GCC: Program Rudal Iran Harus Dibahas dalam Pembicaraan Nuklir

Kamis, 17 Juni 2021 - 05:20 WIB
loading...
GCC: Program Rudal Iran Harus Dibahas dalam Pembicaraan Nuklir
Dewan Kerja sama Teluk meminta agar program rudal Iran turut dibahas dalam pembicaraan nuklir. Foto/Ilustrasi
A A A
RIYADH - Negera-negara Teluk Arab yang tergabung dalam Dewan Kerja sama Teluk (GCC) mengatakan akan berbahaya untuk memisahkan perjanjian nuklir kekuatan global dengan Iran dari program rudal Teheran dan perilaku mengganggu stabilitas. GCC pun mengulangi seruan mereka agar program rudal dan perilaku agresif Iran dimasukkan dalam dialog.

Menteri luar negeri Teluk Arab mendesak kekuatan global untuk mengamankan kesepakatan dengan pembatasan yang lebih kuat dan durasi yang lebih lama, dan untuk menghubungkannya dengan langkah-langkah praktis untuk membangun kepercayaan guna mencegah perlombaan senjata dan konflik lebih lanjut di wilayah tersebut.

"Negara-negara Teluk harus terlibat dalam negosiasi global dengan Teheran dan siap untuk bekerja sama dan menangani secara serius dan efektif dengan file nuklir Iran atas dasar penghormatan terhadap kedaulatan dan hubungan bertetangga yang baik,” kata GCC dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan di Riyadh.



"Bahaya memisahkan implikasi dari kesepakatan nuklir dari program rudal Iran dan dukungan untuk proksi regional, dan mendesak Teheran untuk terlibat secara serius dengan pembicaraan dan menghindari eskalasi," pernyataan itu menekankan seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (17/6/2021).

Kekuatan dunia dan Iran memasuki pembicaraan putaran keenam di Wina, Austria, pada hari Sabtu untuk menghidupkan kembali pakta nuklir 2015 yang ditentang oleh Arab Saudi dan sekutunya karena tidak mengatasi masalah mereka, dan yang ditinggalkan Amerika Serikat (AS) pada 2018.

Iran telah menentang segala upaya untuk menambahkan masalah lain ke dalam kesepakatan, di mana Teheran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Presiden AS Joe Biden ingin memulihkan kesepakatan yang ditinggalkan oleh pendahulunya Donald Trump.

(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1823 seconds (0.1#10.140)