Indonesia Lontarkan Peringatan Keras kepada China soal Laut China Selatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia secara mengejutkan melontarkan peringatan keras kepada China terkait krisis di Laut China Selatan . Peringatan ini disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Lestari Priansari Marsudi yang berjanji akan selalu membela kepentingan nasional Indonesia.
(Baca juga : 18 Halte Bus Transjakarta Rusak dan Dibakar Massa, Kerugian Rp45 Miliar )
"Kami akan terus menegakkan prinsip kami melawan negara Partai Komunis atas klaim militer mereka," katanya merujuk pada China yang dipimpin Partai Komunis China. (Baca: Menlu Retno: Indonesia Tak Akan Jadi Basis Militer Negara Manapun! )
Indonesia tidak terlibat sengketa maritim di Laut China Selatan dengan China. Namun, negara yang dipimpin Presiden Joko Widodo ini kerap berseteru dengan Beijing karena kapal-kapal penangkap ikan China yang dikawal kapal coast guard-nya memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. (Baca juga : Jurassic World: Dominion Tunda Rilis hingga 2022 )
Amerika Serikat menuduh China mengintimidasi para tetangga Asia-nya, sementara Beijing mengatakan Washington dan sekutu Barat-nya telah mengganggu dan membahayakan keamanan dengan mengirim kapal perang ke perairan sengketa di Laut China Selatan. (Baca juga : Putin Ulang Tahun, Rusia Tembakkan Rudal Jelajah Hipersonik Tsirkon )
Menlu Retno dalam wawancara dengan Channel News Asia menekankan meski China sedang bekerja sama dengan Indonesia dalam pembangunan, itu tidak akan mengubah sikap Jakarta atas kedaulatannya di perairan Natuna, Laut China Selatan. (Baca: Pentagon: China Lirik Indonesia Jadi Pangkalan Militernya )
Ditanya apakah kerjasama pengembangan vaksin China dengan pihak Indonesia yang sedang berlangsung akan memengaruhi posisi Jakarta soal perairan yang disengketakan, Retno menjawab; "Saya bisa menjawab dengan tegas, setegas mungkin. Tidak."
“Itu dua hal yang berbeda dan ketika kita bekerja sama, bukan kerjasama yang timpang yang hanya menguntungkan satu pihak, dalam hal ini Indonesia," ujarnya.
“Tetapi perusahaan China dan China sebagai negara, juga menikmati buah atau manfaat dari kerjasama ini. Ini adalah keuntungan dua arah," lanjut Menlu perempuan pertama Indonesia ini.
Menlu Retno merujuk pada insiden di mana kapal coast guard China terlihat di dalam wilayah perairan Natuna, yang menimbulkan kecurigaan tentang niatnya.
Badan Keamanan Laut (Bakmla) Indonesia mengatakan kapal coast guard China memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia di lepas pulau Natuna utara bulan lalu. (Baca juga: Debat di Radio, Indonesia Usir Kapal Coast Guard China dari Perairan Natuna )
"Jika tujuannya adalah untuk menjalankan klaimnya dengan (dasar) nine-dash line (sembilan garis putus-putus), tentu saja, itu tidak dapat dibenarkan," tegas Retno, yang dilansir Rabu (7/10/2020).
"Tapi setelah kita berkomunikasi, lewat jalur diplomatik, kapal itu pindah. Saya yakin ini bukan yang terakhir kali terjadi. Mungkin akan terulang lagi."
“Dan kami akan terus berkomunikasi, kami akan terus memegang teguh prinsip-prinsip kami seperti yang kami katakan sebelumnya," ujarnya.
Retno mengatakan Indonesia bebas menjalin kerjasama dengan negara manapun, termasuk dengan China. "Kami berusaha bekerja sama dengan semua negara karena selain banyak sumber, ada banyak kebutuhan," katanya.
“Dan dalam politik Indonesia, jelas kami bebas aktif dan tidak akan memihak satu blok ke blok lainnya. Sangat jelas," katanya. "Dan ini diwujudkan dalam semua kebijakan kami.”
Sementara itu, kebijakan Laut China Selatan Presiden Filipina Rodrigo Duterte menjadi kurang berdamai dengan China menyusul sejumlah pernyataan yang menekankan sengketa maritim yang luas antara Filipina dengan Beijing.
