AS Ungkap 80 Lokasi Milisi Syiah yang Hendak Diserang di Irak
loading...
A
A
A
BAGHDAD - Amerika Serikat (AS) mengumpulkan daftar 80 lokasi terkait milisi yang didukung Iran di Irak dan memberikannya pada pemerintah Irak.
AS menginformasikan pada pemerintah Irak bahwa mereka akan menargetkan lokasi itu dan menutup Kedutaan Besar (Kedubes) AS jika milisi itu tidak dibatasi.
Rincian itu diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo saat pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Irak Barham Salih pada 20 September. Milisi yang akan diserang itu termasuk Organisasi Badr, Asaib Ahl Al-Haq dan Kataib Hezbollah.
Seorang politisi senior Syiah secara anonim menjelaskan pada Middle East Eye bahwa, “Pesan Amerika jeas. Jika Anda tidak bereaksi, kami akan lakukan.”
Menurut dia, tindakan AS itu berarti perang terbuka. “Dan Amerika keluar dari Baghdad berarti perang ini akan terjadi segera,” ujar dia. (Baca Juga: Partai Demokrat Usulkan Pembentukan Panel Periksa Kesehatan Trump)
Kekhawatiran pemerintah Irak adalah Kedubes AS tutup karena ekonomi runtuh, meningkatnya kembali pertikaian sektarian, runtuhnya pemerintahan dan penarikan misi diplomatik lain dari negara itu. (Baca Infografis: Kursi Dekat Jendela Pesawat Berisiko Tinggi Tertular Covid-19)
“Semua tanda mengindikasikan bahwa kita menuju pada badai sempurna. Penarikan Amerika berarti ekonomi runtuh dalam dua pekan, diikuti keruntuhan politik dalam dua atau tiga bulan, lalu keruntuhan keamanan dan jatuhnya pemerintahan,” papar seorang politisi senior Irak. (Lihat Video: Preman Pengancam PNS Menggunakan Ular Diciduk Polisi)
Setelah pertemuan darurat antara Salih dan Perdana Menteri (PM) Mustafa Al-Kadhimi dan pejabat pemerintahan lainnya, diputuskan untuk mengirim Menteri Luar Negeri (Menlu) Fuad Hussein ke Iran pada 26 September untuk meminta Teheran mengendalikan berbagai kelompok milisi yang didukungnya.
Meski demikian, kepala blok politik Syiah mengklaim bahwa permintaan Iran adalah 40 hari gencatan senjata dan tak ada yang lain. “Iran menegaskan mereka tidak mendukung setiap serangan menargetkan misi diplomatik dan pemerintah Irak harus mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah serangan semacam itu,” tutur dia.
Menurut seorang komandan milisi, mereka tidak menerima pesan apapun dari Iran tentang isu ini. “Iran tidak akan campur tangan pada hal ini. Atau mereka akan mengontrol semua faksi bersenjata. Kami akan mendengar dari mereka, tapi itu tidak berarti kami melakukan semua yang mereka katakan,” ujar dia.
Dia mengklaim misi diplomatik tidak jadi target kecuali untuk AS karena melakukan aktivitas keamanan dan intelijen.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
AS menginformasikan pada pemerintah Irak bahwa mereka akan menargetkan lokasi itu dan menutup Kedutaan Besar (Kedubes) AS jika milisi itu tidak dibatasi.
Rincian itu diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo saat pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Irak Barham Salih pada 20 September. Milisi yang akan diserang itu termasuk Organisasi Badr, Asaib Ahl Al-Haq dan Kataib Hezbollah.
Seorang politisi senior Syiah secara anonim menjelaskan pada Middle East Eye bahwa, “Pesan Amerika jeas. Jika Anda tidak bereaksi, kami akan lakukan.”
Menurut dia, tindakan AS itu berarti perang terbuka. “Dan Amerika keluar dari Baghdad berarti perang ini akan terjadi segera,” ujar dia. (Baca Juga: Partai Demokrat Usulkan Pembentukan Panel Periksa Kesehatan Trump)
Kekhawatiran pemerintah Irak adalah Kedubes AS tutup karena ekonomi runtuh, meningkatnya kembali pertikaian sektarian, runtuhnya pemerintahan dan penarikan misi diplomatik lain dari negara itu. (Baca Infografis: Kursi Dekat Jendela Pesawat Berisiko Tinggi Tertular Covid-19)
“Semua tanda mengindikasikan bahwa kita menuju pada badai sempurna. Penarikan Amerika berarti ekonomi runtuh dalam dua pekan, diikuti keruntuhan politik dalam dua atau tiga bulan, lalu keruntuhan keamanan dan jatuhnya pemerintahan,” papar seorang politisi senior Irak. (Lihat Video: Preman Pengancam PNS Menggunakan Ular Diciduk Polisi)
Setelah pertemuan darurat antara Salih dan Perdana Menteri (PM) Mustafa Al-Kadhimi dan pejabat pemerintahan lainnya, diputuskan untuk mengirim Menteri Luar Negeri (Menlu) Fuad Hussein ke Iran pada 26 September untuk meminta Teheran mengendalikan berbagai kelompok milisi yang didukungnya.
Meski demikian, kepala blok politik Syiah mengklaim bahwa permintaan Iran adalah 40 hari gencatan senjata dan tak ada yang lain. “Iran menegaskan mereka tidak mendukung setiap serangan menargetkan misi diplomatik dan pemerintah Irak harus mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah serangan semacam itu,” tutur dia.
Menurut seorang komandan milisi, mereka tidak menerima pesan apapun dari Iran tentang isu ini. “Iran tidak akan campur tangan pada hal ini. Atau mereka akan mengontrol semua faksi bersenjata. Kami akan mendengar dari mereka, tapi itu tidak berarti kami melakukan semua yang mereka katakan,” ujar dia.
Dia mengklaim misi diplomatik tidak jadi target kecuali untuk AS karena melakukan aktivitas keamanan dan intelijen.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(sya)