Pompeo kepada ASEAN: Jangan Biarkan Partai Komunis China Menginjak-injak Kita
loading...
A
A
A
HANOI - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Michael Pompeo, pada Kamis (10/9/2020), mendesak negara-negara ASEAN untuk memutuskan hubungan dengan perusahaan China yang membantu membangun pulau di Laut China Selatan . Secara khusus, dia berpesan kepada negara-negara yang mencakup Indonesia tersebut untuk menjauhi Partai Komunis China .
Desakan ini disampaikan beberapa minggu setelah Washington memasukkan dua lusin perusahaan yang bekerja di wilayah perairan yang disengketakan tersebut ke dalam daftar hitam sanksi. (Baca: Media China Sentil Indonesia karena Mentang Klaim China di Laut China Selatan )
Komentar Pompeo muncul pada pertemuan puncak ASEAN yang dibayangi oleh perseteruan AS-China atas berbagai masalah, mulai dari sengketa perdagangan hingga pandemi virus corona.
Ketegangan kedua negara itu juga memuncak pada masalah Laut China Selatan, di mana Amerika telah menjatuhkan sanksi kepada 24 perusahaan milik negara China yang membantu pembangunan situs militer Beijing di jalur perairan yang kaya sumber daya tersebut.
Pompeo mengatakan sudah waktunya bagi pemerintah ASEAN untuk mempertimbangkan kembali hubungan mereka sendiri dengan perusahaan yang bekerja di Laut China Selatan.
"Jangan hanya angkat bicara, tapi bertindaklah," kata Pompeo kepada 10 menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) saat pertemuan puncak secara virtual. (Baca: Konflik Laut China Selatan, China Utus Menhan Wei Temui Prabowo )
"Pertimbangkan kembali urusan bisnis dengan perusahaan milik negara yang menggertak negara-negara pesisir ASEAN di Laut China Selatan," lanjut bekas direktur CIA ini.
"Jangan biarkan Partai Komunis China menginjak-injak kita dan rakyat kita," imbuh dia.
Pertemuan puncak atau KTT ASEAN tahun ini terjadi beberapa hari setelah Beijing meluncurkan rudal balistik di Laut China Selatan sebagai bagian dari latihan tembakan langsung.
Vietnam, yang mengetuai KTT ASEAN, menyatakan "keprihatinan serius" tentang militerisasi laut tersebut baru-baru ini.
"Ini telah mengikis kepercayaan, meningkatkan ketegangan dan merusak perdamaian, keamanan dan supremasi hukum di kawasan itu," kata Menteri Luar Negeri Vietnam Pham Binh Minh, seperti dikutip AFP.
Namun, Filipina sudah mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya tidak akan mengikuti jejak AS karena mereka membutuhkan investasi China, bahkan ketika Manila dan Beijing terlibat sengketa Scarborough Shoal, salah satu wilayah penangkapan ikan terkaya di kawasan itu.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyalahkan Amerika Serikat atas ketegangan, mengklaim Washington "menjadi pendorong terbesar" militerisasi jalur perairan itu. (Baca juga: Trump: AS Punya Senjata Nuklir yang Belum Pernah Dilihat Rusia dan China )
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, menggunakan apa yang disebut "nine-dash line (garis sembilan putus-putus)" untuk membenarkan apa yang dikatakannya sebagai hak bersejarah atas jalur perdagangan utama tersebut.
Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan semua memperebutkan bagian dari wilayah yang diklaim China di Laut China Selatan.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Desakan ini disampaikan beberapa minggu setelah Washington memasukkan dua lusin perusahaan yang bekerja di wilayah perairan yang disengketakan tersebut ke dalam daftar hitam sanksi. (Baca: Media China Sentil Indonesia karena Mentang Klaim China di Laut China Selatan )
Komentar Pompeo muncul pada pertemuan puncak ASEAN yang dibayangi oleh perseteruan AS-China atas berbagai masalah, mulai dari sengketa perdagangan hingga pandemi virus corona.
Ketegangan kedua negara itu juga memuncak pada masalah Laut China Selatan, di mana Amerika telah menjatuhkan sanksi kepada 24 perusahaan milik negara China yang membantu pembangunan situs militer Beijing di jalur perairan yang kaya sumber daya tersebut.
Pompeo mengatakan sudah waktunya bagi pemerintah ASEAN untuk mempertimbangkan kembali hubungan mereka sendiri dengan perusahaan yang bekerja di Laut China Selatan.
"Jangan hanya angkat bicara, tapi bertindaklah," kata Pompeo kepada 10 menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) saat pertemuan puncak secara virtual. (Baca: Konflik Laut China Selatan, China Utus Menhan Wei Temui Prabowo )
"Pertimbangkan kembali urusan bisnis dengan perusahaan milik negara yang menggertak negara-negara pesisir ASEAN di Laut China Selatan," lanjut bekas direktur CIA ini.
"Jangan biarkan Partai Komunis China menginjak-injak kita dan rakyat kita," imbuh dia.
Pertemuan puncak atau KTT ASEAN tahun ini terjadi beberapa hari setelah Beijing meluncurkan rudal balistik di Laut China Selatan sebagai bagian dari latihan tembakan langsung.
Vietnam, yang mengetuai KTT ASEAN, menyatakan "keprihatinan serius" tentang militerisasi laut tersebut baru-baru ini.
"Ini telah mengikis kepercayaan, meningkatkan ketegangan dan merusak perdamaian, keamanan dan supremasi hukum di kawasan itu," kata Menteri Luar Negeri Vietnam Pham Binh Minh, seperti dikutip AFP.
Namun, Filipina sudah mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya tidak akan mengikuti jejak AS karena mereka membutuhkan investasi China, bahkan ketika Manila dan Beijing terlibat sengketa Scarborough Shoal, salah satu wilayah penangkapan ikan terkaya di kawasan itu.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyalahkan Amerika Serikat atas ketegangan, mengklaim Washington "menjadi pendorong terbesar" militerisasi jalur perairan itu. (Baca juga: Trump: AS Punya Senjata Nuklir yang Belum Pernah Dilihat Rusia dan China )
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, menggunakan apa yang disebut "nine-dash line (garis sembilan putus-putus)" untuk membenarkan apa yang dikatakannya sebagai hak bersejarah atas jalur perdagangan utama tersebut.
Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan semua memperebutkan bagian dari wilayah yang diklaim China di Laut China Selatan.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(min)