AS Didesak Membom Negara Komunis Kuba

Jum'at, 16 Juli 2021 - 13:32 WIB
loading...
AS Didesak Membom Negara Komunis Kuba
Demonstran anti-pemerintah bentrok dengan pasukan polisi berpakaian sipil dalam unjuk rasa di Havana, Minggu (11/7/2021). Foto/REUTERS
A A A
MIAMI - Pemerintah Amerika Serikat (AS) didesak melakukan intervensi militer dengan membombardir Kuba setelah protes besar anti-pemerintah pecah di negara komunis tersebut. Desakan untuk menyerang negara warisan Fidel Castro itu muncul dari Wali Kota Miami Francis Suarez.

Suarez mengatakan serangan AS sebelumnya di tempat lain—dari Panama ke Kosovo—telah berjalan dengan baik.



Kuba, kata Suarez kepada Fox News dalam sebuah wawancara, merupakan ancaman bagi AS karena mengekspor komunisme ke seluruh belahan Bumi.

Suarez mengeklaim, Kuba tak hanya sebagai salah satu pengedar narkoba terbesar di kawasan Amerika Latin, tapi negara itu juga menjadi pendukung terorisme seperti yang ditetapkan oleh pemerintah Amerika Serikat.

“[Kuba] mengekspor komunisme ke seluruh belahan Bumi dan di seluruh dunia dan telah melakukannya selama beberapa dekade dan itu adalah sesuatu yang harus menarik perhatian keamanan nasional AS,” kata wali kota tersebut.

Dia kemudian menyarankan AS mengambil pemerintah Kuba dengan beberapa cara yang mirip dengan penangkapan pemimpin terkenal yang juga penyelundup narkoba Panama; Manuel Noriega, tahun tahun 1990.

Noriega merupakan sekutu AS yang kehilangan status favoritnya setelah terungkap bahwa dia juga telah memberikan data intelijen ke negara lain, termasuk Kuba, yang bertentangan dengan Washington.

Suarez berpendapat Panama telah menikmati demokrasi damai selama puluhan tahun sejak tersingkirnya Noriega. Namun, secara internasional, Panama memiliki reputasi yang dipertanyakan sebagai surga pajak bagi orang kaya, sebagaimana terungkap dalam paparan Panama Papers tahun 2018.



Tapi itu bukan hanya Panama, Suarez menjelaskan dalam wawancara Fox News secara terpisah pada hari Selasa—bahwa kedua partai politik AS bisa berada di balik serangan udara terhadap Kuba.

"Sama seperti pemerintahan Bush dari Partai Republik menyingkirkan Noriega, Anda memiliki intervensi oleh presiden Demokrat yang menyingkirkan Osama bin Laden di Pakistan. Dan Presiden Clinton di Kosovo melakukan intervensi dalam masalah kemanusiaan dengan serangan udara. Jadi ada banyak, banyak peluang dalam sejarah," paparnya.

Komentar wali kota itu kemudian dipotong oleh pembawa ancara Fox News; Maria McCallum, yang tidak percaya, yang bertanya apakah dia benar-benar menyarankan serangan udara di Kuba. Suarez tidak memanfaatkan kesempatan untuk mundur, mengatakan kepadanya bahwa intervensi militer harus dilakukan.

"Pilihan itu adalah salah satu yang harus dieksplorasi dan tidak dapat dibuang sebagai salah satu yang tidak ada di atas meja," katanya.

Suarez dengan keras menentang upaya apa pun oleh pemerintahan Joe Biden untuk melonggarkan embargo yang telah mencegah negara-negara lain mengirim bantuan ke negara kepulauan itu sejak 1960, bersikeras bahwa pemerintah Kuba akan menggunakan uang yang masuk untuk melawan Washington.

“Mereka ingin bisa menyalahkan AS atas sistem pemerintahan mereka yang gagal,” ujar wali kota tersebut.

“Apa pun yang kami lakukan untuk membantu pulau itu pada akhirnya menjadi bahan bakar bagi mereka untuk menindas warganya,” keluhnya.

Dia memperluas subjek dalam wawancara lainnya, dengan alasan bahwa embargo itu tidak "kejam" sambil menyarankan bahwa pemerintah Kuba sendiri—bukan blokade yang diberlakukan Washington di pulau itu—yang harus disalahkan atas keadaan ekonominya.

Sementara koalisi besar anti-Castro di Miami telah berbaris dalam "solidaritas" dengan para pengunjuk rasa di Havana selama akhir pekan. Kendati demikian, sebagian dari mereka melalui media sosial tidak setuju dengan seruan agar AS membom Kuba.

“Kirim makanan, obat-obatan, insinyur, dan pekerja sosial...bukan tentara. Mari kita lakukan invasi damai sekali saja,” tulis seorang pendukung Biden di Twitter dengan akun @quakerorts, seperti dikutip Russia Today, kemarin.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1662 seconds (0.1#10.140)