AS dan Israel Ingin Pindahkan Paksa Warga Gaza ke 3 Negara Afrika Timur
loading...
A
A
A
Dia juga mengatakan Israel sedang mempersiapkan "departemen emigrasi yang sangat besar" di dalam Kementerian Pertahanannya.
Tamer Qarmout, profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pemindahan paksa warga Palestina adalah "garis merah yang tidak boleh dilintasi".
Dia mengatakan, “Pemerintah di seluruh dunia memiliki tanggung jawab menghentikan proposal yang keterlaluan dan tidak boleh terlibat dengan Israel dalam skenario apa pun ini, terutama pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika, yang banyak di antaranya terus berjuang dari warisan kolonial."
“Sudan dan Somalia masih dilanda perang karena warisan kolonial. Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar aib,” tegas Qarmout.
Sebagai imbalan atas penerimaan warga Palestina yang dimukimkan kembali, diperkirakan berbagai insentif yakni finansial, diplomatik, dan keamanan akan ditawarkan kepada pemerintah Afrika Timur.
Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya tersebut mengonfirmasi kepada AP bahwa, “AS melakukan pembicaraan diam-diam dengan Somaliland tentang berbagai bidang di mana mereka dapat dibantu AS sebagai imbalan atas pengakuan.”
AS dapat menawarkan pengakuan internasional kepada wilayah yang memisahkan diri dengan lebih dari 3 juta orang tersebut, yang merupakan prioritas bagi Presiden baru Somaliland, Abdirahman Mohamed Abdullahi.
Sementara itu, sulit untuk memahami mengapa Somalia ingin menampung warga Palestina mengingat dukungan kuat negara tersebut terhadap pemerintahan sendiri Palestina, menurut Sambu Chepkorir, pengacara dan peneliti konflik di Nairobi, pada AP.
“Penataan ulang terus berubah, jadi mungkin ada agenda tersembunyi di balik Somalia,” papar Chepkorir.
Dua pejabat Sudan, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas masalah diplomatik yang sensitif, mengonfirmasi pemerintahan Trump telah mendekati pemerintah yang dipimpin militer untuk menerima warga Palestina.
Garis Merah
Tamer Qarmout, profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pemindahan paksa warga Palestina adalah "garis merah yang tidak boleh dilintasi".
Dia mengatakan, “Pemerintah di seluruh dunia memiliki tanggung jawab menghentikan proposal yang keterlaluan dan tidak boleh terlibat dengan Israel dalam skenario apa pun ini, terutama pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika, yang banyak di antaranya terus berjuang dari warisan kolonial."
“Sudan dan Somalia masih dilanda perang karena warisan kolonial. Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar aib,” tegas Qarmout.
Sebagai imbalan atas penerimaan warga Palestina yang dimukimkan kembali, diperkirakan berbagai insentif yakni finansial, diplomatik, dan keamanan akan ditawarkan kepada pemerintah Afrika Timur.
Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya tersebut mengonfirmasi kepada AP bahwa, “AS melakukan pembicaraan diam-diam dengan Somaliland tentang berbagai bidang di mana mereka dapat dibantu AS sebagai imbalan atas pengakuan.”
AS dapat menawarkan pengakuan internasional kepada wilayah yang memisahkan diri dengan lebih dari 3 juta orang tersebut, yang merupakan prioritas bagi Presiden baru Somaliland, Abdirahman Mohamed Abdullahi.
Sementara itu, sulit untuk memahami mengapa Somalia ingin menampung warga Palestina mengingat dukungan kuat negara tersebut terhadap pemerintahan sendiri Palestina, menurut Sambu Chepkorir, pengacara dan peneliti konflik di Nairobi, pada AP.
“Penataan ulang terus berubah, jadi mungkin ada agenda tersembunyi di balik Somalia,” papar Chepkorir.
Dua pejabat Sudan, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas masalah diplomatik yang sensitif, mengonfirmasi pemerintahan Trump telah mendekati pemerintah yang dipimpin militer untuk menerima warga Palestina.
Lihat Juga :