yahudi . Kesepakatan itu akan membuat mereka menerima kepemilikan sementara rumah mereka oleh organisasi pemukim Israel.
Pertempuran hukum yang telah berlangsung lama atas penggusuran membantu memicu perang 11 hari antara Israel dan militan Palestina di Gaza, dan kasus tersebut telah menjadi sumber ketegangan reguler di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki.
Mencari kompromi, Mahkamah Agung Israel pada Oktober mengusulkan kesepakatan yang akan membuat empat keluarga Palestina tetap tinggal di rumah mereka selama 15 tahun sebagai "penyewa yang dilindungi" sambil membayar sewa kepada pemukim yang mengklaim tanah itu.
Pengadilan memberi keluarga Palestina waktu sampai 2 November untuk memutuskan apakah akan menerima kesepakatan tersebut.
"Kami dengan suara bulat menolak penyelesaian yang ditawarkan oleh pengadilan pendudukan (Israel)," kata Muna El-Kurd, salah satu warga Palestina yang menghadapi penggusuran, pada konferensi pers.
"Penolakan ini datang dari keyakinan kami pada keadilan kasus kami dan hak kami atas rumah dan tanah air kami," kata El-Kurd, mengenakan jaket yang dihiasi dengan kata-kata "No Fear", dan diapit oleh warga lain seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/11/2021).
Kesepakatan itu akan mengharuskan warga Palestina untuk mengakui klaim kepemilikan pemukimYahudi atas tanah yang telah ditinggali keluarga mereka selama beberapa generasi, sebuah kondisi yang telah lama mereka tolak. Kesepakatan itu juga akan memberi mereka hak untuk membuktikan kepemilikan di masa depan.
Putusan tentang nasib keluarga Palestina telah berulang kali tertunda sejak Mei, setelah kasus tersebut mendapat perhatian internasional dan tagar “#SaveSheikhJarrah” mendapatkan momentum di luar negeri.
Keluarga Palestina telah tinggal di rumah mereka sejak 1950-an. Tetapi para pemukim Israel mengklaim tanah itu adalah milik mereka dan menyajikan dokumen abad ke-19 sebagai bukti di pengadilan Israel.
Beberapa pemukim Israel telah pindah ke rumah-rumah di lingkungan itu. Setelah konferensi pers, Reuters mengetuk pintu salah satu rumah pemukim Israel, tetapi tidak ada jawaban.
Israel telah membingkai masalah Sheikh Jarrah sebagai sengketa real estat, sementara Palestina mengatakan pengusiran yang diperintahkan pengadilan bertujuan untuk menghapus kehadiran mereka di kota suci itu.
Israel merebut Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah pada 1967, menduduki dan kemudian mencaploknya. Negara Zionis itu menganggap seluruh kota sebagai ibu kotanya yang tidak terbagi, sebuah status yang tidak diakui secara internasional.
Palestina meanggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara yang mereka harap akan didirikan di Tepi Barat dan Gaza.
Pertempuran hukum yang telah berlangsung lama atas penggusuran membantu memicu perang 11 hari antara Israel dan militan Palestina di Gaza, dan kasus tersebut telah menjadi sumber ketegangan reguler di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki.
Mencari kompromi, Mahkamah Agung Israel pada Oktober mengusulkan kesepakatan yang akan membuat empat keluarga Palestina tetap tinggal di rumah mereka selama 15 tahun sebagai "penyewa yang dilindungi" sambil membayar sewa kepada pemukim yang mengklaim tanah itu.
Pengadilan memberi keluarga Palestina waktu sampai 2 November untuk memutuskan apakah akan menerima kesepakatan tersebut.
"Kami dengan suara bulat menolak penyelesaian yang ditawarkan oleh pengadilan pendudukan (Israel)," kata Muna El-Kurd, salah satu warga Palestina yang menghadapi penggusuran, pada konferensi pers.
"Penolakan ini datang dari keyakinan kami pada keadilan kasus kami dan hak kami atas rumah dan tanah air kami," kata El-Kurd, mengenakan jaket yang dihiasi dengan kata-kata "No Fear", dan diapit oleh warga lain seperti dikutip dari Reuters, Rabu (3/11/2021).
Kesepakatan itu akan mengharuskan warga Palestina untuk mengakui klaim kepemilikan pemukimYahudi atas tanah yang telah ditinggali keluarga mereka selama beberapa generasi, sebuah kondisi yang telah lama mereka tolak. Kesepakatan itu juga akan memberi mereka hak untuk membuktikan kepemilikan di masa depan.
Putusan tentang nasib keluarga Palestina telah berulang kali tertunda sejak Mei, setelah kasus tersebut mendapat perhatian internasional dan tagar “#SaveSheikhJarrah” mendapatkan momentum di luar negeri.
Keluarga Palestina telah tinggal di rumah mereka sejak 1950-an. Tetapi para pemukim Israel mengklaim tanah itu adalah milik mereka dan menyajikan dokumen abad ke-19 sebagai bukti di pengadilan Israel.
Beberapa pemukim Israel telah pindah ke rumah-rumah di lingkungan itu. Setelah konferensi pers, Reuters mengetuk pintu salah satu rumah pemukim Israel, tetapi tidak ada jawaban.
Israel telah membingkai masalah Sheikh Jarrah sebagai sengketa real estat, sementara Palestina mengatakan pengusiran yang diperintahkan pengadilan bertujuan untuk menghapus kehadiran mereka di kota suci itu.
Israel merebut Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah pada 1967, menduduki dan kemudian mencaploknya. Negara Zionis itu menganggap seluruh kota sebagai ibu kotanya yang tidak terbagi, sebuah status yang tidak diakui secara internasional.
Palestina meanggap Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara yang mereka harap akan didirikan di Tepi Barat dan Gaza.
(ian)