Hidupkan Perundingan Perdamaian Palestina
loading...
A
A
A
AMMAN - Raja Abdullah dari Yordania dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menggelar pertemuan billateral di Aqaba, Yordania, kemarin. Kedua pemimpin itu sangat berharap perundingan perdamaian konflik Palestina-Israel dapat kembali didukung pemerintah Amerika Serikat (AS) yang sebentar lagi akan diambil alih presiden terpilih Joe Biden pada 2021.
Raja Abdullah mengatakan sangat mendukung pernyataan Palestina. Dia juga patut optimis mengingat Biden bertindak lebih dewasa, diplomatik, dan halus dibandingkan presiden Donald Trump. Sebelumnya, Raja Abdullah menyayangkan sikap yang diambil Trump dan Israel yang bertindak sepihak dalam mengatasi berbagai isu di kawasan Palestina, terutama di Tepi Barat. (Baca: Kemampuan Drone Turki dan Azerbaijan Makin Ditakuti Eropa)
“Yang Mulai Raja Abdullah menekankan bahwa Yordania akan mendukung dan memberikan bantuan kepada Palestina sepenuhnya dalam mengejar hak mereka untuk menjadi negara merdeka,” ungkap Kerajaan Yordania, dikutip Reuters. “Saat berbicara melalui sambungan telepon, beliau juga meminta Biden mendukung solusi dua negara dalam menyelesaikan konflik Palestina.”
AS di bawah Trump melucuti seluruh perundingan perdamaian yang dicapai selama beberapa dekade, mulai dari mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel hingga perizinan pencaplokan Tepi Barat oleh Israel. Langkah itu memicu protes di Palestina dan negara berpenduduk muslim lainnya. Selain itu, para ahli menilai pendekatan gamblang Trump telah mematikan perundingan damai.
Para diplomat AS mengatakan Yordania merupakan negara sahaba dan juga menjadi negara pertama yang mengucapkan selamat kepada presiden terpilih AS, termasuk kepada Biden. Raja Abdulllah mengatakan kebijakan Trump yang selalu mengamini kebijakan sayap kanan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah menuai konflik dan menjauhkan perdamaian. (Baca juga: Nasehat Menghadapi Ujian dan Fitnah Akhir Zaman)
Rencana perdamaian yang diusung Trump juga selalu berpihak kepada Israel. Palestina bahkan tidak dianggap, diperhatikan, dan diberikan hak. Selain merugikan Palestina, rencana perdamaian Trump juga merugikan negara lain yang berdekatan dengan Palestina. Dengan meluasnya pencaplokan tanah di Tepi Barat, warga lokal juga sempat direncanakan bermigrasi menuju kawasan Yordania.
Wilayah Tepi Barat awalnya merupakan wilayah Yordania, termasuk Yerusalem Timur. Namun, kawasan itu jatuh ke tangan Israel setelah Yordania kalah dalam Perang Arab-Israel pada 1967. Saat itu, banyak warga Palestina bermigrasi menuju Yordania. Meski berbeda wilayah, Yordania memiliki hubungan darah dengan Palestina.
“Israel kini sedang berupaya memperluas pencaplokan wilayah dan mempercepat pembangunan pemukiman di kawasan jajahan di Tepi Barat,” ujar Raja Abdullah dan Abbas dalam pernyataan gabungan. Selama 5 tahun terakhir, Trump mengakui pembangunan itu merupakan tindakan yang sah dan tidak melanggar hukum internasional setelah banyak negara yang memprotes.
Abbas yang memutus hubungan dengan Trump sekitar tiga tahun lalu menilai Trump pro-Israel sehingga AS tidak layak lagi memediasi konflik Palestina-Israel. Dia kini akan pergi menuju Kairo, Mesir, untuk mencari dukungan pemulihan perundingan perdamaian sesuai dengan solusi dua negara. Palestina juga sempat meminta Rusia menjadi mediator, tapi ditolak dua kali oleh AS dan Israel. (Baca juga: Perkuliahan Tahun Depan Terapkan Campuran Tatap Muka dan Daring)
Upaya ini mendapatkan dukungan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, mendesak pemerintah Palestina dan Israel untuk mencari titik temu dalam membangun perdamaian. Dia memperingatkan agar negara lain tidak memperkeruh suasana dan tetap menahan diri sehingga solusi dua negara berjalan lancar.