Namun, Duterte telah mencoba untuk mengatasi tekanan yang meningkat dari dalam pemerintahannya untuk merevitalisasi kerjasama keamanan negara dengan Amerika Serikat terhadap kebutuhan untuk menjaga hubungan ekonomi negaranya dengan Beijing.
(Baca juga : 18 Halte Bus Transjakarta Rusak dan Dibakar Massa, Kerugian Rp45 Miliar )
"Kami akan terus menegakkan prinsip kami melawan negara Partai Komunis atas klaim militer mereka," katanya merujuk pada China yang dipimpin Partai Komunis China. (Baca: Menlu Retno: Indonesia Tak Akan Jadi Basis Militer Negara Manapun! )
Indonesia tidak terlibat sengketa maritim di Laut China Selatan dengan China. Namun, negara yang dipimpin Presiden Joko Widodo ini kerap berseteru dengan Beijing karena kapal-kapal penangkap ikan China yang dikawal kapal coast guard-nya memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. (Baca juga : Jurassic World: Dominion Tunda Rilis hingga 2022 )
Amerika Serikat menuduh China mengintimidasi para tetangga Asia-nya, sementara Beijing mengatakan Washington dan sekutu Barat-nya telah mengganggu dan membahayakan keamanan dengan mengirim kapal perang ke perairan sengketa di Laut China Selatan. (Baca juga : Putin Ulang Tahun, Rusia Tembakkan Rudal Jelajah Hipersonik Tsirkon )
Menlu Retno dalam wawancara dengan Channel News Asia menekankan meski China sedang bekerja sama dengan Indonesia dalam pembangunan, itu tidak akan mengubah sikap Jakarta atas kedaulatannya di perairan Natuna, Laut China Selatan. (Baca: Pentagon: China Lirik Indonesia Jadi Pangkalan Militernya )
Ditanya apakah kerjasama pengembangan vaksin China dengan pihak Indonesia yang sedang berlangsung akan memengaruhi posisi Jakarta soal perairan yang disengketakan, Retno menjawab; "Saya bisa menjawab dengan tegas, setegas mungkin. Tidak."
“Itu dua hal yang berbeda dan ketika kita bekerja sama, bukan kerjasama yang timpang yang hanya menguntungkan satu pihak, dalam hal ini Indonesia," ujarnya.
“Tetapi perusahaan China dan China sebagai negara, juga menikmati buah atau manfaat dari kerjasama ini. Ini adalah keuntungan dua arah," lanjut Menlu perempuan pertama Indonesia ini.
Menlu Retno merujuk pada insiden di mana kapal coast guard China terlihat di dalam wilayah perairan Natuna, yang menimbulkan kecurigaan tentang niatnya.
Badan Keamanan Laut (Bakmla) Indonesia mengatakan kapal coast guard China memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia di lepas pulau Natuna utara bulan lalu. (Baca juga: Debat di Radio, Indonesia Usir Kapal Coast Guard China dari Perairan Natuna )
"Jika tujuannya adalah untuk menjalankan klaimnya dengan (dasar) nine-dash line (sembilan garis putus-putus), tentu saja, itu tidak dapat dibenarkan," tegas Retno, yang dilansir Rabu (7/10/2020).
"Tapi setelah kita berkomunikasi, lewat jalur diplomatik, kapal itu pindah. Saya yakin ini bukan yang terakhir kali terjadi. Mungkin akan terulang lagi."
“Dan kami akan terus berkomunikasi, kami akan terus memegang teguh prinsip-prinsip kami seperti yang kami katakan sebelumnya," ujarnya.
Retno mengatakan Indonesia bebas menjalin kerjasama dengan negara manapun, termasuk dengan China. "Kami berusaha bekerja sama dengan semua negara karena selain banyak sumber, ada banyak kebutuhan," katanya.
“Dan dalam politik Indonesia, jelas kami bebas aktif dan tidak akan memihak satu blok ke blok lainnya. Sangat jelas," katanya. "Dan ini diwujudkan dalam semua kebijakan kami.”
Sementara itu, kebijakan Laut China Selatan Presiden Filipina Rodrigo Duterte menjadi kurang berdamai dengan China menyusul sejumlah pernyataan yang menekankan sengketa maritim yang luas antara Filipina dengan Beijing.
Namun, Duterte telah mencoba untuk mengatasi tekanan yang meningkat dari dalam pemerintahannya untuk merevitalisasi kerjasama keamanan negara dengan Amerika Serikat terhadap kebutuhan untuk menjaga hubungan ekonomi negaranya dengan Beijing.
(min)