Menlu Turki: Pemerintahan Biden Tak Jujur pada Kongres dan Rakyat AS
loading...
A
A
A
ANKARA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu menuduh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak berkata jujur kepada Kongres dan rakyat Amerika karena memperpanjang perintah darurat nasional eksekutif di Suriah.
Pada Kamis (7/10/2021), AS memperpanjang keadaan darurat di Suriah untuk satu tahun lagi. Status darurat itu dikeluarkan pada 2019 ketika Turki meluncurkan operasi militer ke Suriah utara.
Dalam surat yang dikeluarkan hari itu oleh pemerintahan Biden, yang tampak sangat mirip dengan yang dikeluarkan pemerintahan Donald Trump dua tahun lalu, Biden mengklaim kehadiran dan kegiatan militer Turki di Suriah utara menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.
“Begitu banyak desas-desus tentang otorisasi Biden di Suriah yang mengklaim Turki merupakan ancaman luar biasa bagi keamanan nasional AS,” ungkap Ragıp Soylu, kepala biro Turki untuk Middle East Eye pada 8 Oktober 2021.
Dia menambahkan, “Sebenarnya Trump menggunakan kalimat yang persis sama terhadap Turki pada Oktober 2019, ketika Ankara melakukan serangan Suriah lainnya.”
Menlu Turki Mevlut Cavusoglu membalas selama konferensi pers bersama Menlu Venezuela Felix Plasencia pada Sabtu, menyatakan, "Daripada menyalahkan Turki, AS harus meninggalkan kebijakannya sendiri yang salah, dan harus lebih jujur dengan rakyat Amerika dan Kongresnya."
Cavusoglu mencatat kesamaan surat itu dengan pemerintahan Trump, menyebutnya sebagai upaya "copy-paste".
Dia mengatakan, “Alasan pembaruan dekrit itu adalah kerja sama AS dengan organisasi teroris YPG, yang dianggap sangat serius oleh AS."
Sejak 2015, Washington telah mendukung dan mempersenjatai milisi Kurdi di Suriah seperti Unit Perlindungan Rakyat (YPG) dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Dukungan itu telah lama membuat marah Turki, yang menganggap milisi itu sebagai cabang Suriah dari organisasi teroris Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
AS terus bersikeras bahwa Washington mendukung milisi untuk memerangi unsur-unsur Negara Islam (ISIS) di Suriah, di mana sel-sel teror terus bertahan.
Cavusoglu menyangkal klaim tersebut dan menekankan, "Kami (Turki) tahu betul bahwa tujuan (AS) berada di sini bukan untuk melawan Daesh (ISIS) ... Kami telah berperang melawan Daesh. Di NATO dan dunia, satu-satunya tentara yang berperang melawan ISIS adalah tentara kami."
Pada Kamis (7/10/2021), AS memperpanjang keadaan darurat di Suriah untuk satu tahun lagi. Status darurat itu dikeluarkan pada 2019 ketika Turki meluncurkan operasi militer ke Suriah utara.
Dalam surat yang dikeluarkan hari itu oleh pemerintahan Biden, yang tampak sangat mirip dengan yang dikeluarkan pemerintahan Donald Trump dua tahun lalu, Biden mengklaim kehadiran dan kegiatan militer Turki di Suriah utara menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.
“Begitu banyak desas-desus tentang otorisasi Biden di Suriah yang mengklaim Turki merupakan ancaman luar biasa bagi keamanan nasional AS,” ungkap Ragıp Soylu, kepala biro Turki untuk Middle East Eye pada 8 Oktober 2021.
Dia menambahkan, “Sebenarnya Trump menggunakan kalimat yang persis sama terhadap Turki pada Oktober 2019, ketika Ankara melakukan serangan Suriah lainnya.”
Menlu Turki Mevlut Cavusoglu membalas selama konferensi pers bersama Menlu Venezuela Felix Plasencia pada Sabtu, menyatakan, "Daripada menyalahkan Turki, AS harus meninggalkan kebijakannya sendiri yang salah, dan harus lebih jujur dengan rakyat Amerika dan Kongresnya."
Cavusoglu mencatat kesamaan surat itu dengan pemerintahan Trump, menyebutnya sebagai upaya "copy-paste".
Dia mengatakan, “Alasan pembaruan dekrit itu adalah kerja sama AS dengan organisasi teroris YPG, yang dianggap sangat serius oleh AS."
Sejak 2015, Washington telah mendukung dan mempersenjatai milisi Kurdi di Suriah seperti Unit Perlindungan Rakyat (YPG) dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Dukungan itu telah lama membuat marah Turki, yang menganggap milisi itu sebagai cabang Suriah dari organisasi teroris Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
AS terus bersikeras bahwa Washington mendukung milisi untuk memerangi unsur-unsur Negara Islam (ISIS) di Suriah, di mana sel-sel teror terus bertahan.
Cavusoglu menyangkal klaim tersebut dan menekankan, "Kami (Turki) tahu betul bahwa tujuan (AS) berada di sini bukan untuk melawan Daesh (ISIS) ... Kami telah berperang melawan Daesh. Di NATO dan dunia, satu-satunya tentara yang berperang melawan ISIS adalah tentara kami."
(sya)