Kapal Selam KRI Nanggala-402 Diyakini Diseret 'Kekuatan Tak Terlihat'
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kapal selam KRI Nanggala-402 diyakini diseret oleh "kekuatan tak terlihat" hingga ke kedalaman 838 meter di perairan Bali. "Kekuatan" yang dimaksud adalah gelombang soliter.
Tragedi pada Rabu dini hari pekan lalu itu menyebabkan 53 tentara Angkatan Laut Indonesia yang jadi awak kapal tersebut gugur.
Keyakinan bahwa gelombang soliter sebagai penyebab tenggelamnya KRI Nanggala-402 itu disampaikan Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Laut (Asrena KSAL) Laksamana Muda TNI Muhammad Ali.
Gelombang soliter adalah gelombang bawah air yang terjadi ketika dua kedalaman laut yang berbeda bertemu sehingga menghasilkan tarikan dan dorongan yang kuat dan berbahaya.
Pejabat TNI AL itu mengatakan gelombang internal yang intens tercatat di lepas pantai Bali pada Rabu pagi pekan lalu, pada saat yang sama di mana kapal selam itu dilaporkan hilang kontak.
"Kecurigaan kami jatuh pada kondisi alam. Karena gelombang soliter internal terjadi pada saat itu di utara Bali," kata Muhammad Ali, yang dilansir media asing; Mail Online.
Citra satelit NASA dari tahun 2016 menunjukkan riak gelombang internal non-linier melintasi Laut Bali—gelombang tersebut hampir tidak berdampak pada permukaan di atas tetapi menyebabkan perubahan besar air di bawahnya.
KRI Nanggala-402 bersama 53 awaknya sedang diupayakan untuk dievakuasi. Belum jelas skenario evakuasi seperti apa yang akan dilakukan.
Tim pencari dan penyelamat sebelumnya menemukan tumpahan minyak dan beberapa benda di area tersebut beberapa jam setelah KRI Nanggala-402 hilang kontak. Pemindaian bawah air kemudian memastikan bahwa kapal selam itu tenggelam dan terbelah menjadi tiga bagian.
Para ahli bertentangan tentang penyebab tragedi kapal selam tersebut. Beberapa di antaranya menduga kapal selam Indonesia itu diserang oleh pasukan asing dan yang lain percaya black out atau pemadaman listrik menjadi penyebab awal.
Pihak berwenang Indonesia menolak asumsi kapal selam itu kelebihan muatan, dengan mengatakan bahwa meskipun kapal dengan 30 tempat tidur itu membawa 53 pelaut.
Kapal itu didesain ulang untuk dapat melayani jumlah awak yang lebih banyak dan hanya membawa empat dari delapan rudalnya.
Para pejabat sekarang yakin insiden itu adalah akibat gelombang internal, yang biasa terjadi di perairan Bali.
Pihak NASA mengatakan gelombang soliter cenderung bergabung setiap 14 hari untuk menciptakan aliran pasang surut yang sangat kuat.
Seorang pejabat pertahanan Indonesia mengatakan gambar dari satelit Jepang mengonfirmasi gelombang besar bawah air hadir di area tersebut pada saat KRI Nanggala-402 tenggelam, menggerakkan sejumlah besar air yang tidak dapat diatasi oleh kapal.
"Itu bergerak dari bawah ke utara, dan ada parit di antara dua gunung," kata Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) Laksamana Muda Iwan Isnurwanto.
"Gelombang itu sekitar dua mil laut [dalam hal kecepatan] dan volume air sekitar dua hingga empat juta liter kubik," katanya.
Laksamana lain mengatakan insiden itu adalah "kehendak alam".
TNI AL sedang menyelidiki bagaimana mereka dapat mengevakuasi kapal selam dan jenazah 53 awak, tetapi kedalamannya membuatnya sangat sulit.
Rudal kapal selam kemungkinan rusak dan rapuh untuk meledak, dan memindahkan 1.300 ton logam kembali ke permukaan akan membutuhkan latihan yang mahal dan berat.
