Ketergantungan Banyak Negara ke China Makin Mengkhawatirkan
loading...
A
A
A
BEIJING - Masa depan banyak negara baik di Asia maupun Afrika kini bergantung atau berada di tangan China. Ketergantungan itu, terutama di sektor perekonomian, menjadikan Beijing dengan mudah melakukan intervensi politik hingga pertahanan.
Di Asia negara seperti Pakistan, Thailand, dan Myanmar sudah “tunduk” kepada China karena bantuan pinjaman dan bantuan ekonomi yang diberikan. Mereka juga ikut menyukseskan program Jalur Sutra Modern atau Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) berupa proyek pembangunan infrastruktur untuk mendukung akses perdagangan. Proyek BRI itu bernilai multitriliunan dolar untuk menebar pengaruh Beijing dengan dalih infrastruktur.
Dengan dana Jalur Sutra yang dikucurkan China ke berbagai negara, Beijing akan mendapatkan jaminan aset berupa tambang mineral atau pelabuhan. Utang yang berlebihan bisa menjadi masalah bagi negara yang berutang, tetapi tidak dengan China karena menjadikan hal itu sebagai kesempatan. Program Jalur Sutra yang diluncurkan pada 2013 itu telah melibatkan 138 negara dan 30 organisasi internasional dengan berinvestasi untuk menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa dengan nilai USD8 triliun. (Baca: Usai Diperika Oleh Dewan Pengawas KPK, Firli Bahuri Memilih Bungkam)
Pada 2017 sebuah think tank asal India menyebut, program Jalur Sutra China merupakan “diplomasi jebakan utang”. Kasus itu terbukti ketika Sri Lanka gagal membayar utang proyek Pelabuhan Hambantota yang terletak di pantai Selatan Sri Lanka melalui bantuan utang sebesar USD1,5 miliar. Pada 2017 Sri Lanka harus merelakan pelabuhan tersebut kepada China karena tidak mampu membayar utangnya. Akibatnya, Sri Lanka harus menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik negara China selama 99 tahun.
Kasus Sri Lanka menjadi pelajaran berharga bahwa risiko dan desain strategi China dalam menjebak utang. Ketakutan semakin meningkat setelah Center for Global Development, think tank asal Washington, memperingatkan 23 dari 68 negara yang mendapatkan keuntungan dari program Jalur Sutra berisiko mengalami permasalahan utang.
Siapa negara tersebut? Mereka adalah Djibouti, Kyrgyzstan, Laos, Mongolia, Montenegro, Maladewa , Pakistan, dan Tajikistan. “Permasalahan utang akan menciptakan tingkat ketergantungan terhadap China sebagai kreditur,” ungkap Center for Global Development.
Belajar dari pengalaman, Malaysia memanfaatkan utang dari China untuk proyek yang tidak strategis. Malaysia menginvestasikan utang dari China dalam sektor industri, properti, dan hiburan. Dalam kajian yang dilakukan Chatham House, Malaysia justru menyerahkan proyek komersial seperti pelabuhan dan jalur kereta api kepada aktor dalam negeri. Hal berbeda dilakukan di Afrika. Analisis Brookings Institution menyebut proyek utang China di Afrika justru menjadi “predator” di mana negara Afrika meminjam uang dari China tetap mengintegrasikan dalam manajemen utang dan anggaran. (Baca juga: Memanas, Rusia Bakal Gelar Latihan di Laut Mediterania)
Analisis Asia Society Policy Institute dari AS juga menyebut proyek Jalur Sutra China di Asia Pasifik cenderung menjadi utang yang tidak berkelanjutan. China bisa merenegosiasi sejumlah kontrak dan penyesuaian realitas baru.
Terbaru adalah pengakuan Perdana Menteri (PM) Pakistan Imran Khan bahwa masa depan negara kini bergantung kepada China. Namun, dia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi China yang lebih cepat dibandingkan negara lain di dunia menjadikan Pakistan juga ikut diuntungkan. Ketika China terus menjadi negara maju, rakyat Pakistan akan diuntungkan keluar dari kemiskinan.
“Ekonomi masa depan Pakistan berkaitan dengan China dan hubungan bilateral Islamabad dan Beijing lebih baik dibandingkan sebelumnya,” kata Khan dalam wawancara dengan Al Jazeera beberapa waktu lalu. Meski demikian, kedekatan Pakistan dengan China juga menguntungkan dalam geopolitik seiring konflik Beijing dan New Delhi di perbatasan mereka.
