Kesepakatan Ekstradisi China Mengkhawatirkan Etnis Uighur di Turki
loading...
A
A
A
ISTANBUL - Ratusan wanita di Istanbul, Turki , berunjuk rasa mengecam perlakuan China terhadap Uighur di Xinjiang.
Nursiman Abdurasit menangis memikirkan ibunya yang dipenjara di Xinjiang dan khawatir etnis Uighur seperti dia di Turki suatu hari nanti akan dipulangkan berdasarkan kesepakatan ekstradisi.
Beijing menyetujui perjanjian ekstradisi antara kedua negara pada Desember. Kesepakatan itu menunggu ratifikasi parlemen Ankara.
Para aktivis itu mewakili 40.000 orang Uighur yang tinggal di Turki untuk menyuarakan penderitaan mereka.
Lihat infografis: Terancam, AS Kerahkan AN/TWQ-1 Avenger di Suriah dan Irak
Nursiman Abdurasit datang ke Turki untuk belajar pada 2015 dan kehilangan kontak dengan keluarganya empat tahun lalu.
Lihat infografis: Tentara Myanmar Takut dengan Pakaian Dalam Perempuan
Musim panas lalu dia menemukan orang tua dan dua saudara laki-lakinya telah dijatuhi hukuman penjara yang lama karena dicurigai melakukan “kegiatan terkait terorisme” yang tidak disebutkan.
"Saya telah hidup dengan pengetahuan bahwa ibu saya berada di pusat penahanan selama empat tahun terakhir, mengalami penindasan," ujar dia dalam protes memperingati Hari Perempuan di pinggir laut Istanbul, dekat konsulat China.
Wanita berusia 32 tahun berkerudung itu mengatakan dia mengingat Hari Perempuan Internasional adalah hari paling membahagiakan bagi ibunya, ketika keluarga akan memberinya hadiah, sampai ibunya menerima hukuman penjara 13 tahun.
Di sekitar Nursiman, 1.000 kerumunan orang mengangkat foto kerabat yang hilang dan mengibarkan bendera biru-putih, lambang gerakan kemerdekaan Turkestan Timur, nama yang mengacu pada gerakan tersebut di Xinjiang.
Para pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan satu juta warga Uighur dan Muslim lainnya ditahan di pusat-pusat penahanan di wilayah Xinjiang, China barat laut.
Amerika Serikat (AS) mengatakan pada Januari China telah melakukan "genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan" dengan menindas warga Uighur.
China membantah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang. Beijing mengatakan kompleks yang didirikannya di wilayah tersebut menyediakan pelatihan kejuruan untuk membantu membasmi ekstremisme dan separatisme.
"China mengatakan bahwa apa yang kami lakukan adalah kejahatan, 'apa yang Anda lakukan adalah separatisme, meremehkan negara'," ujar Nursiman Abdurasit, menyuarakan keprihatinan tentang konsekuensi dari kesepakatan ekstradisi yang menunggu ratifikasi di komisi parlemen Turki.
“Jika kesepakatan ini diratifikasi, kami bisa diekstradisi untuk kejahatan ini. Jadi kami khawatir,” papar wanita yang tinggal di flat kecil di Istanbul bersama suami Uighur dan putrinya yang berusia enam tahun.
Kekhawatiran Muslim Uighur yang tinggal di Turki telah diperburuk ketergantungan Ankara pada China untuk vaksin COVID-19, setelah menerima 15 juta dosis dari Sinovac Biotech China dan memesan puluhan juta dosis lainnya.
Namun, Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu membantah bahwa perjanjian ekstradisi akan menyebabkan Uighur dipulangkan. Dia menggambarkannya sebagai rutinitas yang serupa dengan yang dilakukan Turki dengan negara lain.
Seorang juru bicara kedutaan besar China mengatakan bulan lalu bahwa warga Uighur yang telah mengadakan protes rutin di dekat misi diplomatik China di Turki dalam beberapa bulan terakhir berusaha menipu rakyat Turki dan merusak hubungan bilateral.
“Tujuan orang-orang ini dengan kebohongan yang dibuat-buat adalah menyerang kebijakan pemerintah China di Xinjiang, menghitamkan citra China, dan mengeksploitasi masalah yang terkait dengan Xinjiang,” papar dia.
