80 Wanita Kencing di Jalan, Tak Tahu Jika Direkam dan Diunggah di Situs Porno
loading...
A
A
A
MADRID - Sekitar 80 wanita Spanyol , termasuk di bawah umur, kencing di pinggir jalan karena kurangnya fasilitas. Mereka dipermalukan karena diam-diam direkam oleh kamera tersembunyi dan diunggah di situs porno.
Hakim pengadilan setempat menolak kasus yang diajukan puluhan wanita tersebut. Penolakan ini membuat para aktivis hak-hak perempuan marah.
Menurut laporan BBC, Jumat (1/10/2021), mereka tertangkap kamera tersembunyi di festival lokal A Maruxaina di kota barat laut Cervo.
Dalam banyak kasus, rekaman itu menunjukkan alat kelamin dan wajah wanita dari dekat.
Sialnya, adegan itu diunggah ke situs porno, di mana beberapa di antaranya harus membayar untuk melihatnya.
Saat mengetahui hal ini, banyak dari mereka yang terkena dampak mengambil tindakan hukum pada tahun 2020. Mereka menyerukan rekaman, yang perekamnya tidak diketahui, untuk diselidiki dengan alasan bahwa hak mereka atas keintiman telah dilanggar.
Seorang hakim lokal, Pablo Muñoz Vázquez, menangguhkan kasus tersebut, memicu banding yang dipimpin oleh asosiasi Women for Equality Burela (Bumei).
Hakim yang sama sekarang telah mengonfirmasi keputusan awalnya untuk tidak melanjutkan atau menolak kasus itu, dengan alasan bahwa karena video itu direkam di tempat umum, itu tidak dapat dianggap kriminal.
Menurut dokumen pengadilan, hakim juga memutuskan bahwa tidak ada niat untuk melanggar fisik atau moral dari para wanita yang terkena dampak.
"Saya hanya panik," kata Jenniffer, yang merupakan salah satu wanita yang direkam selama festival lokal pada tahun 2019.
Dia ingat ketika seorang teman memberi tahu bahwa rekaman dirinya telah diunggah ke situs porno. "Dan kemudian ketika saya melihat video itu saya menangis, saya benar-benar malu, saya tidak tahu harus berbuat apa."
Seperti banyak dari mereka yang terkena dampak, Jenniffer mencari terapi setelahnya. Namun putusan pengadilan terbaru telah menambah rasa sakit.
"Itu membuat saya merasa sangat frustrasi," katanya.
"Mereka pada dasarnya mengatakan tidak apa-apa jika seseorang merekam Anda di jalan dan kemudian mereka mem-posting-nya di situs porno dan mereka menghasilkan uang darinya."
Ana GarcĂa, dari asosiasi Bumei, memperingatkan bahwa kasus ini dapat menjadi preseden, memberikan kekebalan hukum bagi mereka yang membuat rekaman tersebut.
"Hanya karena Anda berada di ruang publik, bukan berarti merekam gambar intim dan kemudian menyebarkannya bukanlah kejahatan, karena ini tentang hak-hak dasar," katanya.
Keputusan untuk tidak melanjutkan kasus ini telah memicu protes dan kampanye online di bawah tanda pagar #XustizaMaruxaina (Keadilan Maruxaina).
Kasus ini juga telah memasuki arena politik, di mana Menteri Kesetaraan Irene Montero angkat bicara.
Hak-hak gender telah menjadi subjek perdebatan sengit antara kubu politik sayap kiri dan kanan di Spanyol dalam beberapa tahun terakhir dan ini bukan pertama kalinya keputusan pengadilan mendapat reaksi keras dari kelompok-kelompok pembela hak-hak perempuan.
Pada tahun 2018, sebuah pengadilan di Pamplona memicu protes massal dengan menganggap serangan terhadap seorang wanita muda oleh lima pria, yang dijuluki La Manada (the Wolfpack), sebagai pelecehan seksual daripada pemerkosaan.
Mahkamah Agung akhirnya membatalkan putusan tersebut, menemukan orang-orang itu bersalah atas pemerkosaan dan meningkatkan hukuman penjara mereka dari sembilan tahun menjadi 15 tahun.