Namun, pihak keluarga berharap evakuasi jenazah 53 awak kapal selam dapat dilakukan.
Tragedi pada Rabu dini hari pekan lalu itu menyebabkan 53 tentara Angkatan Laut Indonesia yang jadi awak kapal tersebut gugur.
Keyakinan bahwa gelombang soliter sebagai penyebab tenggelamnya KRI Nanggala-402 itu disampaikan Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Laut (Asrena KSAL) Laksamana Muda TNI Muhammad Ali.
Gelombang soliter adalah gelombang bawah air yang terjadi ketika dua kedalaman laut yang berbeda bertemu sehingga menghasilkan tarikan dan dorongan yang kuat dan berbahaya.
Pejabat TNI AL itu mengatakan gelombang internal yang intens tercatat di lepas pantai Bali pada Rabu pagi pekan lalu, pada saat yang sama di mana kapal selam itu dilaporkan hilang kontak.
"Kecurigaan kami jatuh pada kondisi alam. Karena gelombang soliter internal terjadi pada saat itu di utara Bali," kata Muhammad Ali, yang dilansir media asing; Mail Online.
Citra satelit NASA dari tahun 2016 menunjukkan riak gelombang internal non-linier melintasi Laut Bali—gelombang tersebut hampir tidak berdampak pada permukaan di atas tetapi menyebabkan perubahan besar air di bawahnya.
KRI Nanggala-402 bersama 53 awaknya sedang diupayakan untuk dievakuasi. Belum jelas skenario evakuasi seperti apa yang akan dilakukan.
Tim pencari dan penyelamat sebelumnya menemukan tumpahan minyak dan beberapa benda di area tersebut beberapa jam setelah KRI Nanggala-402 hilang kontak. Pemindaian bawah air kemudian memastikan bahwa kapal selam itu tenggelam dan terbelah menjadi tiga bagian.
Para ahli bertentangan tentang penyebab tragedi kapal selam tersebut. Beberapa di antaranya menduga kapal selam Indonesia itu diserang oleh pasukan asing dan yang lain percaya black out atau pemadaman listrik menjadi penyebab awal.
Pihak berwenang Indonesia menolak asumsi kapal selam itu kelebihan muatan, dengan mengatakan bahwa meskipun kapal dengan 30 tempat tidur itu membawa 53 pelaut.
Kapal itu didesain ulang untuk dapat melayani jumlah awak yang lebih banyak dan hanya membawa empat dari delapan rudalnya.
Para pejabat sekarang yakin insiden itu adalah akibat gelombang internal, yang biasa terjadi di perairan Bali.
Pihak NASA mengatakan gelombang soliter cenderung bergabung setiap 14 hari untuk menciptakan aliran pasang surut yang sangat kuat.
Seorang pejabat pertahanan Indonesia mengatakan gambar dari satelit Jepang mengonfirmasi gelombang besar bawah air hadir di area tersebut pada saat KRI Nanggala-402 tenggelam, menggerakkan sejumlah besar air yang tidak dapat diatasi oleh kapal.
"Itu bergerak dari bawah ke utara, dan ada parit di antara dua gunung," kata Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) Laksamana Muda Iwan Isnurwanto.
"Gelombang itu sekitar dua mil laut [dalam hal kecepatan] dan volume air sekitar dua hingga empat juta liter kubik," katanya.
Laksamana lain mengatakan insiden itu adalah "kehendak alam".
TNI AL sedang menyelidiki bagaimana mereka dapat mengevakuasi kapal selam dan jenazah 53 awak, tetapi kedalamannya membuatnya sangat sulit.
Rudal kapal selam kemungkinan rusak dan rapuh untuk meledak, dan memindahkan 1.300 ton logam kembali ke permukaan akan membutuhkan latihan yang mahal dan berat.
Namun, pihak keluarga berharap evakuasi jenazah 53 awak kapal selam dapat dilakukan.
(min)