Kebijakan Partai Komunis China Picu Penurunan Ekstrem Tingkat Kelahiran di Xinjiang

Kamis, 13 Mei 2021 - 22:00 WIB
loading...
Kebijakan Partai Komunis China Picu Penurunan Ekstrem Tingkat Kelahiran di Xinjiang
Kebijakan Partai Komunis China picu penurunan ekstrim tingkat kelahiran di Xinjiang. Foto/Ilustrasi
A A A
CANBERRA - Sebuah laporan terbaru menyebutkan bahwa kebijakan koersif China di Xinjiang telah menyebabkan penurunan tingkat kelahiran resmi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan drastis diwilayah itu sejak 2017.

Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) menerbitkan penelitian baru berdasarkan data resmi China. ASPI mengatakan angka kelahiran di wilayah Xinjiang telah turun 48,74 persen dalam dua tahun.

Penurunan itu terjadi setelah diperkenalkannya kampanye "kebijakan keras" Partai Komunis China terhadap kelahiran ilegal di wilayah tersebut. Kebijakan itu muncul setelah bertahun-tahun pengecualian preferensial dari undang-undang keluarga berencana yang ketat di komunitas adat China.

ASPI mencatat penurunan terbesar terjadi di distrik di mana Muslim Uighur dan komunitas adat lainnya terkonsentrasi.



"Tingkat kelahiran di negara dengan 90 persen atau lebih penduduk asli turun rata-rata 56,5 persen antara 2017 dan 2018," kata ASPI seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (13/5/2021).

Selain pengendalian populasi, ada juga laporan perusakan kuburan Muslim, pemisahan anak-anak, dan orang Uighur yang dipaksa makan daging babi yang melanggar keyakinan agama mereka.

Human Rights Watch tahun lalu menuduh bahwa penindasan yang didorong oleh teknologi dengan orang-orang yang dipilih untuk ditahan melalui algoritma yang menandai koneksi, pola perjalanan, dan bahkan mengenakan jilbab.

Diwartakan sebelumnya, Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Inggris terlibat bentrok dengan China di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas perlakuannya terhadap etnis Uighur dan sebagian besar kelompok Muslim lainnya di Xinjiang. Ini terjadi saat Barat terus bergerak maju menggelar acara terkait Xinjiang di mana Beijing telah melobi negara-negara anggota PBB untuk tidak menghadirinya.



PBB, beberapa negara barat, akademisi dan kelompok hak asasi mengatakan ratusan ribu orang Uighur telah dikirim ke kamp pendidikan ulang di wilayah paling barat. China telah mengakui keberadaan kamp tersebut, tetapi mengatakan kamp tersebut adalah pusat pelatihan keterampilan kejuruan yang diperlukan untuk menangani kelompok garis keras.
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1871 seconds (0.1#10.140)