China Siap Berlakukan UU Baru untuk Mengekang Oposisi Hong Kong
loading...
A
A
A
BEIJING - China sedang bersiap untuk memberlakukan undang-undang (UU) keamanan baru yang kontroversial di Hong Kong . Aturan baru itu nantinya akan mengekang aktivitas oposisi di kota keuangan Asia tersebut.
Hong Kong saat ini berstatus Wilayah Administrasi Khusus China. Wilayah itu diserahkan Inggris kepada pemerintah Beijing pada 1 Juli 1997.
Parlemen China sedang membahas rancangan undang-undang (RUU) yang nantinya akan menjadi UU keamanan baru di Hong Kong. Itu artinya, otoritas di Beijing akan mengesampingkan badan pembuat undang-undang di wilayah itu sendiri dalam memberlakukan aturan untuk menindak kegiatan yang dianggap Beijing subversif.
"Kongres Rakyat Nasional akan membahas RUU tentang membangun dan meningkatkan sistem hukum dan mekanisme penegakan hukum untuk Wilayah Administratif Khusus Hong Kong untuk menjaga keamanan nasional," kata juru bicara pemerintah China, Zhang Yesui, seperti dikutip dari Xinhua, Jumat (22/5/2020).
Langkah semacam itu telah lama dipertimbangkan, tetapi dengan cepat menuai protes kubu anti-pemerintah di wilayah bekas koloni Inggris tersebut pada tahun tahun lalu. (Baca: Demo Terus Berlanjut, Hong Kong Pertimbangkan Berlakukan UU Darurat )
RUU tersebut terakhir kali diusulkan pada tahun 2003 berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar, konstitusi-mini Hong Kong, yang memicu ratusan ribu warga di wilayah itu melakukan protes.
RUU lantas ditarik oleh pemerintah, tetapi Beijing semakin mendorong langkah-langkah yang seolah-olah sebagai hukuman karena kubu oposisi tidak menghormati bendera nasional dan lagu kebangsaan China. Beijing juga gencar menerapkan pendidikan bertema patriotik yang pro-Cina di sekolah-sekolah di wilayah tersebut.
Namun, pada saat itu kubu oposisi di Dewan Legislatif Hong Kong tidak meloloskan RUU semacam itu.
"Langkah-langkah baru diperlukan oleh situasi dan tuntutan baru dan tindakan di tingkat nasional sepenuhnya diperlukan," kata Zhang.
Surat kabar South China Morning Post dalam laporannya mengatakan RUU akan diajukan ke Kongres Rakyat Nasional (NPC) pada Jumat (22/5/2020) sore dan voting pada akhir sesi 28 Mei mendatang.
Pemungutan suara di NPC akan menambah kekhawatiran di kubu pro-demokrasi Hong Kong bahwa Beijing mengabaikan hak-hak warga wilayah semi-otonom tersebut untuk berkumpul dan bebas berbicara yang jauh melebihi yang diizinkan oleh Partai Komunis yang berkuasa di daratan China.
Hong Kong saat ini berstatus Wilayah Administrasi Khusus China. Wilayah itu diserahkan Inggris kepada pemerintah Beijing pada 1 Juli 1997.
Parlemen China sedang membahas rancangan undang-undang (RUU) yang nantinya akan menjadi UU keamanan baru di Hong Kong. Itu artinya, otoritas di Beijing akan mengesampingkan badan pembuat undang-undang di wilayah itu sendiri dalam memberlakukan aturan untuk menindak kegiatan yang dianggap Beijing subversif.
"Kongres Rakyat Nasional akan membahas RUU tentang membangun dan meningkatkan sistem hukum dan mekanisme penegakan hukum untuk Wilayah Administratif Khusus Hong Kong untuk menjaga keamanan nasional," kata juru bicara pemerintah China, Zhang Yesui, seperti dikutip dari Xinhua, Jumat (22/5/2020).
Langkah semacam itu telah lama dipertimbangkan, tetapi dengan cepat menuai protes kubu anti-pemerintah di wilayah bekas koloni Inggris tersebut pada tahun tahun lalu. (Baca: Demo Terus Berlanjut, Hong Kong Pertimbangkan Berlakukan UU Darurat )
RUU tersebut terakhir kali diusulkan pada tahun 2003 berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar, konstitusi-mini Hong Kong, yang memicu ratusan ribu warga di wilayah itu melakukan protes.
RUU lantas ditarik oleh pemerintah, tetapi Beijing semakin mendorong langkah-langkah yang seolah-olah sebagai hukuman karena kubu oposisi tidak menghormati bendera nasional dan lagu kebangsaan China. Beijing juga gencar menerapkan pendidikan bertema patriotik yang pro-Cina di sekolah-sekolah di wilayah tersebut.
Namun, pada saat itu kubu oposisi di Dewan Legislatif Hong Kong tidak meloloskan RUU semacam itu.
"Langkah-langkah baru diperlukan oleh situasi dan tuntutan baru dan tindakan di tingkat nasional sepenuhnya diperlukan," kata Zhang.
Surat kabar South China Morning Post dalam laporannya mengatakan RUU akan diajukan ke Kongres Rakyat Nasional (NPC) pada Jumat (22/5/2020) sore dan voting pada akhir sesi 28 Mei mendatang.
Pemungutan suara di NPC akan menambah kekhawatiran di kubu pro-demokrasi Hong Kong bahwa Beijing mengabaikan hak-hak warga wilayah semi-otonom tersebut untuk berkumpul dan bebas berbicara yang jauh melebihi yang diizinkan oleh Partai Komunis yang berkuasa di daratan China.
(min)