Aung San Suu Kyi Desak Rakyat Myanmar Lawan Kudeta Militer

Selasa, 02 Februari 2021 - 09:14 WIB
loading...
Aung San Suu Kyi Desak Rakyat Myanmar Lawan Kudeta Militer
Aung San Suu Kyi mendesak rakyat Myanmar untuk melawan kudeta militer. Foto/Al Jazeera
A A A
NAYPYIDAW - Pemimpin pemerintahan sipil Myanmar , Aung San Suu Kyi , mendesak rakyat di seluruh negera itu untuk menentang kudeta yang dilakukan militer. Aung San Suu Kyi dan pejabat terkemuka lainnya ditahan sehari sebelum anggota parlemen terpilih pada November lalu dijadwalkan untuk memulai masa jabatan parlemen baru.

"Saya mendesak rakyat untuk tidak menerima ini, untuk merespons dan sepenuh hati memprotes kudeta oleh militer," bunyi pernyataan yang menggunakan nama Suu Kyi tetapi tidak ada tanda tangannya.

"Hanya rakyat yang penting," sambung pernyataan itu seperti dikutip dari NBC News, Selasa (2/2/2021).



Sebuah catatan tulisan tangan di bagian bawah pernyataan yang diposting ke Facebook oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi mengatakan pernyataan itu ditulis sebelum hari Senin untuk mengantisipasi perebutan kekuasaan oleh tentara.

NLD memenangkan 83 persen suara dalam pemilihan umum bulan November dan komisi pemilihan negara itu telah menolak tuduhan kecurangan. Tentara Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat selama setahun dan mengatakan akan mengadakan pemilihan umum baru.

Menurut Myawaddy TV, yang dikendalikan oleh tentara panglima militer Min Aung Hliang sekarang akan memimpin pemerintahan. Militer Myanmar mengatakan pihaknya mengambil kendali sebagai tanggapan atas kecurangan pemilu.

Aung San Suu Kyi Desak Rakyat Myanmar Lawan Kudeta Militer


Pengumuman di televisi milik militer mengutip konstitusi negara, yang memungkinkan militer mengambil alih pada saat-saat darurat. Penyiar mengatakan krisis virus Corona dan kegagalan pemerintah untuk menunda pemilihan umum pada bulan November adalah alasan keadaan darurat tersebut.

Militer merancang konstitusi pada 2008 dan mempertahankan kekuasaannya di bawah piagam dengan mengorbankan pemerintahan sipil yang demokratis. Juru kampanye internasional Human Rights Watch yang berbasis di New York menggambarkan klausul itu sebagai "mekanisme kudeta yang menunggu."
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1806 seconds (0.1#10.140)