NATO Bersiap Latihan Senjata Nuklir usai Putin Ancam Gunakan Bom Atom

Jum'at, 11 Oktober 2024 - 11:38 WIB
loading...
NATO Bersiap Latihan...
NATO bersiap latihan senjata nuklir setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan Rusia merevisi doktrin nuklir yang memungkinannya menggunakan senjata atom terhadap musuh. Foto/Royal Air Force
A A A
BRUSSELS - NATO sedang bersiap untuk latihan senjata nuklir, yang akan dimulai 14 Oktober.

Beberapa pekan sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan menggunakan akan menggunakan bom nuklir atau bom atom terhadap musuh—dengan memerintahkan Rusia merevisi doktrin nuklirnya.

Latihan senjata nuklir NATO yang diberi nama "Steadfast Noon" akan berlangsung selama sekitar dua minggu. Manuver ini akan dipimpin oleh Belgia dan Belanda, menggunakan delapan pangkalan militer dan melibatkan 2.000 personel dan 60 pesawat dari 13 negara.

Pesawat pengebom dan jet tempur yang dapat membawa hulu ledak nuklir telah disiapkan untuk ambil bagian bagian dalam latihan Steadfast Noon.



Pejabat NATO mengatakan meski manuver tersebut merupakan latihan senjata nuklir, namun tidak akan ada amunisi aktif yang digunakan.

Sebagian besar latihan diadakan sekitar 900 kilometer (560 mil) dari Rusia di Laut Utara. Moskow, kata pejabat tersebut, juga telah diberi tahu tentang manuver itu.

"Dalam dunia yang tidak pasti, sangat penting bagi kita untuk menguji pertahanan kita dan memperkuat pertahanan kita sehingga musuh kita tahu bahwa NATO siap dan mampu menanggapi ancaman apa pun," kata Sekretaris Jenderal NATO yang baru, Mark Rutte, kepada wartawan di London, seperti dikutip dari ABC News, Jumat (11/10/2024).

Amerika Serikat dan Inggris, dengan kekuatan nuklir strategis mereka, adalah kunci pencegahan keamanan NATO. Prancis juga memiliki senjata nuklir tetapi bukan bagian dari kelompok perencanaan nuklir organisasi tersebut.

Angus Lapsley, Asisten Sekretaris Jenderal NATO untuk Kebijakan dan Perencanaan Pertahanan, mengatakan latihan tersebut bertujuan untuk membuktikan bahwa kemampuan aliansi untuk melawan ancaman apa pun terhadap 32 negara anggotanya dapat dipercaya dan sesuatu yang "setiap musuh perlu tanggapi dengan sangat serius."

Lapsley mengatakan bahwa NATO telah memantau kemunculan Korea Utara sebagai negara berkekuatan nuklir, perluasan pesat kemampuan nuklir China, dan perkembangan di Iran.

"Tetapi yang paling mengkhawatirkan kami adalah Rusia," paparnya.

Dia mengatakan bahwa Moskow telah berinvestasi dalam kekuatan nuklirnya dengan intensitas yang semakin meningkat selama dua tahun terakhir.

"Negara itu memperkenalkan banyak sistem baru dan lebih menekankan pada investasi dalam sistem persenjataan jarak pendek dan menengah," kata Lapsley.

Lapsley mencatat bahwa Moskow baru-baru ini banyak bicara tentang doktrin nuklir mereka dan bagaimana hal itu mungkin atau tidak berkembang.

Dia mengatakan bahwa hal itu tampaknya merupakan upaya yang cukup jelas untuk memengaruhi NATO dalam hal dukungan terhadap Ukraina.

Putin dan sejumlah tokoh Kremlin lainnya sering mengancam Barat dengan persenjataan nuklir Rusia.

Dalam ancaman terbaru akhir bulan lalu, Putin mengatakan bahwa serangan konvensional terhadap Rusia oleh negara mana pun yang didukung oleh kekuatan nuklir akan dianggap sebagai serangan gabungan.

Ancaman tersebut dimaksudkan untuk mencegah AS dan sekutunya agar tidak mengizinkan Ukraina menyerang wilayah Rusia dengan senjata jarak jauh dan tampaknya secara signifikan menurunkan ambang batas kemungkinan penggunaan persenjataan nuklir Rusia.

Namun NATO belum melihat adanya perubahan nyata dalam doktrin nuklir Moskow.

Saat menjabat pada 1 Oktober, Rutte menekankan bahwa meskipun retorika nuklir Putin "ceroboh dan tidak bertanggung jawab", tidak ada bukti adanya ancaman langsung penggunaan senjata nuklir.

Rutte mengatakan penting untuk membiarkan Putin berbicara tentang persenjataan nuklirnya. "Dia ingin kami juga membahas persenjataan nuklirnya, dan menurut saya kita tidak boleh melakukannya," katanya.

Pada saat yang sama, Rutte mengatakan, menyerah pada ancaman apa pun akan menjadi preseden bahwa penggunaan kekuatan militer memungkinkan suatu negara mendapatkan apa yang diinginkannya. "Dan kami tidak dapat melakukan itu," imbuh dia.

Daniel Bunch, Kepala Operasi Nuklir di markas besar militer NATO, mengatakan bahwa meskipun puluhan pesawat terlibat, banyak latihan yang terjadi di balik layar.

“Dalam Steadfast Noon kami berusaha untuk menekankan sistem secara keseluruhan; menempatkan orang-orang dalam posisi yang sulit, tempo operasi yang tinggi,” kata Bunch.

"Tantangan untuk mengoordinasikan berbagai hal secara harfiah hingga menit ketika kami akan meletakkan senjata ke sasaran adalah kegiatan yang sangat rumit," ujarnya.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1312 seconds (0.1#10.140)