Ancaman Membom Nuklir Jepang dari Fanboy Militer China, tapi Beijing Merestui

Rabu, 21 Juli 2021 - 03:04 WIB
loading...
Ancaman Membom Nuklir Jepang dari Fanboy Militer China, tapi Beijing Merestui
Bom nuklir Amerika Serikat saat dijatuhkan di Enewetak Atoll, Samudra Pasifik, dalam uji coba tahun 1952. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - Channel Liu Jun Tao Lue telah membagikan video ancaman militer China akan membom nuklir Jepang tanpa henti jika negara matahari terbit itu membela Taiwan. Pakar propaganda siber menganalisis bahwa pembuat ancaman itu bukan dari kepemimpinan politik melainkan dari "fanboy militer" China.

"Kami akan menggunakan bom nuklir terlebih dahulu. Kami akan menggunakan bom nuklir terus-menerus. Kami akan melakukan ini sampai Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat untuk kedua kalinya,” bunyi narasi ancaman tersebut dalam sebuah video yang dipublikasikan channel Liu Jun Tao Lue di platform berbagi video; Xigua Video.



“Ketika kami membebaskan Taiwan, jika Jepang berani melakukan intervensi dengan kekuatan—bahkan jika hanya mengerahkan satu tentara, satu pesawat atau satu kapal—kami tidak hanya akan membalas dengan tembakan tetapi juga mengobarkan perang skala penuh melawan Jepang sendiri," lanjut ancaman tersebut.

Video ancaman mengerikan itu ditemukan oleh penulis dan aktivis hak asasi manusia (HAM) kelahiran China; Jennifer Zeng, yang mem-posting-nya di Twitter dan blognya.

Setelah dia membagikannya secara detail, video itu dihapus dari Xigua Video. Jennifer Zeng membagikan video tersebut bersama dengan teks bahasa Inggris dan menganggapnya reprentasi dari kebijakan Partai Komunis China (PKC).

Namun, Tom Sear, seorang ahli propaganda siber dan China dari University of New South Wales, mengatakan ancaman itu bukan dari kepemimpinan politik China. Namun, fakta bahwa pemerintah komunis yang berkuasa mengizinkannya.

"Partai Komunis China (PKC) membiarkan sikap memiliki kehidupan, sementara juga membuatnya tampak seperti itu bukan pesan resmi mereka," katanya.

"Tentu saja China tidak bisa mengatakan itu. Itu insiden diplomatik besar-besaran jika mereka melakukan itu, tetapi jika seorang fanboy melakukannya, itu tampak seperti suara rakyat," paparnya, seperti dikutip dari Sky News, Rabu (21/7/2021).

Untuk negara dengan lanskap media yang dikontrol dengan sangat ketat, pakar mengatakan fakta bahwa video itu ada memberi tahu dunia sesuatu.

"Itu tidak akan ada di sana untuk melihat apakah seseorang tidak ingin kita melihatnya," kata Sear.

"Jadi, itu bukan pernyataan resmi oleh PKC tetapi fakta bahwa itu tidak diblokir atau disensor menunjukkan keterlibatan, dukungan pasif," paparnya.

Awal bulan ini, Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Aso membuat marah Beijing ketika dia mengatakan negaranya perlu membela Taiwan, bersama Amerika Serikat (AS), jika diserbu oleh China.

Jepang dilarang terlibat konflik militer, tetapi diperbolehkan untuk mempertahankan diri. Aso mengatakan invasi China ke Taiwan akan dilihat sebagai ancaman eksistensial bagi Jepang dan negaranya kemudian dapat menggunakan hak membela diri.

Ditanya tentang komentar Aso, menteri kabinet Jepang lainnya memberikan garis resmi negara itu tentang Taiwan: "Jepang berharap masalah Taiwan akan diselesaikan melalui dialog langsung antara pihak-pihak terkait dengan cara damai."

Beberapa analis telah menyarankan komentar Aso juga strategis—sebuah pesan ke China yang dapat disangkal oleh Tokyo.



Bagaimanapun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan pernyataan Aso merusak fondasi politik hubungan China-Jepang.

"Kami tidak akan pernah membiarkan negara mana pun, dengan cara apa pun, ikut campur dalam masalah Taiwan. Tidak ada yang boleh meremehkan tekad, kemauan, dan kemampuan kuat rakyat China untuk menjaga kedaulatan nasional," katanya.

Sear mengatakan masuk akal untuk mempertimbangkan video ancaman membom nuklir Jepang itu sebagai tanggapan lain terhadap komentar Aso.

"Nuklir adalah gajah di ruang militer-diplomatik," katanya.

"China tidak banyak berbicara tentang kekuatan nuklirnya, jadi dalih [media sosial] semacam ini adalah cara menempatkan ancaman dalam agenda," sambung Sear.

"Ketika berbicara tentang anggota PKC yang berbagi informasi secara online, Presiden Xi Jinping telah mendesak semua tingkat partai yang berkuasa untuk menceritakan kisah China," imbuh Jake Wallis, kepala operasi informasi dan disinformasi di Institut Kebijakan Strategis Australia.

"Elemen aparat partai-negara, hingga ke tingkat pemerintah daerah, bersaing untuk menunjukkan keselarasan mereka dengan proyeksi kekuatan wacana kontemporer PKC," katanya.

"Partai juga menggunakan krisis politik sebagai peluang untuk memobilisasi melawan potensi ancaman eksternal dan video yang sangat emosional dan hiper-nasionalis yang menarik perhatian seperti ini untuk tujuan itu."

Para ahli mengatakan ada mandat dari Beijing bagi anggota partai untuk berkomunikasi secara internasional dan berjuang untuk mengubah opini publik—untuk "membentuk kembali tatanan internasional".

"Dalam komunikasi internasional, materi ultra-nasionalistik mungkin menjadi mekanisme untuk memobilisasi diaspora China—yang dipandang partai sebagai vektor kuat pengaruh internasional,” kata Wallis.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1042 seconds (0.1#10.140)