Prancis: Iran Hampir Memiliki Senjata Nuklir, Jadi Ancaman Paling Kritis bagi Barat
loading...
A
A
A
PARIS - Kepala Badan Intelijen Luar Negeri Prancis Nicolas Lerner mengungkap bahwa Iran saat ini hampir memiliki senjata nuklir dan butuh beberapa bulan lagi untuk mewujudkannya. Menurutnya, situasi tersebut menjadi ancaman paling kritis bagi Barat.
Lerner menyampaikan hal itu bersama Kepala Badan Intelijen Rahasia Inggris Richard Moore kepada wartawan di Paris. Dia menggambarkan program nuklir Teheran sebagai salah satu kekhawatiran terbesar bagi Paris dan London.
“Badan-badan kami bekerja berdampingan untuk menghadapi apa yang tidak diragukan lagi merupakan salah satu ancaman, jika tidak bisa dikatakan ancaman paling kritis, dalam beberapa bulan mendatang—kemungkinan proliferasi atom di Iran,” katanya, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (1/12/2024).
Menggemakan kekhawatiran Lerner, Moore mengeklaim: “Ambisi nuklir Iran terus mengancam kita semua.”
Upaya Iran dalam pengayaan uranium telah lama dipandang oleh Barat sebagai upaya terselubung untuk mengembangkan senjata nuklir.
Kekhawatiran meningkat setelah Amerika Serikat (AS) secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada tahun 2018.
Sebagai bagian dari perjanjian yang ditandatangani tiga tahun sebelumnya, Teheran setuju untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi sebagian.
Presiden AS saat itu Donald Trump, bagaimanapun, berpendapat bahwa kesepakatan itu gagal menggagalkan program nuklir Iran, dengan semua upaya diplomatik untuk menghidupkan kembali perjanjian tersebut pada tahun-tahun berikutnya gagal mencapai terobosan.
Iran menyatakan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan tidak berusaha mengembangkan senjata nuklir. Namun, sejak runtuhnya kesepakatan tersebut, Teheran telah meningkatkan pengayaan uranium hingga 60%, menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA)—badan di bawah PBB.
Lerner menyampaikan hal itu bersama Kepala Badan Intelijen Rahasia Inggris Richard Moore kepada wartawan di Paris. Dia menggambarkan program nuklir Teheran sebagai salah satu kekhawatiran terbesar bagi Paris dan London.
“Badan-badan kami bekerja berdampingan untuk menghadapi apa yang tidak diragukan lagi merupakan salah satu ancaman, jika tidak bisa dikatakan ancaman paling kritis, dalam beberapa bulan mendatang—kemungkinan proliferasi atom di Iran,” katanya, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (1/12/2024).
Menggemakan kekhawatiran Lerner, Moore mengeklaim: “Ambisi nuklir Iran terus mengancam kita semua.”
Upaya Iran dalam pengayaan uranium telah lama dipandang oleh Barat sebagai upaya terselubung untuk mengembangkan senjata nuklir.
Kekhawatiran meningkat setelah Amerika Serikat (AS) secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada tahun 2018.
Sebagai bagian dari perjanjian yang ditandatangani tiga tahun sebelumnya, Teheran setuju untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi sebagian.
Presiden AS saat itu Donald Trump, bagaimanapun, berpendapat bahwa kesepakatan itu gagal menggagalkan program nuklir Iran, dengan semua upaya diplomatik untuk menghidupkan kembali perjanjian tersebut pada tahun-tahun berikutnya gagal mencapai terobosan.
Iran menyatakan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan tidak berusaha mengembangkan senjata nuklir. Namun, sejak runtuhnya kesepakatan tersebut, Teheran telah meningkatkan pengayaan uranium hingga 60%, menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA)—badan di bawah PBB.