Hizbullah: AS Penyebab Semua Penderitaan di Lebanon

Sabtu, 17 Juli 2021 - 23:31 WIB
loading...
Hizbullah: AS Penyebab Semua Penderitaan di Lebanon
Hizbullah menyalahkan AS sebagai penyebab semua penderitaan di Lebanon. Foto/Ilustrasi
A A A
BEIRUT - Kepala Dewan Eksekutif gerakan perlawanan Lebanon , Hizbullah , Hashim Safi Al-Din mengatakan semua penderitaan di Lebanon hari ini secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh Amerika Serikat (AS).

“Hari ini, yang menghancurkan Lebanon adalah Amerika Serikat, yang terus mencampuri urusan negara ini,” kata Safi Al-Din, seperti dikutip kantor berita Iran Fars dari situs berita Al-Ahed, Sabtu (17/7/2021).

Safi Al-Din menunjuk sanksi AS terhadap Lebanon, menambahkan AS telah menargetkan kebutuhan semua orang di kawasan itu dengan sanksi.

Dalam sambutannya, Safi Al-Din mengatakan tirani AS menargetkan Lebanon, Palestina dan setiap tempat di wilayah di mana ada martabat dan perlawanan.

"Amerika datang ke Irak, Afghanistan dan Suriah untuk melakukan (tindakan) sabotase, dan mereka mengirim senjata dan rudal ke Yaman untuk menghancurkannya,” tambahnya.



Pernyataan itu muncul setelah Perdana Menteri Lebanon yang ditunjuk Saad Al-Hariri mencatat bahwa dia telah meninggalkan upayanya untuk membentuk pemerintahan baru, dengan alasan ketidaksepakatan dengan Presiden negara itu, Michel Aoun, tentang pembentukan kabinet baru.

Hariri ditunjuk untuk membentuk pemerintahan baru pada Oktober lalu, setelah pengunduran diri Perdana Menteri Hassan Diab pasca ledakan di pelabuhan Beirut yang mematikan.

Pada saat yang sama, Lebanon sedang mengalami apa yang oleh Bank Dunia disebut sebagai salah satu depresi terburuk dalam sejarah modern, terutama dalam hal pengaruhnya terhadap standar hidup.

Mata uang negara itu telah kehilangan lebih dari 90% nilainya sejak musim gugur 2019 dan lebih dari setengah populasi menjadi pengangguran karena bisnis tutup.

Menurut Bank Dunia, produk domestik bruto (PDB) negara berpenduduk enam juta orang itu menukik sekitar 40 persen menjadi USD33 miliar tahun lalu, dari USD55 miliar pada 2018.

(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2040 seconds (0.1#10.140)