Para perempuan korban kasus A Maruxaina kini mengajukan banding lagi, kali ini ke pengadilan provinsi di Lugo, dengan harapan kasus tersebut akhirnya diusut.
Hakim pengadilan setempat menolak kasus yang diajukan puluhan wanita tersebut. Penolakan ini membuat para aktivis hak-hak perempuan marah.
Menurut laporan BBC, Jumat (1/10/2021), mereka tertangkap kamera tersembunyi di festival lokal A Maruxaina di kota barat laut Cervo.
Dalam banyak kasus, rekaman itu menunjukkan alat kelamin dan wajah wanita dari dekat.
Sialnya, adegan itu diunggah ke situs porno, di mana beberapa di antaranya harus membayar untuk melihatnya.
Saat mengetahui hal ini, banyak dari mereka yang terkena dampak mengambil tindakan hukum pada tahun 2020. Mereka menyerukan rekaman, yang perekamnya tidak diketahui, untuk diselidiki dengan alasan bahwa hak mereka atas keintiman telah dilanggar.
Seorang hakim lokal, Pablo Muñoz Vázquez, menangguhkan kasus tersebut, memicu banding yang dipimpin oleh asosiasi Women for Equality Burela (Bumei).
Hakim yang sama sekarang telah mengonfirmasi keputusan awalnya untuk tidak melanjutkan atau menolak kasus itu, dengan alasan bahwa karena video itu direkam di tempat umum, itu tidak dapat dianggap kriminal.
Menurut dokumen pengadilan, hakim juga memutuskan bahwa tidak ada niat untuk melanggar fisik atau moral dari para wanita yang terkena dampak.
"Saya hanya panik," kata Jenniffer, yang merupakan salah satu wanita yang direkam selama festival lokal pada tahun 2019.
Dia ingat ketika seorang teman memberi tahu bahwa rekaman dirinya telah diunggah ke situs porno. "Dan kemudian ketika saya melihat video itu saya menangis, saya benar-benar malu, saya tidak tahu harus berbuat apa."
Seperti banyak dari mereka yang terkena dampak, Jenniffer mencari terapi setelahnya. Namun putusan pengadilan terbaru telah menambah rasa sakit.
"Itu membuat saya merasa sangat frustrasi," katanya.
"Mereka pada dasarnya mengatakan tidak apa-apa jika seseorang merekam Anda di jalan dan kemudian mereka mem-posting-nya di situs porno dan mereka menghasilkan uang darinya."
Ana GarcĂa, dari asosiasi Bumei, memperingatkan bahwa kasus ini dapat menjadi preseden, memberikan kekebalan hukum bagi mereka yang membuat rekaman tersebut.
"Hanya karena Anda berada di ruang publik, bukan berarti merekam gambar intim dan kemudian menyebarkannya bukanlah kejahatan, karena ini tentang hak-hak dasar," katanya.
Keputusan untuk tidak melanjutkan kasus ini telah memicu protes dan kampanye online di bawah tanda pagar #XustizaMaruxaina (Keadilan Maruxaina).
Kasus ini juga telah memasuki arena politik, di mana Menteri Kesetaraan Irene Montero angkat bicara.
Hak-hak gender telah menjadi subjek perdebatan sengit antara kubu politik sayap kiri dan kanan di Spanyol dalam beberapa tahun terakhir dan ini bukan pertama kalinya keputusan pengadilan mendapat reaksi keras dari kelompok-kelompok pembela hak-hak perempuan.
Pada tahun 2018, sebuah pengadilan di Pamplona memicu protes massal dengan menganggap serangan terhadap seorang wanita muda oleh lima pria, yang dijuluki La Manada (the Wolfpack), sebagai pelecehan seksual daripada pemerkosaan.
Mahkamah Agung akhirnya membatalkan putusan tersebut, menemukan orang-orang itu bersalah atas pemerkosaan dan meningkatkan hukuman penjara mereka dari sembilan tahun menjadi 15 tahun.
Para perempuan korban kasus A Maruxaina kini mengajukan banding lagi, kali ini ke pengadilan provinsi di Lugo, dengan harapan kasus tersebut akhirnya diusut.
(min)