Langka! Iran dan Arab Saudi Latihan Perang Gabungan, Padahal Dulu Musuhan
loading...
A
A
A
RIYADH - Pemandangan langka terjadi Laut Oman, di mana Iran dan Arab Saudi menggelar latihan perang gabungan.
Delapan tahun lalu, kedua negara ini bermusuhan dan belum lama ini oleh banyak analis menganggap Laut Oman akan menjadi medan pertempuran antara Riyadh dan Teheran.
Iran dan Arab memutuskan hubungan diplomatik sekitar delapan tahun lalu. Itu terjadi setelah serangan massa terhadap gedung-gedung diplomatik Saudi di Iran sebagai respons atas eksekusi ulama Syiah Arab Saudi Nimr al-Nimr.
Permusuhan itu berubah secara mengejutkan tahun lalu ketika kesepakatan yang ditengahi China berhasil mendamaikan keduanya.
Berkat Beijing, Riyadh dan Teheran memulihkan hubungan diplomatik, meskipun kecurigaan masih ada terkait rumor tentang kemungkinan langkah Arab Saudi untuk mengikuti tetangganya; Uni Emirat Arab dan Bahrain yang menormalisasi hubungan dengan Israel.
Arab Saudi mengonfirmasi bahwa angkatan bersenjatanya telah mengambil bagian dalam latihan perang dengan Iran sejak Rabu.
"Angkatan Laut Kerajaan Saudi baru-baru ini menyelesaikan latihan Angkatan Laut gabungan dengan Angkatan Laut Iran bersama negara-negara lain di Laut Oman," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Arab Saudi Brigadir Jenderal Turki al-Malki, seperti dikutip The New Arab, Jumat (25/10/2024).
Pada hari Minggu, Angkatan Laut Iran mengatakan pihaknya berencana untuk mengambil bagian dalam latihan perang dengan militer Arab Saudi di Laut Merah dan Teluk Aden, bersama dengan negara tetangga Oman dan Rusia.
"Arab Saudi telah meminta kami untuk menyelenggarakan latihan bersama di Laut Merah," kata komandan Angkatan Laut Iran Laksamana Shahram Irani.
Pada hari Rabu, dia menambahkan: "Tidak ada latihan lain yang dibahas selama periode waktu ini."
Namun, skenario kedua negara ini—musuh bebuyutan sejak revolusi Iran tahun 1979—mengadakan latihan perang gabungan di Laut Oman tidak akan terpikirkan beberapa tahun yang lalu, ketika Iran terkunci dalam ketegangan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Teluk ketika Riyadh tenggelam dalam kebuntuan berdarah dengan Houthi yang didukung Teheran di Yaman dan proksi Iran menembakkan rudal ke instalasi minyak Saudi.
Di perairan tersebut, Angkatan Laut Iran juga telah merebut kapal tanker yang terkait dengan AS dan kapal tanker lainnya selama beberapa tahun terakhir, yang kembali meningkatkan kekhawatiran bahwa Selat Hormuz mungkin menjadi lokasi konflik.
Iran juga telah menggunakan latihan militer sebagai unjuk kekuatan terhadap AS tetapi telah menghubungi negara-negara tetangga untuk mengambil bagian dalam latihan ini dalam beberapa tahun terakhir.
Semua ini berubah ketika upaya China dan Oman menghasilkan kesepakatan Saudi-Arab Saudi Iran, dan perang di Gaza menegaskan kembali perlunya stabilitas regional.
"Kesepakatan yang ditengahi China antara Iran dan Kerajaan Arab Saudi tampaknya telah 'diselamatkan' oleh kekerasan yang dilakukan Israel di Gaza dan Lebanon," kata Quentin de Pimodan, penasihat di Institut Penelitian untuk Studi Eropa dan Amerika (RIEAS) yang berpusat di Athena, kepada The New Arab.
"Saya berani bertaruh bahwa baik Iran maupun KSA [Kerajaan Arab Saudi] tidak akan proaktif dalam perjanjian tersebut, dan akan membiarkannya mati dengan sendirinya, agar tidak membuat Beijing marah, tetapi tampaknya Israel, melalui tindakannya, sebenarnya memberikan bentuk pada perjanjian ini," paparnya.
Arab Saudi telah beralih dari ketergantungannya pada dukungan keamanan AS dalam beberapa tahun terakhir, beralih ke mitra lain seperti China—mitra dagang utama—, dan Rusia, yang merupakan bagian dari kerangka kerja produksi minyak OPEC+.
Riyadh juga telah diundang untuk bergabung dengan BRICS, organisasi antarpemerintah yang dipimpin China-Rusia yang secara luas dipandang sebagai penyeimbang hegemoni AS.
