Jepang Darurat Bunuh Diri

Rabu, 30 September 2020 - 14:15 WIB
loading...
Jepang Darurat Bunuh Diri
Foto/dok
A A A
TOKYO - Menyusul kematian artis Yuko Takeuchi, Pemerintah Jepang mendesak seluruh warganya untuk segera meminta bantuan jika mengalami kesulitan, stres, atau depresi akut. Yuko mengakhiri hidupnya dan menjadi korban bunuh diri terbaru dari kalangan elite akibat buruknya kesehatan mental dan kesehatan sosial di Negeri Sakura.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan beberapa orang mengalami kesulitan dan harus berjuang ekstra selama wabah virus corona Covid-19. “Kasus bunuh diri telah mengalami peningkatan sejak Juli. Kami tak dapat memungkiri fakta bahwa banyak orang yang mengakhiri hidupnya,” ujar Kato, dikutip Reuters. (Baca: Penyebab Rezeki Tidak Lancar dan Penawarnya)

Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Jepang itu mengimbau seluruh warga Jepang yang mengalami depresi akut untuk segera berkonsultasi dan menghubungi badan pencegahan bunuh diri dan layanan lainnya. Bulan lalu, Jepang melaporkan hampir 1.900 orang telah melakukan bunuh diri, naik sebesar 15% dibandingkan Agustus tahun lalu.

Yuko merupakan artis terkenal di Jepang. Dia membintangi tokoh utama dalam drama Miss Sherlock yang ditayangkan Hulu-HBO Asia dan film Ring pada 1998. Selain itu, Yuko termasuk artis berprestasi. Dia menerima penghargaan Artis Terbaik dalam ajang Japan Movie Critics Awards. Dia juga baru saja melahirkan anak kedua pada Januari lalu.

“Kami terkejut dan sedih mendengar berita ini,” ungkap Stardust Promotion Inc. kepada Japan Times. Namun, Yuko bukan satu-satunya artis yang bunuh diri. Awal September, aktris Sei Ashina juga bunuh diri. Begitu pun dengan aktor Haruma Miura dan bintang Hana Kimura. Artis Terrace House itu mengakhiri hidupnya akibat hujatan di internet. (Baca juga: Kemendikbud: Aplikasi untuk Paket Kuota Belajar Akan Ditambah)

Secara keseluruhan, angka bunuh diri di Jepang menurun dibandingkan tahun lalu akibat berkurangnya stres bekerja, belajar, dan meningkatnya dukungan pemerintah. Berdasarkan data lembaga penelitian, jumlah korban bunuh diri di Jepang dari Februari hingga Juni turun sebesar 13,5% dibandingkan rata-rata angka bunuh diri pada periode itu.

“Namun, angka bunuh diri masih lebih tinggi dibandingkan Covid-19. Jumlah korban bunuh diri dari Februari hingga Juni mencapai 1.027 orang, sedangkan Covid-19 974 orang,” ungkap Shohei Okamoto, dari Tokyo Metropolitan Institute of Gerontology. Di Inggris, angka bunuh diri juga menurun dari 10,3 per 100.000 orang menjadi 6,9 per 100.000.

Ahli kesehatan internasional sebelumnya juga cemas akan terjadi krisis kesehatan mental global selama wabah Covid-19 akibat kehilangan pekerjaan, isolasi sosial, dan resesi ekonomi. Di Amerika Serikat dan Kanada, jumlah panggilan terhadap nomor darurat atau layanan konsultasi kesehatan mental juga meningkat sangat tajam selama pandemi. (Baca juga: Saatnya Menjadi Tuan Rumah Industri Halal)

Namun, Okamoto mengatakan tidak semua orang di Jepang putus asa dan langsung mengakhiri hidupnya, melainkan ada faktor lain yang memiliki peranan sangat besar. Untuk studi di Jepang, para ahli menganalisis data bunuh diri dalam empat tahun terakhir. Mereka mengatakan pandemi Covid-19 kian memperburuk kesehatan mental masyarakat.

Secara kasus, jumlah korban bunuh diri tahun ini di Jepang memang lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Penurunan terbesar terjadi di kalangan laki-laki usia 20-69 orang, yakni sebesar 12%. Namun, tak sedikit masyarakat Jepang yang stres dan depresi. Mereka diyakini perlu segera menerima bimbingan konsultasi sebelum kejiwaan mereka memburuk.

Angka bunuh diri di kalangan perempuan masih memprihatinkan. Meskipun jumlah kasusnya menurun sekitar 7%, para ahli menilai mereka sensitif karena menjadi kelompok paling rentan. Selain mudah kehilangan pekerjaan, beberapa perempuan di Jepang juga mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan memilih menghilangkan jejak. (Lihat videonya: Habiskan 300M, Proyek Kota Baru Lampung Kini Jadi Kota Mati)

Jepang merupakan negara kelima dengan angka bunuh diri tertinggi di dunia di antara negara maju lainnya. Penelitian menyebutkan faktor utama penurunan kesehatan mental orang Jepang ialah stres akibat pekerjaan berlebih dan pengucilan. Menurut Okamoto, situasi di Jepang tidak dapat disamakan. Sebab, Jepang memiliki budaya yang berbeda. (Muh Shamil)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1916 seconds (0.1#10.140)