Teroris asal Indonesia, Hambali, Disidang di Pengadilan Militer AS

Senin, 30 Agustus 2021 - 07:57 WIB
loading...
Teroris asal Indonesia, Hambali, Disidang di Pengadilan Militer AS
Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali, pentolan teroris Jemaah Islamiyah asal Indonesia, dijadwalkan diadili di pengadilan militer AS, Senin (30/8/2021). Foto/REUTERS
A A A
WASHINGTON - Pentolan kelompok teroris Jemaah Islamiyah asal Indonesia, Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali , dijadwalkan disidang di pengadilan militer Amerika Serikat (AS), Senin (30/8/2021).

Hambali, yang telah ditahan di penjara Teluk Guantanamo, Kuba, sejak 2006 dituduh sebagai bagian dari komplotan pembom kelab malam Bali 2002 dan komplotan pembom Hotel J.W. Marriott Jakarta 2003. Total korban tewas dari serangan bom di dua kota tersebut mencapai 230 orang.



Selain Hambali, dua militan Malaysia juga akan disidang pada jadwal yang sama. Keduanya juga bagian dari komplotan pembom tersebut.

Menurut dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Komisi Militer AS, persidangan untuk Hambali, Mohammed Nazir Lep dan Mohammed Farik Amin, akhirnya akan dimulai menyusul penundaan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.

Nazir dan Farik menghadapi sembilan tuduhan, sementara Hambali menghadapi delapan tuduhan, sehubungan dengan serangan teroris, pelanggaran berkonspirasi, percobaan pembunuhan, pembunuhan, tindakan dengan sengaja menyebabkan cedera tubuh yang serius, terorisme, perusakan properti, dan menyerang warga sipil dan objek sipil.

Polisi Diraja Malaysia mendukung penuh persidangan terhadap para militan teroris tersebut. Hal itu disampaikan Inspektur Jenderal Polisi Acryl Sani Abdullah Sani yang dikutip The Malaysian Insight.

“Polisi mendukung penuh persidangan karena hanya melalui proses hukum, terdakwa akan bisa membela diri. Persidangan juga dilakukan secara terbuka dan terdakwa diwakili oleh pengacara," katanya.

Menurut Acryl, polisi Malaysia tidak akan mengirim petugas ke AS untuk memantau proses pengadilan.

Menurut laporan media AS, hadiah USD10 juta ditempatkan di kepala ketiga pria itu oleh pemerintah AS untuk penangkapan mereka. Namun, pada akhirnya mereka ditangkap dalam operasi gabungan oleh Central Intelligence Agency (CIA) dan otoritas Thailand pada tahun 2003.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1885 seconds (0.1#10.140)