Minggu ini, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan memimpin delegasi dari Riyadh ke KTT BRICS ke-16 di Kazan, yang dilatarbelakangi perang di Gaza dan invasi Rusia ke Ukraina.
Delapan tahun lalu, kedua negara ini bermusuhan dan belum lama ini oleh banyak analis menganggap Laut Oman akan menjadi medan pertempuran antara Riyadh dan Teheran.
Iran dan Arab memutuskan hubungan diplomatik sekitar delapan tahun lalu. Itu terjadi setelah serangan massa terhadap gedung-gedung diplomatik Saudi di Iran sebagai respons atas eksekusi ulama Syiah Arab Saudi Nimr al-Nimr.
Permusuhan itu berubah secara mengejutkan tahun lalu ketika kesepakatan yang ditengahi China berhasil mendamaikan keduanya.
Berkat Beijing, Riyadh dan Teheran memulihkan hubungan diplomatik, meskipun kecurigaan masih ada terkait rumor tentang kemungkinan langkah Arab Saudi untuk mengikuti tetangganya; Uni Emirat Arab dan Bahrain yang menormalisasi hubungan dengan Israel.
Arab Saudi mengonfirmasi bahwa angkatan bersenjatanya telah mengambil bagian dalam latihan perang dengan Iran sejak Rabu.
"Angkatan Laut Kerajaan Saudi baru-baru ini menyelesaikan latihan Angkatan Laut gabungan dengan Angkatan Laut Iran bersama negara-negara lain di Laut Oman," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Arab Saudi Brigadir Jenderal Turki al-Malki, seperti dikutip The New Arab, Jumat (25/10/2024).
Pada hari Minggu, Angkatan Laut Iran mengatakan pihaknya berencana untuk mengambil bagian dalam latihan perang dengan militer Arab Saudi di Laut Merah dan Teluk Aden, bersama dengan negara tetangga Oman dan Rusia.
"Arab Saudi telah meminta kami untuk menyelenggarakan latihan bersama di Laut Merah," kata komandan Angkatan Laut Iran Laksamana Shahram Irani.
Pada hari Rabu, dia menambahkan: "Tidak ada latihan lain yang dibahas selama periode waktu ini."
Namun, skenario kedua negara ini—musuh bebuyutan sejak revolusi Iran tahun 1979—mengadakan latihan perang gabungan di Laut Oman tidak akan terpikirkan beberapa tahun yang lalu, ketika Iran terkunci dalam ketegangan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Teluk ketika Riyadh tenggelam dalam kebuntuan berdarah dengan Houthi yang didukung Teheran di Yaman dan proksi Iran menembakkan rudal ke instalasi minyak Saudi.
Di perairan tersebut, Angkatan Laut Iran juga telah merebut kapal tanker yang terkait dengan AS dan kapal tanker lainnya selama beberapa tahun terakhir, yang kembali meningkatkan kekhawatiran bahwa Selat Hormuz mungkin menjadi lokasi konflik.
Iran juga telah menggunakan latihan militer sebagai unjuk kekuatan terhadap AS tetapi telah menghubungi negara-negara tetangga untuk mengambil bagian dalam latihan ini dalam beberapa tahun terakhir.
Semua ini berubah ketika upaya China dan Oman menghasilkan kesepakatan Saudi-Arab Saudi Iran, dan perang di Gaza menegaskan kembali perlunya stabilitas regional.
"Kesepakatan yang ditengahi China antara Iran dan Kerajaan Arab Saudi tampaknya telah 'diselamatkan' oleh kekerasan yang dilakukan Israel di Gaza dan Lebanon," kata Quentin de Pimodan, penasihat di Institut Penelitian untuk Studi Eropa dan Amerika (RIEAS) yang berpusat di Athena, kepada The New Arab.
"Saya berani bertaruh bahwa baik Iran maupun KSA [Kerajaan Arab Saudi] tidak akan proaktif dalam perjanjian tersebut, dan akan membiarkannya mati dengan sendirinya, agar tidak membuat Beijing marah, tetapi tampaknya Israel, melalui tindakannya, sebenarnya memberikan bentuk pada perjanjian ini," paparnya.
Arab Saudi telah beralih dari ketergantungannya pada dukungan keamanan AS dalam beberapa tahun terakhir, beralih ke mitra lain seperti China—mitra dagang utama—, dan Rusia, yang merupakan bagian dari kerangka kerja produksi minyak OPEC+.
Riyadh juga telah diundang untuk bergabung dengan BRICS, organisasi antarpemerintah yang dipimpin China-Rusia yang secara luas dipandang sebagai penyeimbang hegemoni AS.
Minggu ini, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan memimpin delegasi dari Riyadh ke KTT BRICS ke-16 di Kazan, yang dilatarbelakangi perang di Gaza dan invasi Rusia ke Ukraina.
(mas)