Israel Bunuh Bos Hamas Yahya Sinwar, Opini Publik Arab Terpecah
loading...
A
A
A
GAZA - Militer Zionis Israel telah membunuh pemimpin terbaru Hamas Yahya Sinwar dalam serangan di Gaza pada Rabu lalu. Para pemimpin Arab memilih diam, sedangkan opini publik kawasan itu terpecah antara mengecam dan optimistis kematian Sinwar akan mengakhiri perang di Gaza.
Sejauh ini hampir tidak ada pemimpin Arab yang berkomentar atas pembunuhan Sinwar oleh militer Zionis, selain ucapan belasungkawa Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Para pakar politik Arab mengatakan bahwa ada dua alasan berbeda yang menjelaskan kurangnya reaksi resmi atas kematian Sinwar.
Sinwar, yang dianggap sebagai dalang di balik serangan 7 Oktober terhadap Israel—dikenal sebagai operasi badai al-Aqsa—, tidak memiliki hubungan internasional resmi. Hal yang sama juga terjadi pada Ismail Haniyeh, pendahulu Sinwar yang terbunuh di Teheran pada Juli 2024 saat menghadiri upacara pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.
Para pakar juga mencatat bahwa tidak seperti Haniyeh atau pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, yang terbunuh dalam operasi intelijen, Sinwar tewas dalam pertempuran.
“Kami berharap pembunuhan Yahya Sinwar akan membawa ketenangan di Gaza,” kata analis politik Arab Saudi, Abdullah Al-Tawilai, mengatakan kepada The Media Line.
“Yahya Sinwar menyebabkan perang yang sejauh ini telah mengakibatkan lebih dari 45.000 korban di Gaza. Semua orang tahu sejak hari pertama bahwa Israel tidak akan tinggal diam tentang serangan 7 Oktober 2023, sehingga perencanaannya yang buruk menyebabkan semua kehancuran ini.”
Al-Tawilai mengatakan bahwa banyak warga Gaza menyalahkan Hamas karena memicu perang.
“Mudah untuk berbicara tentang perlawanan atau melawan Israel, tetapi kenyataan berbicara sebaliknya,” ujarnya.
“Ada orang yang meninggal setiap hari, dan kita harus menjaga darah mereka. Kami hanya beberapa langkah lagi untuk mendeklarasikan negara Palestina karena gerakan politik, tetapi hari ini, Gaza telah kehilangan segalanya,” paparnya.
Sejauh ini hampir tidak ada pemimpin Arab yang berkomentar atas pembunuhan Sinwar oleh militer Zionis, selain ucapan belasungkawa Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Para pakar politik Arab mengatakan bahwa ada dua alasan berbeda yang menjelaskan kurangnya reaksi resmi atas kematian Sinwar.
Sinwar, yang dianggap sebagai dalang di balik serangan 7 Oktober terhadap Israel—dikenal sebagai operasi badai al-Aqsa—, tidak memiliki hubungan internasional resmi. Hal yang sama juga terjadi pada Ismail Haniyeh, pendahulu Sinwar yang terbunuh di Teheran pada Juli 2024 saat menghadiri upacara pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.
Para pakar juga mencatat bahwa tidak seperti Haniyeh atau pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, yang terbunuh dalam operasi intelijen, Sinwar tewas dalam pertempuran.
“Kami berharap pembunuhan Yahya Sinwar akan membawa ketenangan di Gaza,” kata analis politik Arab Saudi, Abdullah Al-Tawilai, mengatakan kepada The Media Line.
“Yahya Sinwar menyebabkan perang yang sejauh ini telah mengakibatkan lebih dari 45.000 korban di Gaza. Semua orang tahu sejak hari pertama bahwa Israel tidak akan tinggal diam tentang serangan 7 Oktober 2023, sehingga perencanaannya yang buruk menyebabkan semua kehancuran ini.”
Al-Tawilai mengatakan bahwa banyak warga Gaza menyalahkan Hamas karena memicu perang.
“Mudah untuk berbicara tentang perlawanan atau melawan Israel, tetapi kenyataan berbicara sebaliknya,” ujarnya.
“Ada orang yang meninggal setiap hari, dan kita harus menjaga darah mereka. Kami hanya beberapa langkah lagi untuk mendeklarasikan negara Palestina karena gerakan politik, tetapi hari ini, Gaza telah kehilangan segalanya,” paparnya.