Kedutaan tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang protes terbaru pada Senin (8/3).
Nursiman Abdurasit menangis memikirkan ibunya yang dipenjara di Xinjiang dan khawatir etnis Uighur seperti dia di Turki suatu hari nanti akan dipulangkan berdasarkan kesepakatan ekstradisi.
Beijing menyetujui perjanjian ekstradisi antara kedua negara pada Desember. Kesepakatan itu menunggu ratifikasi parlemen Ankara.
Para aktivis itu mewakili 40.000 orang Uighur yang tinggal di Turki untuk menyuarakan penderitaan mereka.
Lihat infografis: Terancam, AS Kerahkan AN/TWQ-1 Avenger di Suriah dan Irak
Nursiman Abdurasit datang ke Turki untuk belajar pada 2015 dan kehilangan kontak dengan keluarganya empat tahun lalu.
Lihat infografis: Tentara Myanmar Takut dengan Pakaian Dalam Perempuan
Musim panas lalu dia menemukan orang tua dan dua saudara laki-lakinya telah dijatuhi hukuman penjara yang lama karena dicurigai melakukan “kegiatan terkait terorisme” yang tidak disebutkan.
"Saya telah hidup dengan pengetahuan bahwa ibu saya berada di pusat penahanan selama empat tahun terakhir, mengalami penindasan," ujar dia dalam protes memperingati Hari Perempuan di pinggir laut Istanbul, dekat konsulat China.
Wanita berusia 32 tahun berkerudung itu mengatakan dia mengingat Hari Perempuan Internasional adalah hari paling membahagiakan bagi ibunya, ketika keluarga akan memberinya hadiah, sampai ibunya menerima hukuman penjara 13 tahun.
Di sekitar Nursiman, 1.000 kerumunan orang mengangkat foto kerabat yang hilang dan mengibarkan bendera biru-putih, lambang gerakan kemerdekaan Turkestan Timur, nama yang mengacu pada gerakan tersebut di Xinjiang.
Para pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan satu juta warga Uighur dan Muslim lainnya ditahan di pusat-pusat penahanan di wilayah Xinjiang, China barat laut.
Amerika Serikat (AS) mengatakan pada Januari China telah melakukan "genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan" dengan menindas warga Uighur.
China membantah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang. Beijing mengatakan kompleks yang didirikannya di wilayah tersebut menyediakan pelatihan kejuruan untuk membantu membasmi ekstremisme dan separatisme.
"China mengatakan bahwa apa yang kami lakukan adalah kejahatan, 'apa yang Anda lakukan adalah separatisme, meremehkan negara'," ujar Nursiman Abdurasit, menyuarakan keprihatinan tentang konsekuensi dari kesepakatan ekstradisi yang menunggu ratifikasi di komisi parlemen Turki.
“Jika kesepakatan ini diratifikasi, kami bisa diekstradisi untuk kejahatan ini. Jadi kami khawatir,” papar wanita yang tinggal di flat kecil di Istanbul bersama suami Uighur dan putrinya yang berusia enam tahun.
Kekhawatiran Muslim Uighur yang tinggal di Turki telah diperburuk ketergantungan Ankara pada China untuk vaksin COVID-19, setelah menerima 15 juta dosis dari Sinovac Biotech China dan memesan puluhan juta dosis lainnya.
Namun, Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu membantah bahwa perjanjian ekstradisi akan menyebabkan Uighur dipulangkan. Dia menggambarkannya sebagai rutinitas yang serupa dengan yang dilakukan Turki dengan negara lain.
Seorang juru bicara kedutaan besar China mengatakan bulan lalu bahwa warga Uighur yang telah mengadakan protes rutin di dekat misi diplomatik China di Turki dalam beberapa bulan terakhir berusaha menipu rakyat Turki dan merusak hubungan bilateral.
“Tujuan orang-orang ini dengan kebohongan yang dibuat-buat adalah menyerang kebijakan pemerintah China di Xinjiang, menghitamkan citra China, dan mengeksploitasi masalah yang terkait dengan Xinjiang,” papar dia.
Kedutaan tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang protes terbaru pada Senin (8/3).
(sya)