Di Asia negara seperti Pakistan, Thailand, dan Myanmar sudah “tunduk” kepada China karena bantuan pinjaman dan bantuan ekonomi yang diberikan. Mereka juga ikut menyukseskan program Jalur Sutra Modern atau Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) berupa proyek pembangunan infrastruktur untuk mendukung akses perdagangan. Proyek BRI itu bernilai multitriliunan dolar untuk menebar pengaruh Beijing dengan dalih infrastruktur.
Dengan dana Jalur Sutra yang dikucurkan China ke berbagai negara, Beijing akan mendapatkan jaminan aset berupa tambang mineral atau pelabuhan. Utang yang berlebihan bisa menjadi masalah bagi negara yang berutang, tetapi tidak dengan China karena menjadikan hal itu sebagai kesempatan. Program Jalur Sutra yang diluncurkan pada 2013 itu telah melibatkan 138 negara dan 30 organisasi internasional dengan berinvestasi untuk menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa dengan nilai USD8 triliun. (Baca: Usai Diperika Oleh Dewan Pengawas KPK, Firli Bahuri Memilih Bungkam)
Pada 2017 sebuah think tank asal India menyebut, program Jalur Sutra China merupakan “diplomasi jebakan utang”. Kasus itu terbukti ketika Sri Lanka gagal membayar utang proyek Pelabuhan Hambantota yang terletak di pantai Selatan Sri Lanka melalui bantuan utang sebesar USD1,5 miliar. Pada 2017 Sri Lanka harus merelakan pelabuhan tersebut kepada China karena tidak mampu membayar utangnya. Akibatnya, Sri Lanka harus menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik negara China selama 99 tahun.
Kasus Sri Lanka menjadi pelajaran berharga bahwa risiko dan desain strategi China dalam menjebak utang. Ketakutan semakin meningkat setelah Center for Global Development, think tank asal Washington, memperingatkan 23 dari 68 negara yang mendapatkan keuntungan dari program Jalur Sutra berisiko mengalami permasalahan utang.
Siapa negara tersebut? Mereka adalah Djibouti, Kyrgyzstan, Laos, Mongolia, Montenegro, Maladewa , Pakistan, dan Tajikistan. “Permasalahan utang akan menciptakan tingkat ketergantungan terhadap China sebagai kreditur,” ungkap Center for Global Development.
Belajar dari pengalaman, Malaysia memanfaatkan utang dari China untuk proyek yang tidak strategis. Malaysia menginvestasikan utang dari China dalam sektor industri, properti, dan hiburan. Dalam kajian yang dilakukan Chatham House, Malaysia justru menyerahkan proyek komersial seperti pelabuhan dan jalur kereta api kepada aktor dalam negeri. Hal berbeda dilakukan di Afrika. Analisis Brookings Institution menyebut proyek utang China di Afrika justru menjadi “predator” di mana negara Afrika meminjam uang dari China tetap mengintegrasikan dalam manajemen utang dan anggaran. (Baca juga: Memanas, Rusia Bakal Gelar Latihan di Laut Mediterania)
Analisis Asia Society Policy Institute dari AS juga menyebut proyek Jalur Sutra China di Asia Pasifik cenderung menjadi utang yang tidak berkelanjutan. China bisa merenegosiasi sejumlah kontrak dan penyesuaian realitas baru.
Terbaru adalah pengakuan Perdana Menteri (PM) Pakistan Imran Khan bahwa masa depan negara kini bergantung kepada China. Namun, dia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi China yang lebih cepat dibandingkan negara lain di dunia menjadikan Pakistan juga ikut diuntungkan. Ketika China terus menjadi negara maju, rakyat Pakistan akan diuntungkan keluar dari kemiskinan.
“Ekonomi masa depan Pakistan berkaitan dengan China dan hubungan bilateral Islamabad dan Beijing lebih baik dibandingkan sebelumnya,” kata Khan dalam wawancara dengan Al Jazeera beberapa waktu lalu. Meski demikian, kedekatan Pakistan dengan China juga menguntungkan dalam geopolitik seiring konflik Beijing dan New Delhi di perbatasan mereka.