Dituduh Ingin Mengudeta MBS, Eks Putra Mahkota Arab Saudi Dalam Bahaya
loading...
A
A
A
RIYADH - Nasib mantan putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Nayef (MBN) yang saat ini ditahan berada dalam bahaya setelah dia diserang di media sosial dengan dituduh ingin mengudeta Putra Mahkota Mohammad bin Salman (MBS) . Kekhawatiran akan nasib MBN itu disuarakan para pengacaranya.
Menurut tim pengacaranya, ada troll online yang mencoba menggambarkan klien mereka sebagai bagian dari plot untuk mengguncang Arab Saudi. (Baca: Eks Putra Mahkota Saudi yang Ditahan Alami Serangan Jantung? )
Tim pengacara tersebut pada hari Jumat (4/12/2020) mengatakan kepada The Guardian bahwa mereka telah menulis surat ke YouTube untuk meminta platform tersebut menghapus video yang berisi tuduhan bahwa MBN telah terlibat dalam rencana untuk menggulingkan Pangeran MBS.
Video tersebut mengklaim bahwa MBN—yang telah ditahan sejak Maret 2020—sebenarnya buron, dan menyiratkan bahwa dia bersekongkol dengan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk melemahkan pemerintah Arab Saudi.
"Klien kami memiliki akses terbatas ke keluarga atau pengacaranya dan telah dicegah untuk menemui dokter pribadi yang telah bertanggung jawab atas perawatannya selama bertahun-tahun," kata tim pengacara MBN.(Baca juga: China Nyalakan 'Matahari Buatan', 10 Kali Lebih Panas dari Matahari Asli )
“Komunikasi yang dinikmati klien kami tidak diragukan lagi dipantau. Baik klien dan keluarga klien kami mengkhawatirkan keselamatannya, dan tidak diketahui apakah nyawa klien dan keluarga klien kami dalam bahaya," lanjut tim pengacara.
Kampanye media sosial lainnya telah muncul di Twitter di mana sang pangeran terkait dengan plot "deep state" dengan Biden untuk menghancurkan Arab Saudi.
Hasil penelitian yang dilihat oleh Guardian menunjukkan bahwa 40 persen dari tweet yang menargetkan MBN, yang menggunakan tanda pagar (tagar) #HillaryEmails, menunjukkan perilaku seperti bot.
Klaim tersebut, yang pertama kali muncul di akun Twitter berbahasa Arab, pada satu titik menjadi tagar Twitter paling tren di Arab Saudi, dengan lebih dari 170.000 tweet.
Mohammad bin Nayef, 61, diangkat sebagai putra mahkota setelah meninggalnya Raja Abdullah pada 2015. Namun, dia digantikan oleh putra Raja Salman yang berkuasa, Mohammad bin Salman pada 2017 dalam kudeta istana, dan kemudian ditangkap pada Maret 2020 di tengah tindakan keras terhadap para bangsawan senior.
Laporan yang muncul setelah penangkapan mereka menyatakan bahwa mereka telah ditahan karena berencana untuk menggulingkan MBS sebelum dia naik tahta. Beberapa sumber laporan kemudian mengatakan bahwa mereka telah ditahan karena "akumulasi perilaku buruk".
Keberadaan Mohammad bin Nayef dan Pangeran Ahmad, saudara laki-laki Raja Salman yang ditahan pada saat yang sama, tidak diketahui, meskipun Human Rights Watch telah menyuarakan keprihatinan tentang kesehatan mantan putra mahkota tersebut.
Menurut tim pengacaranya, ada troll online yang mencoba menggambarkan klien mereka sebagai bagian dari plot untuk mengguncang Arab Saudi. (Baca: Eks Putra Mahkota Saudi yang Ditahan Alami Serangan Jantung? )
Tim pengacara tersebut pada hari Jumat (4/12/2020) mengatakan kepada The Guardian bahwa mereka telah menulis surat ke YouTube untuk meminta platform tersebut menghapus video yang berisi tuduhan bahwa MBN telah terlibat dalam rencana untuk menggulingkan Pangeran MBS.
Video tersebut mengklaim bahwa MBN—yang telah ditahan sejak Maret 2020—sebenarnya buron, dan menyiratkan bahwa dia bersekongkol dengan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk melemahkan pemerintah Arab Saudi.
"Klien kami memiliki akses terbatas ke keluarga atau pengacaranya dan telah dicegah untuk menemui dokter pribadi yang telah bertanggung jawab atas perawatannya selama bertahun-tahun," kata tim pengacara MBN.(Baca juga: China Nyalakan 'Matahari Buatan', 10 Kali Lebih Panas dari Matahari Asli )
“Komunikasi yang dinikmati klien kami tidak diragukan lagi dipantau. Baik klien dan keluarga klien kami mengkhawatirkan keselamatannya, dan tidak diketahui apakah nyawa klien dan keluarga klien kami dalam bahaya," lanjut tim pengacara.
Kampanye media sosial lainnya telah muncul di Twitter di mana sang pangeran terkait dengan plot "deep state" dengan Biden untuk menghancurkan Arab Saudi.
Hasil penelitian yang dilihat oleh Guardian menunjukkan bahwa 40 persen dari tweet yang menargetkan MBN, yang menggunakan tanda pagar (tagar) #HillaryEmails, menunjukkan perilaku seperti bot.
Klaim tersebut, yang pertama kali muncul di akun Twitter berbahasa Arab, pada satu titik menjadi tagar Twitter paling tren di Arab Saudi, dengan lebih dari 170.000 tweet.
Mohammad bin Nayef, 61, diangkat sebagai putra mahkota setelah meninggalnya Raja Abdullah pada 2015. Namun, dia digantikan oleh putra Raja Salman yang berkuasa, Mohammad bin Salman pada 2017 dalam kudeta istana, dan kemudian ditangkap pada Maret 2020 di tengah tindakan keras terhadap para bangsawan senior.
Laporan yang muncul setelah penangkapan mereka menyatakan bahwa mereka telah ditahan karena berencana untuk menggulingkan MBS sebelum dia naik tahta. Beberapa sumber laporan kemudian mengatakan bahwa mereka telah ditahan karena "akumulasi perilaku buruk".
Keberadaan Mohammad bin Nayef dan Pangeran Ahmad, saudara laki-laki Raja Salman yang ditahan pada saat yang sama, tidak diketahui, meskipun Human Rights Watch telah menyuarakan keprihatinan tentang kesehatan mantan putra mahkota tersebut.
(min)