Diseret China dalam Konflik Laut China Selatan, Indonesia Waspadalah

Sabtu, 29 Agustus 2020 - 00:13 WIB
loading...
Diseret China dalam...
Kawasan Laut China Selatan yang jadi sengketa antara China dan beberapa negara Asia lainnya. Foto/REUTERS
A A A
JAKARTA - Indonesia telah lama memperjelas posisinya sebagai negara non-penggugat di Laut China Selatan , dengan menyatakan kepentingan utamanya dalam sengketa itu adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut dengan bertindak sebagai mediator yang jujur. (Baca juga : R ezim Otoriter Pembungkam Jurnalis Dunia, China Urutan Pertama )

Namun hal ini tidak menghentikan China untuk berusaha menjerat Indonesia dalam visinya sendiri untuk Laut China Selatan .

China telah mengajukan beberapa proposal pembangunan bersama di Laut China Selatan sejak 2017, terutama ditujukan ke Filipina dan Vietnam. Tapi Indonesia juga dilibatkan. China mengusulkan pembentukan Spratly Resource Management Authority (SRMA)—dengan keanggotaan tidak hanya dari negara-negara penggugat yang bersengketa, yaitu Brunei, China, Malaysia, Vietnam, dan Filipina, tetapi juga Indonesia. (Baca: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )

Huaigao Qi dari Universitas Fudan berpendapat dalam sebuah artikel yang diterbitkan tahun lalu di Journal of Contemporary East Asian Studies bahwa tujuan China adalah memainkan peran konstruktif dalam mempromosikan wilayah yang damai dan stabil, serta mengembangkan hubungan baik dengan negara-negara pesisir lainnya dan mengurangi persaingan China-Amerika Serikat (AS) di wilayah yang disengketakan.

Langkah China yang menyeret Indonesia dalam pusaran konflik sengketa wilayah itu menjadi sorotan kelompok think tank yang berbasis di Sydney; Lowy Institute, Jumat (28/8/2020), dengan artikel berjudul "Jakarta should be wary of Beijing’s South China Sea proposals". (Baca: Situasi Laut China Selatan Menegangkan, Malaysia Tembak Mati Nelayan Vietnam )

Artikel itu ditulis oleh Aristyo Rizka Darmawan, dosen dan peneliti senior di Center for Sustainable Ocean Policy di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan fokus penelitian pada keamanan maritim di Asia dan Pasifik.

"Bekerja sama dengan China sama saja dengan memvalidasi klaim Laut China Selatan , sebuah langkah yang akan sepenuhnya bertentangan dengan kepentingan Indonesia," tulis Darmawan.

"Namun dengan mengajukan Indonesia bergabung dengan SRMA, tampaknya Beijing belum mendengar pesan dari Jakarta. Penerbitan serangkaian catatan diplomatik antara kedua negara baru-baru ini membuat jelas Indonesia waspada terhadap niat China , dan memang demikian. Indonesia tidak boleh melibatkan proposal apa pun dari Beijing terkait dengan pembangunan bersama di Laut China Selatan ," lanjut dia.

Posisi Indonesia jelas bahwa Indonesia bukanlah penggugat atas fitur apa pun di Laut China Selatan, sehingga tidak ada batasan maritim yang tertunda dengan China. Meskipun demikian, China secara sepihak bersikeras bahwa zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia dan landas kontinen di lepas pantai Pulau Natuna tumpang tindih dengan apa yang disebut klaim "dash-nine line (garis sembilan putus-putus)".(Baca: AS: Tembakkan Rudal Pembunuh Kapal Induk, China Makin Guncang Laut China Selatan )

Indonesia secara konsisten menolak klaim China. Putusan pengadilan internasional tahun 2016, yang menegaskan bahwa klaim "garis sembilan putus-putus" China tidak memiliki dasar hukum berdasarkan hukum internasional yang mendukung posisi Indonesia. "Untuk alasan ini saja, tidak ada dasar bagi Indonesia untuk bergabung dalam perjanjian pembangunan apapun dengan China," tulis Darmawan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1457 seconds (0.1#10.140)