“Banyak faktor yang terus menggerus proses perundingan perdamaian, mulai dari perluasan pemukiman ilegal Israel, penggusuran rumah warga Palestina, dan kekerasan militer,” kata Guterres. “Pemimpin Palestina dan Israel memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengawal rakyatnya dan mengeksplorasi setiap celah perdamaian demi mencapai perundingan yang adil dan damai.” (Muh Shamil)
Raja Abdullah mengatakan sangat mendukung pernyataan Palestina. Dia juga patut optimis mengingat Biden bertindak lebih dewasa, diplomatik, dan halus dibandingkan presiden Donald Trump. Sebelumnya, Raja Abdullah menyayangkan sikap yang diambil Trump dan Israel yang bertindak sepihak dalam mengatasi berbagai isu di kawasan Palestina, terutama di Tepi Barat. (Baca: Kemampuan Drone Turki dan Azerbaijan Makin Ditakuti Eropa)
“Yang Mulai Raja Abdullah menekankan bahwa Yordania akan mendukung dan memberikan bantuan kepada Palestina sepenuhnya dalam mengejar hak mereka untuk menjadi negara merdeka,” ungkap Kerajaan Yordania, dikutip Reuters. “Saat berbicara melalui sambungan telepon, beliau juga meminta Biden mendukung solusi dua negara dalam menyelesaikan konflik Palestina.”
AS di bawah Trump melucuti seluruh perundingan perdamaian yang dicapai selama beberapa dekade, mulai dari mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel hingga perizinan pencaplokan Tepi Barat oleh Israel. Langkah itu memicu protes di Palestina dan negara berpenduduk muslim lainnya. Selain itu, para ahli menilai pendekatan gamblang Trump telah mematikan perundingan damai.
Para diplomat AS mengatakan Yordania merupakan negara sahaba dan juga menjadi negara pertama yang mengucapkan selamat kepada presiden terpilih AS, termasuk kepada Biden. Raja Abdulllah mengatakan kebijakan Trump yang selalu mengamini kebijakan sayap kanan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah menuai konflik dan menjauhkan perdamaian. (Baca juga: Nasehat Menghadapi Ujian dan Fitnah Akhir Zaman)
Rencana perdamaian yang diusung Trump juga selalu berpihak kepada Israel. Palestina bahkan tidak dianggap, diperhatikan, dan diberikan hak. Selain merugikan Palestina, rencana perdamaian Trump juga merugikan negara lain yang berdekatan dengan Palestina. Dengan meluasnya pencaplokan tanah di Tepi Barat, warga lokal juga sempat direncanakan bermigrasi menuju kawasan Yordania.
Wilayah Tepi Barat awalnya merupakan wilayah Yordania, termasuk Yerusalem Timur. Namun, kawasan itu jatuh ke tangan Israel setelah Yordania kalah dalam Perang Arab-Israel pada 1967. Saat itu, banyak warga Palestina bermigrasi menuju Yordania. Meski berbeda wilayah, Yordania memiliki hubungan darah dengan Palestina.
“Israel kini sedang berupaya memperluas pencaplokan wilayah dan mempercepat pembangunan pemukiman di kawasan jajahan di Tepi Barat,” ujar Raja Abdullah dan Abbas dalam pernyataan gabungan. Selama 5 tahun terakhir, Trump mengakui pembangunan itu merupakan tindakan yang sah dan tidak melanggar hukum internasional setelah banyak negara yang memprotes.
Abbas yang memutus hubungan dengan Trump sekitar tiga tahun lalu menilai Trump pro-Israel sehingga AS tidak layak lagi memediasi konflik Palestina-Israel. Dia kini akan pergi menuju Kairo, Mesir, untuk mencari dukungan pemulihan perundingan perdamaian sesuai dengan solusi dua negara. Palestina juga sempat meminta Rusia menjadi mediator, tapi ditolak dua kali oleh AS dan Israel. (Baca juga: Perkuliahan Tahun Depan Terapkan Campuran Tatap Muka dan Daring)
Upaya ini mendapatkan dukungan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, mendesak pemerintah Palestina dan Israel untuk mencari titik temu dalam membangun perdamaian. Dia memperingatkan agar negara lain tidak memperkeruh suasana dan tetap menahan diri sehingga solusi dua negara berjalan lancar.
“Banyak faktor yang terus menggerus proses perundingan perdamaian, mulai dari perluasan pemukiman ilegal Israel, penggusuran rumah warga Palestina, dan kekerasan militer,” kata Guterres. “Pemimpin Palestina dan Israel memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengawal rakyatnya dan mengeksplorasi setiap celah perdamaian demi mencapai perundingan yang adil dan damai.” (Muh Shamil)
(ysw)