Putri Terakhir Irak Meninggal, Saksi Kekacauan dalam Sejarah Timur Tengah

Senin, 11 Mei 2020 - 11:27 WIB
loading...
A A A
"Raja Saud mengatakan kepada duta besar untuk menjaga kita," katanya.

Dalam wawancara itu, Putri Badiya jelas kesal dan terguncang dengan ingatan akan sebuah episode yang menentukan hidupnya.

Melalui tempat perlindungan di Kedutaan Saudi, dia melarikan diri ke Mesir dan ke Swiss sebelum menetap di Inggris, tempat dia tinggal sampai kematiannya tiba.

Bagi banyak orang Irak, kudeta dan kematian berdarah keluarga kerajaan menandai titik balik dalam sejarah negara itu yang mengarah ke era gelap kudeta, diktator dan konflik yang masih berlangsung hingga hari ini.

Salah satu putra dari Putri Badiya, Sharif Ali bin Al-Hussein, bekerja dalam oposisi terhadap Saddam Hussein, dan setelah invasi pimpinan Amerika Serikat pada tahun 2003, dia melobi untuk mengembalikan monarki secara konstitusional dengan dirinya sebagai raja.

Pada hari Minggu, ucapan duka cita mengalir atas meninggalnya Putri Badiya. Presiden Irak Barham Salih mengirim pesan belasungkawa kepada putranya.

"Hati kami sangat sedih karena harus mendengar berita tragis tentang meninggalnya Putri Badiya binti Ali," bunyi pesan presiden seperti dikutip Arab News, Senin (11/5/2020).

Perdana Menteri Mustafa Al-Kadhimi, yang sekarang memimpin dengan beban memecahkan banyak kesengsaraan Irak, juga menyampaikan belasungkawa.

"Dengan meninggalnya Putri Badiya binti Ali, bab yang cerah dan penting dari sejarah modern Irak berakhir," tulis dia di Twitter.

“Dia adalah bagian dari era politik dan sosial yang mewakili Irak dengan cara terbaik. Semoga dia beristirahat dengan tenang dan belasungkawa tulus saya untuk keluarganya dan orang-orang terkasih."
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1531 seconds (0.1#10.140)