Perang Armenia-Azerbaijan: 300 Lebih Tewas dan Ribuan Orang Mengungsi
loading...
A
A
A
STEPANAKERT - Pertempuran antara pasukan Armenia dan Azerbaijan di wilayah Nagorno Karabakh yang memisahkan diri memasuki hari ke-11, Rabu (7/10/2020), tanpa ada tanda-tanda gencatan senjata. Lebih dari 300 orang dilaporkan telah tewas sejak perselihan yang telah lama meletus dalam kekerasan pada 27 September lalu.
Kedua negara telah memperdebatkan kepemilikan daerah kantong pegunungan itu sejak merdeka dengan pecahnya bekas Uni Soviet. Nagorno-Karabakh secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan , tetapi telah dijalankan secara mandiri oleh dan sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia .
Seorang pejabat dari pemerintah daerah mengatakan bahwa pertempuran telah mendorong setengah dari penduduk sipil Nagorno-Karabakh meninggalkan rumah mereka.
"Menurut perkiraan awal kami, sekitar 50% populasi Karabakh dan 90% wanita dan anak-anak - atau sekitar 70.000-75.000 orang - telah mengungsi," kata ombudsman hak pemerintahan Nagorno-Karabakh Artak Beglaryan, kepada kantor berita AFP yang dinukil CBS.
Pertempuran di wilayah Kaukasus itu telah mengakhiri 25 tahun kedamaian relatif, dituangkan oleh gencatan senjata yang ditengahi untuk mengakhiri perang mematikan antara dua negara bekas republik Soviet di Nagorno-Karabakh pada tahun 1990-an.
Pada hari Selasa, para pejabat Azerbaijan mengklaim bahwa pasukan Armenia telah menargetkan pipa minyak dengan munisi tandan, yang penggunaannya dilarang oleh sebagian besar negara. Kementerian Pertahanan Armenia segera menepis tuduhan tersebut, bersikeras pasukan Armenia tidak menargetkan infrastruktur minyak atau gas apa pun.
Ada klaim dari kedua belah pihak bahwa pihak lain secara membabi buta menembaki wilayah sipil.
Awal pekan ini, Amnesty International (AI) mengeluarkan laporan yang menguatkan informasi bahwa munisi tandan telah digunakan selama pemboman Stepanakert, kota utama Nagorno-Karabakh, yang juga dikenal sebagai Khankendi, oleh Angkatan Bersenjata Azerbaijan.
AI kemudian meminta Armenia dan Azerbaijan untuk menjadi pihak dalam Konvensi Munisi Tandan, yang tidak ditandatangani oleh keduanya.
Presiden tetangga Iran, Hassan Rouhani, memperingatkan bahwa konflik Azerbaijan-Armenia dapat meningkat menjadi perang regional. Ketakutan itu juga telah disuarakan oleh analis independen yang mencatat, secara khusus, kurangnya intervensi yang berarti oleh pemerintahan Trump di Amerika Serikat (AS).
Kedua negara telah memperdebatkan kepemilikan daerah kantong pegunungan itu sejak merdeka dengan pecahnya bekas Uni Soviet. Nagorno-Karabakh secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan , tetapi telah dijalankan secara mandiri oleh dan sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia .
Seorang pejabat dari pemerintah daerah mengatakan bahwa pertempuran telah mendorong setengah dari penduduk sipil Nagorno-Karabakh meninggalkan rumah mereka.
"Menurut perkiraan awal kami, sekitar 50% populasi Karabakh dan 90% wanita dan anak-anak - atau sekitar 70.000-75.000 orang - telah mengungsi," kata ombudsman hak pemerintahan Nagorno-Karabakh Artak Beglaryan, kepada kantor berita AFP yang dinukil CBS.
Pertempuran di wilayah Kaukasus itu telah mengakhiri 25 tahun kedamaian relatif, dituangkan oleh gencatan senjata yang ditengahi untuk mengakhiri perang mematikan antara dua negara bekas republik Soviet di Nagorno-Karabakh pada tahun 1990-an.
Pada hari Selasa, para pejabat Azerbaijan mengklaim bahwa pasukan Armenia telah menargetkan pipa minyak dengan munisi tandan, yang penggunaannya dilarang oleh sebagian besar negara. Kementerian Pertahanan Armenia segera menepis tuduhan tersebut, bersikeras pasukan Armenia tidak menargetkan infrastruktur minyak atau gas apa pun.
Ada klaim dari kedua belah pihak bahwa pihak lain secara membabi buta menembaki wilayah sipil.
Awal pekan ini, Amnesty International (AI) mengeluarkan laporan yang menguatkan informasi bahwa munisi tandan telah digunakan selama pemboman Stepanakert, kota utama Nagorno-Karabakh, yang juga dikenal sebagai Khankendi, oleh Angkatan Bersenjata Azerbaijan.
AI kemudian meminta Armenia dan Azerbaijan untuk menjadi pihak dalam Konvensi Munisi Tandan, yang tidak ditandatangani oleh keduanya.
Presiden tetangga Iran, Hassan Rouhani, memperingatkan bahwa konflik Azerbaijan-Armenia dapat meningkat menjadi perang regional. Ketakutan itu juga telah disuarakan oleh analis independen yang mencatat, secara khusus, kurangnya intervensi yang berarti oleh pemerintahan Trump di Amerika Serikat (AS).