PBB: Myanmar Berisiko Perang Saudara Skala Besar
loading...
A
A
A
NEW YORK CITY - Majelis Umum PBB telah menyerukan penghentian aliran senjata ke Myanmar setelah Utusan Khusus PBB Christine Schraner Burgener memperingatkan negara itu berisiko dilanda perang saudara skala besar.
"Risiko perang saudara skala besar adalah nyata," kata Burgener.
Myanmar dilanda kekacauan setelah kudeta militer 1 Februari lalu, di mana junta militer mengambil alih kekuasaan dan menangkap pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
"Waktu sangat penting. Kesempatan untuk membalikkan pengambilalihan militer semakin menyempit," kata Burgener seperti dikutip Reuters, Sabtu (19/6/2021).
Dalam langkah yang jarang terjadi pada hari Jumat, 193 anggota PBB mengutuk kudeta militer Myanmar 1 Februari dan mendesak militer untuk segera menghentikan semua kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai serta mengakhiri pembatasan internet dan media sosial.
Dalam resolusi yang tidak mengikat, PBB memerintahkan penghentian aliran senjata ke Myanmar dan menyerukan pembebasan para tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi.
Sekretaris Jenderal PBB yang baru terpilih kembali Antonio Guterres mengatakan penting untuk mengirim pesan yang jelas kepada militer Myanmar.
"Kita mutlak harus menciptakan kondisi agar demokrasi dipulihkan," katanya.
"Kita tidak bisa hidup di dunia di mana kudeta militer menjadi norma. Ini sama sekali tidak bisa diterima," ujarnya.
Namun Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, yang berbicara atas nama pemerintah sipil terpilih di negara itu, mengatakan dia kecewa karena butuh waktu lama untuk mengadopsi resolusi PBB dan tak ada yang menjamin keselamatan rakyat.
"Sangat penting bahwa tidak ada negara yang harus mendukung militer," katanya, seraya menambahkan bahwa resolusi itu masih kehilangan banyak poin penting untuk menyelamatkan nyawa.
"Risiko perang saudara skala besar adalah nyata," kata Burgener.
Myanmar dilanda kekacauan setelah kudeta militer 1 Februari lalu, di mana junta militer mengambil alih kekuasaan dan menangkap pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
"Waktu sangat penting. Kesempatan untuk membalikkan pengambilalihan militer semakin menyempit," kata Burgener seperti dikutip Reuters, Sabtu (19/6/2021).
Dalam langkah yang jarang terjadi pada hari Jumat, 193 anggota PBB mengutuk kudeta militer Myanmar 1 Februari dan mendesak militer untuk segera menghentikan semua kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai serta mengakhiri pembatasan internet dan media sosial.
Dalam resolusi yang tidak mengikat, PBB memerintahkan penghentian aliran senjata ke Myanmar dan menyerukan pembebasan para tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi.
Sekretaris Jenderal PBB yang baru terpilih kembali Antonio Guterres mengatakan penting untuk mengirim pesan yang jelas kepada militer Myanmar.
"Kita mutlak harus menciptakan kondisi agar demokrasi dipulihkan," katanya.
"Kita tidak bisa hidup di dunia di mana kudeta militer menjadi norma. Ini sama sekali tidak bisa diterima," ujarnya.
Namun Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, yang berbicara atas nama pemerintah sipil terpilih di negara itu, mengatakan dia kecewa karena butuh waktu lama untuk mengadopsi resolusi PBB dan tak ada yang menjamin keselamatan rakyat.
"Sangat penting bahwa tidak ada negara yang harus mendukung militer," katanya, seraya menambahkan bahwa resolusi itu masih kehilangan banyak poin penting untuk menyelamatkan nyawa.
(min)